Jumat, 23 Maret 2012

Jokowi untuk Jakarta

Calon GUBERNUR DKI JAKARTA IR. JOKO WIDODO pilihan rakyat yang sudah terbukti merakyat, bervisi kedepan dan anti korupsi!!
Nama Jokowi—nama populer Joko Widodo—tidak melulu dikenal sebagai Wali Kota Solo. Namanya dikenal di belahan negeri ini yang gersang akan pemimpin yang dicintai rakyatnya. Bersama wakilnya, FX Hadi Rudyatmo, Jokowi berhasil membangun Solo sebagai sebuah kota yang memanusiakan manusia. Sementara pedagang kaki lima di kota lain dikejar-kejar petugas ketertiban kota, di Solo mendapat tempat layak untuk berusaha. Jokowi juga menata kota untuk kehidupan warganya yang lebih baik, termasuk menyediakan transportasi massal. Kepemimpinan yang prorakyat, disertai dengan tindakan bersih, jujur, dan antikorupsi dirindukan negeri ini. Setidaknya hal itu ditandai dengan jumlah penanya di rubrik Kompas Kita yang lebih banyak mengharapkan Jokowi maju menjadi pemimpin lebih tinggi lagi.


Ir. Joko Widodo (lahir di Surakarta, 21 Juni 1961) , yang lebih dikenal dengan nama julukan Jokowi, adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bakti 2005-2015. Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985. Dia masuk ke Fakultas Kehutanan UGM bertolak dari keinginannya untuk menjadi tukang kayu. Orangtuanya sendiri menekuni bisnis perkayuan.
Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini, bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan motto “Solo: The Spirit of Java“. Langkah yang dilakukannya cukup progresif: mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, dan melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″.

Menjadi Walikota Dengan Niat Yang Mulia
Biasa saja. Saya pikir tidak ada yang perlu disikapi berlebihan dengan jabatan yang saya pegang sekarang ini. Yang jelas, tanggung jawab saya sekarang menjadi sangat berat. Karena saya mengemban amanah dari masyarakat Solo untuk memimpin mereka menuju Solo yang lebih baik, maju dan mensejahterahkan seluruh lapisan masyarakat. Amanah itu saya terima dengan senang hati dan dengan penuh tanggung jawab.
Kalimat-kalimat tersebut meluncur dari mulut Joko Widodo tentang kesannya sebagai Walikota Solo. Ungkapan tersebut menggambarkan bukan hanya sekadar rangkaian kata-kata saja, tetapi bisa dirasakan juga oleh rakyat kecil.
Bagi masyarakat Solo, Pak Jokowi adalah seorang pemimpin yang sangat peduli dengan kehidupan mereka. Mereka menemukan keperibadian yang sangat menarik pada diri Pak Jokowi: mau merangkul mereka membangun Solo.
Sebenarnya, apa yang mendorong Jokowi mencalonkan diri jadi Walikota Solo? Jokowi punya obsesi dan alasan. Pertama, sangat serius untuk maju. Jokowi ingin mengakomodasikan aspirasi-aspirasi serius yang muncul dari banyak pihak, baik secara pribadi maupun secara kelompok atau organisasi. Yang kedua, ingin bersama-sama seluruh komponen masyarakat membawa Solo ke arah yang lebih baik, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Yang ketiga, ingin pemerintahan ini diurus secara bersih, jernih, tegas dan tanpa kompromi, sehingga good governance dan clean goverment benar-benar terwujud.
Setelah menjadi walikota, Jokowi menyadari bahwa banyak kalangan masyarakat yang kesulitan ekonomi akibat krisis moneter yang tak kunjung selesai ditambah kenaikan harga kebutuhan pokok. Dia pun langsung bertekad mengantisipasi keadaan ini. Dia segera berusaha mensejahterakan masyarakat Solo yang dipimpinnya.

Penataan PKL Di Kota Solo
Jika dibina dengan baik, pedagang kaki lima (PKL) dapat berkontribusi besar untuk daerah. Dan untuk membina PKL bukanlah hal yang sulit, semuanya tergantung niat dan implementasi masing-masing pemerintah daerah.
PKL merupakan permasalahan yang biasanya pasti selalu ada di tiap daerah. Namun penyelesaian terhadap permasalahan tersebut, tidak selalu sama. Putra tukang kayu ini mengimpikan Solo yang bersih dan tata ruang kota yang harmonis. Dan satu masalah pelik bagi kota Solo adalah semrawutnya PKL di Solo, maka perlu penataan ulang.
Ketika baru dilantik menjadi Wali Kota Surakarta, Jokowi membentuk tim kecil untuk mensurvei keinginan warga kota di tepian Sungai Bengawan itu. Hasilnya, kebanyakan orang Solo ingin pedagang kaki lima yang memenuhi jalan dan taman di pusat kota itu disingkirkan. Tetapi ia tidak ingin menempuh cara gampang, dengan memanggil aparat, lalu menggusur pedagang itu pergi. Tidak bisa tidak, para pedagang itu harus direlokasi. Tapi bagaimana caranya? Menggusur pedagang yang telah bertahun-tahun mencari nafkah di tempat-tempat itu, jelas tidak mudah. Mereka pasti marah.
Munculah ide, untuk meluluhkan hati para pedagang, mereka harus diajak makan bersama. Dalam bisnis, jamuan makan yang sukses biasanya berakhir dengan kontrak yang bagus. Sebagai eksportir furniture selama 18 tahun, Jokowi paham betul ampuhnya strategi “lobi meja makan”. Maka rencana disusun. Meski bukan langkah yang mudah, usaha persuasif ini menuai hasil. Cara yang ditempuh Jokowi ini termasuk “aneh”, dalam pengertian berani berbeda dengan pemerintah di daerah lain.
Target pertama adalah kaki lima di daerah Banjarsari. Di sana ada 989 pedagang yang bergabung dalam 11 paguyuban. Strategi ”lobi meja makan” dimulai. Para koordinator paguyuban diajak makan siang di Loji Gandrung, rumah dinas Walikota.
Tahu hendak dipindahkan, mereka datang membawa pengurus lembaga swadaya masyarakat. Jokowi menahan diri untuk tidak mengungkapkan keinginannya menyampaikan rencana relokasi tersebut. Seusai makan, Joko mempersilakan mereka pulang. Tentunya para pedagang kaki lima heran, mengapa tidak ada dialog mengenai relokasi. Beberapa hari kemudian, mereka kembali diundang. Lagi-lagi sama seperti sebelumnya: Sudah makan, pulang. Hal ini berlangsung terus selama tujuh bulan.
Baru pada jamuan ke-54, saat itu semua pedagang kaki lima yang hendak dipindahkan hadir, Jokowi baru mengutarakan niatnya. Dengan ramah dan santai Jokowi berkata kepada para pedagang kaki lima, “Bapak-bapak yang baik, mohon maaf sebelumnya jika tempat Bapak-bapak berdagang hendak saya pindahkan”. Hasilnya, seluruh pedagang kali lima tidak ada yang membantah. Para pedagang hanya minta jaminan, di tempat yang baru, mereka tidak kehilangan pembeli. Jokowi hanya berjanji akan mengiklankan Pasar Klitikan selama empat bulan di televisi dan media cetak lokal.
Janji itu ditepati. Pemerintah kota juga memperlebar jalan ke sana dan membuat satu trayek angkutan kota. Langkah berikutnya adalah dengan memberikan SIUP dan TDP gratis, kemudian melakukan penataan ulang terhadap Monumen Banjarsari yang kerap dijadikan pusat gelar dagangan para PKL. Pendekatan dengan cara ini ternyata berhasil. Pemindahan PKL dari tempat lama tidak perlu memakai buldoser, mereka secara sukarela untuk pindah. Pemindahan PKL pun dilakukan dengan penuh kehormatan. Semua pedagang mengenakan pakaian adat Solo dan menyunggi tumpeng -simbol kemakmuran. Prajurit Keraton Solo pun dikerahkan, sehingga timbul rasa kebanggaan. Hasilnya, wajah-wajah keceriaan sangat terlihat dari para pedagang.
Proyek pemindahan PKL ini sebenarnya tidak digratiskan. Pedagang diminta membayar hanya Rp 6.000/hari. Dengan perhitungan investasi, selama enam tahun ke depan sudah balik. Dan ternyata dari PKL ini memberikan pemasukan kepada Pemda justru lebih besar melebihi hotel, terminal, dan lainnya.
Menurut Joko, kiat suksesnya adalah adanya komitmen menganggap hal tersebut mudah dan tidak sulit, serta manajemen anggaran dan ke mana arahnya. Berapa persen anggarannya lalu tinggal pelaksanaan. Itu bisa dikontrol. Yang penting mengubah sistem, hilangkan peluang adanya korupsi.
Kini warga Solo kembali menikmati jalan yang bersih, indah, dan teratur.
Monumen Juang 1945 di Banjarsari kembali menjadi ruang terbuka hijau yang nyaman. Berhasil dengan Banjarsari, Jokowi merambah kaki lima di wilayah lain.
Pasar-pasar yang ditata ulang di antaranya Pasar Klitikan Notoharjo, Pasar Nusukan, Pasar Kembalang, Pasar Sidodadi, Pasar Gading, pusat jajanan malam Langen Bogan, serta pasar malam Ngarsapura.
Untuk yang berada dijalan depan Stadion Manahan, sekitar 180 pedagang, dibuatkan shelter dan gerobak. Penjual makanan yang terkenal enak di beberapa wilayah dikumpulkan di Gladag Langen Bogan Solo, Gandekan. Lokasi kuliner yang hanya buka pada malam hari dengan menutup separuh Jalan Mayor Sunaryo tersebut sekarang menjadi tempat jajan paling ramai di kota itu. Hingga kini, 52 persen dari 5.718 pedagang kaki lima sudah ditata. Sisanya mulai mendesak pemerintah kota agar diurus juga. Tetapi justru saat ini Pemkot yang kewalahan karena belum punya dana.
Tapi rencana terus jalan. Misalnya, dibuat Pasar Malam di depan Mangkunegaran untuk 450 penjual barang kerajinan. Selain PKL, Jokowi juga punya perhatian khusus pada pasar-pasar tradisional. Beberapa tahun terakhir, 12 pasar tradisional ditata dan dibangun ulang. Ketika masih mengelola sendiri usaha mebelnya, Jokowi sering bepergian untuk pameran. Dia banyak melihat pasar di negara lain. Di Hong Kong dan Cina, menurutnya, pengunjung pasar jauh lebih banyak dari mal. Itu karena pasar tradisional komplet, segar, dan jauh lebih murah. Sementara di sini kebalikannya, Pasarnya kotor dan berbau.
Tidak sia-sia Jokowi ngopeni pedagang kecil. Meski modal cetek, pasar dan kaki lima di Solo paling banyak merekrut tenaga kerja. Mereka bahkan menjadi penyumbang terbesar pendapatan asli daerah. Di tahun 2010, nilai pajak dan retribusi dari sektor itu mencapai Rp 14,2 miliar. Jauh lebih besar dibanding hotel, Rp 4 miliar, atau terminal, yang hanya Rp 3 miliar.

Komunikasi Politik Simpatik ala Jokowi
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Dengan menerapkan branding “Solo: The Spirit of Java“, Jokowi mampu mendongkrak prestasi Kota Solo. Joko berhasil meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Solo dan menarik banyak investor untuk menanamkan modalnya di Solo.
Namun langkah yang tergolong fenomenal yang pernah Jokowi lakukan adalah dalam hal merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka. Jokowi melakukan komunikasi langsung secara rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) kepada masyarakat, khususnya kepada para PKL.
Langkahnya melakukan relokasi PKL melalui cara yang manusiawi merupakan salah satu cara komunikasi politiknya. Langkah Jokowi ini mengundang kekaguman dari banyak pihak, baik lokal maupun nasional. Di saat para Kepala Daerah lebih senang menggunakan Satpol PP untuk melakukan penggusuran, Jokowi justru menggunakan komunikasi politik yang simpatik dan strategik. Tidak tanggung-tanggung majalah Tempo menganugerahkan Walikota ini sebagai salah satu pemimpin terbaik pada tahun 2008. Tempo bahkan menjulukinya sebagai “Wali Kaki Lima”. Sebuah bukti bahwa komunikasi yang baik dapat memberikan efek yang baik, terutama kepada seorang pemimpin jabatan publik.
Jokowi memahami betul bagaimana perasaan para PKL ketika mengetahui akan direlokasi. Para PKL itu merasa akan kehilangan pelanggan atau bahkan mata pencariannya. Karena itu Joko memberikan alternatif berupa tempat berdagang yang lebih baik daripada di jalan-jalan atau taman kota. Agar para pelanggan tetap bisa bertransaksi dengan para PKL, Joko juga melakukan promosi melalui media lokal, memperluas jalan dan membuat satu trayek angkutan kota baru.
Jokowi menunjukan empatinya ketika dia menjamu para PKL sebanyak 54 kali pertemuan. Dia tidak melakukan penggusuran secara paksa dan dengan kekerasan. Dia memilih lobby dan diplomasi. Joko sadar betul bahwa ketika tahu akan direlokasi, para PKL akan bersikap defensif. Jika dipaksa akan terjadi gejolak yang mungkin memunculkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian dari kedua belah pihak. Karena itu “lobby meja makan” merupakan sebuah tindakan komunikasi politik yang simpatik dan berusaha memahami posisi para PKL.
Saat relokasi dilakukan, Joko Widodo menggelar arak-arakan, alih-alih melakukan pengusiran dengan kekerasan, dengan menghadirkan budaya khas Solo, seperti penggunaan musik tradisional “kleningan” dan pakaian adat. Arak-arakan yang dilakukan ini menunjukkan bahwa Jokowi ingin menunjukkan “kesamaan” dengan para PKL, yakni kesamaan bahwa mereka sama-sama ingin membangun Kota Solo menjadi lebih baik, dan kesamaan bahwa mereka berasal dan memiliki budaya yang sama, yakni budaya orang Solo; pakaian adat yang sama, musik yang sama, tarian yang sama.
Tindakan Jokowi sekaligus menunjukkan keberpihakannya terhadap ekonomi kecil dan pasar tradisional. Bukan hanya dalam soal PKL, di bawah kepemimpinannya Joko dengan sukses membangun ekonomi kerakyatan. Kesamaan persepsi antara pemerintah dan para pedagang pada ekonomi kecil, memunculkan kesamaan persepsi pula bahwa masyarakat menganggap Walikota mereka berpihak pada masyarakat.

Nilai Penting Kepemimpinan Jokowi
Sejauh ini semua langkah sesuai dengan visi Jokowi, menjadikan Solo sebagai kota budaya dimana warganya bangga dengan sejarah dan tradisi sejak lahir. Dukungan bagi Jokowi makin solid. Bahkan dari mereka yang semula menentangnya.
Tak banyak kepala daerah seperti Jokowi. Pendekatan manusiawi yang dilakukannya bisa menjadi contoh bagi kota-kota yang mempunyai masalah serupa. Menurutnya, penataan PKL adalah bentuk ekonomi kerakyatan. Ia menganggap bahwa sebenarnya pekerjaan ini bukan perkara sulit. Pokoknya, memimpin mereka dengan hati. Hadapi mereka sebagai sesama, bukan sampah.
Wali Kota Surakarta ini setidaknya memperlihatkan bahwa kekuasaan jauh lebih berarti dengan wajah ramah, tidak harus garang dan menghardik. Ia juga memperlihatkan kepedulian seorang pemimpin, di saat banyak pemimpin lupa atas kepentingan apa sesungguhnya mereka mengejar kekuasaan itu.
Bangsa ini letih dan sedang tergeletak dalam carut-marut perlombaan merebut kekuasaan. Dari satu pilkada ke pilkada lain, ratusan miliar rupiah uang tidak produktif bertebaran. Setelah berkuasa, mereka mengambil kembali uang itu dari rakyat, tak peduli rakyat meraung kesakitan dan lapar. Jokowi mungkin tak berharap pujian –meski ia layak menerima itu– karena perbaikan dan pembenahan adalah kewajiban, adalah ibadah. Kewajiban dan ibadah tidak memerlukan pujian.

http://www.facebook.com/Jokowiuntukjakarta/info

Prabowo-Mega Sepakat Dukung Jokowi Cagub DKI Jakarta 
Dukungan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto terhadap kader PDI Perjuangan Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi calon gubernur DKI Jakarta ternyata serius. Prabowo telah bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Kamis (15/3) kemarin sore.
"Ketemunya di Lenteng Agung, kemarin sore. Pembahasan seputar masalah nasional, menyangkut pemilihan kepala daerah (pemilukada) DKI Jakarta," kata Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani kepada wartawan, Jumat (16/3).
Menurut Muzani, Prabowo-Mega sepakat mengusung Jokowi sebagai calon pengganti Fauzi Bowo. Sementara wakilnya dari Gerindra.
"Pak Prabowo dan Ibu Mega sepakat mengajukan Jokowi. Karena pada Senin (19/3) nanti kan jadwal pendaftaran. Jadi, kami harus menyiapkan calon gubernur dalam satu dua hari ini," jelas Muzani.
Anggota Komisi I DPR itu menjelaskan, partainya tertarik dengan Jokowi karena melihat kinerjanya sebagai Wali Kota Solo. Rakyatnya dinamis, pemerintahan dan suasanannya juga bagus. "Di mana pemimpin mendengarkan aspirasi rakyat, dan rakyat juga bisa memberikan aspirasinya kepada pemimpin," ujar dia.
Jokowi, kata Muzani, juga bisa menyelesaikan masalah pedagang pasar yang tadinya ditempatkan di pojok kota dan mengubah pasar menjadi instrumen kota. Termasuk kemampuannya menata transportasi yang masalahnya hampir sama dengan Jakarta. "Kami berpendapat Jokowi dapat mengubah Jakarta," jelas Muzani.
http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/03/16/85179/Muzani-Prabowo-Mega-Sepakat-Dukung-Jokowi-Cagub-DKI-Jakarta/1

Duet Jokowi-Ahok Tabrak Paham "Mainstream"
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bersama dengan Partai Gerakan Indonesia Raya akhirnya menetapkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Pencalonan pasangan ini dinilai merupakan keputusan yang berani karena mendobrak semua paham mainstream yang ada tentang latar belakang kandidat kepala daerah. Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi, Senin (19/3/2012) malam, saat dihubungi wartawan.
"Keputusan pencalonan Jokowi-Ahok terbilang berani karena keduanya merupakan orang luar Jakarta dan sama sekali tidak memenuhi demografi mainstream yang selama ini ada," ungkap Hasan.
Ia mengatakan selama ini partai politik sebenarnya masih terkungkung paham lama soal latar belakang kandidat ketimbang kemampuannya secara personal. Misalnya, kata Hasan, partai biasanya senang menduetkan calon dari kalangan sipil dengan dari militer, seperti pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.
Latar etnis juga masih menjadi pertimbangan dalam Pilkada DKI Jakarta ini sehingga perlu memajukan putra daerah asli Betawi, seperti yang terjadi pada pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.
Pasangan Jokowi-Ahok, kata Hasan, sama sekali tidak memenuhi kriteria yang ada. "Pasangan Jokowi-Ahok sama sekali tidak mencakup kriteria demografis mainstream seperti itu. Misalnya, Jokowi orang Solo, sementara Ahok keturunan Tionghoa. Pasangan ini terlihat lebih menitikberatkan pada kredibilitas dan track record selama ini," papar Hasan.
Menurutnya, pertarungan ke depan antara semua kandidat DKI 1-DKI 2 akan semakin sengit karena para kandidat akan mulai membuka starteginya mengurai permasalahan Jakarta satu per satu. Kendati ada plus minus dalam pencalonan masing-masing, Hasan menilai semua pasangan memiliki peluang yang sama. "Semuanya berpeluang sama. Karena masyarakat sekarang yang penting melihat program yang ditawarkan," kata Hasan.
Diberitakan sebelumnya, enam pasang calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta sudah resmi mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta. Empat pasang maju dari jalur partai politik, yakni pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, Alex Noerdin-Nono Sampono, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, dan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini, sedangkan dua pasangan lainnya maju melalui jalur independen, yaitu Faisal Basri-Biem Benyamin dan Hendardji Supandji-Riza Patria.
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03/20/08054430/Duet.Jokowi-Ahok.Tabrak.Paham.Mainstream

Jokowi-Ahok Harus Yakinkan "Akar Rumput"
Pengamat politik Reform Institute, Yudi Latief, menilai pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) berpotensi meraih banyak suara dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2012 (Pilkada DKI Jakarta 2012).
Yudi mengatakan, kedua sosok dari luar Jakarta itu berpotensi meraih banyak suara dalam pilkada nanti. Hal itu dikarenakan kedua orang tersebut memiliki rekam jejak yang menarik simpati banyak orang.
Jokowi, misalnya, tak hanya dikenal sebagai Wali Kota Solo, tetapi juga punya semangat memajukan industri mobil nasional Esemka. Demikian pula Ahok, yang memiliki reputasi baik saat menjabat Bupati Belitung Timur periode 2005-2010.
"Saya kira Jokowi-Ahok sangat berpotensial," ujar Yudi Latief kepada wartawan di acara Pembukaan Kongres VII Hikmahbudhi yang digelar di gedung Sasana Amal Bhakti, Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Jumat (23/3/2012).
Meski demikian, Yudi menilai Jokowi-Ahok memiliki pekerjaan rumah yang cukup menantang, yakni harus menggalang konsolidasi dengan warga dalam waktu terbatas. Ini dikarenakan kedua pasangan itu belum menyentuh warga Jakarta secara menyeluruh. Hal berbeda berlaku bagi pasangan lain, seperti Fauzi Bowo-Nachrowi yang memiliki jaringan luas di DKI Jakarta.
"Bagaimana caranya Jokowi-Ahok bisa memublikasikan capaian-capaian track record itu pada 'akar rumput', terutama itu yang jadi tantangan tim kampanye," tutur Yudi.
Dalam pencalonannya, Jokowi-Ahok menjanjikan perubahan Jakarta menuju kehidupan yang lebih baik. Jokowi juga berjanji tidak menghambur-hamburkan uang dalam masa kampanye penaloncannya di pilkada.
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03/23/20422963/Jokowi-Ahok.Harus.Yakinkan.Akar.Rumput.

Kamis, 22 Maret 2012

Anak Jalanan Menyemai Harapan

“Silakan, Bu. Ada lagi yang ingin ditanyakan?” kata Widi, pemuda berusia 21 tahun, setelah ia menerangkan cara-cara bertani organik. Ia begitu fasih menjelaskan bagaimana membuat pupuk kompos, menerangkan mengapa wortel harus disandingkan dengan daun bawang. “Ini supaya mereka saling menjaga, karena hama wortel tidak suka dengan daun bawang sehingga akan menjauh,” tuturnya.

Mendengar cara Widi menjelaskan seluk-beluk pertanian organik, kita tak akan menyangka bahwa ilmu selengkap itu bisa ia dapat dalam waktu empat bulan. Widi boleh dibilang beruntung karena berkesempatan mengenyam pendidikan dalam program “The Learning Farm” yang diselenggarakan Yayasan Karang Widya, di Desa Ciherang, Cianjur, Jawa Barat.

Program ini diperuntukkan bagi para pemuda yang rentan, yang berasal dari jalanan, daerah konflik, kantong-kantong kemiskinan, dan yang tak memiliki akses pekerjaan.

Widi yang kini sedang dilatih menjadi fasilitator sekaligus mentor bagi adik-adiknya yang kini menjalani program sebagai angkatan ke-13 berasal dari sebuah panti asuhan di Semarang. Ia lulus SMK jurusan teknik pertanian, namun belum memiliki akses pekerjaan. Ia bercerita bagaimana ia beradaptasi dengan anak-anak muda dari berbagai latar belakang sosial.

“Kami belajar tentang kehidupan. Saya beragama Kristen, berasal dari panti asuhan yang penghuninya satu agama. Di sini, saya bertemu teman-teman yang berbeda agama. Kita belajar menghormati mereka. Misalnya, saat teman-teman salat, kita tidak boleh ribut, TV harus dimatikan,” katanya, Selasa (20/3).

Ia juga menjelaskan perdebatan tetap ada, tapi tidak sampai terpancing emosi. “Kita nggak ambil negatifnya. Kita nggak saling menyinggung,” katanya.

Widi mengatakan ia belajar dari seorang temannya yang dulu seorang anak jalanan, yang sikapnya brutal dan juga alumnus program ini. “Sekarang ia bisa mengajari orang bagaimana menghadapi orang-orang yang berbeda prinsip. Kalau dia bisa, kenapa saya tidak bisa,” tuturnya.

Tak hanya Widi yang bisa memberi penjelasan. Saat berkeliling lahan pertanian, kami bertemu Slamet yang selalu tersenyum, menjelaskan bagaimana ia menyemai tumbuhan.

Ada juga Emanuel, pemuda asal NTT, yang sedang memanen sawi dan daun bawang. Pemuda ini diutus lembaga gereja di wilayahnya untuk mempelajari cara-cara bertani organik. Kelak, ia akan menjadi fasilitator di daerah asalnya dan menularkan ilmu yang didapatnya di sini.

Perubahan Perilaku

Menurut Pandriono, program manager The Learning Farm, anak-anak didiknya memang diajarkan untuk berani berbicara dan selalu diserahkan tanggung jawab untuk memandu setiap tamu yang datang berkunjung. Karena itu, jangan heran jika mereka tak sedikit pun minder saat berhadapan dengan tamu darimana pun, bahkan anak-anak sekolah internasional.

Mendidik anak-anak yang rentan seperti mereka bukan hal yang mudah, terutama karena mereka berasal dari latar yang beragam, baik agama maupun pendidikan, dengan berbagai persoalan sosial. Karena mereka berasal dari latar pendidikan yang berbeda, metode pembelajaran yang diterapkan pun tidak serupa dengan pendidikan formal.

“Di sini, teori dan praktik masing-masing 50 persen. Kalau tidak cukup, ada diskusi-diskusi informal untuk mengejar ketertinggalan anak-anak yang kurang,” kata Pandriono.

Meski keahlian bertani organik pelajaran pokok di asrama ini, ukuran utama pencapaian adalah perubahan tingkah laku. “Di sini kan ada anak gang motor, ada pengguna narkoba tapi bukan yang berat. Setiap hari, mereka ikut apel pagi. Ada pengakuan dosa,” ujarnya menambahkan.

Perubahan perilaku ini juga ternyata bisa terjadi saat mereka mempelajari proses pertanian organik. Menurut Zahra, PR The Learning Farm, secara filosofis, pertanian organik digunakan sebagai metode terapi karena menghubungkan para peserta muda dengan etika organik.

Cara bertani ini menghubungkan mereka dengan lingkungan tempat mereka hidup sebagai bagian dari sistem ekologi, mempersiapkan masa depan yang bertanggung jawab dengan mempertahankan kebaikan tanah, serta latihan kesabaran melalui perawatan tanaman yang membutuhkan ketekunan dan ketelitian. “Pertanian organik juga tidak membunuh hama dan musuh tanaman, melainkan mengusirnya dengan cara alami,” katanya.

Memang tak semua siswa bisa diubah perilakunya. Ada siswa yang harus dipulangkan ke daerah asal karena masih mengonsumsi minuman keras. “Kita tidak menoleransi hal itu,” kata Retno Yuli Christyawati, Koordinator Pemasaran.

Mengubah sikap dan perilaku itu, kata Retno, membutuhkan kesabaran dan ketelitian. “Di sini bukan karantina. Setelah pukul 16.00 mereka merdeka. Baru masuk lagi ke asrama pukul 21.00 malam. Meski begitu, ada pengawasan dari satpam hingga ketua RT di sini,” tutur Retno.

Dalam program ini, anak-anak didik tidak hanya diajarkan perawatan taman hingga panen, tapi juga bagaimana memasarkan produk dan menghadapi keluhan konsumen. “Saya mengajarkan kejujuran. Sepeser pun tak boleh hilang,” kata Retno. Dengan berbekal kejujuran, seorang anak didik The Learning Farm bisa mendapatkan posisi yang dipercaya atasannya.

Dengan metode pembelajaran seperti ini, kelak Erianto yang saat ini baru belajar selama sebulan tampaknya bisa memenuhi keinginannya membahagiakan orang tuanya.

Anak berusia 15 tahun ini dikeluarkan dari sekolahnya karena ikut menghancurkan sebuah bus. Tapi, ia yang tak lagi beribu dan kerap diabaikan ayahnya ini masih menyimpan cita-cita. “Saya ingin mandiri,” katanya.

Ada pula Priyanto yang lulus SMP pada 2006 tapi tak melanjutkan sekolahnya karena kekurangan biaya, bisa mewujudkan keinginannya menjadi guru. Ia dulu adalah seorang anak jalanan yang tak suka bertani meski orang tuanya punya sedikit lahan. Ia lebih suka bekerja sebagai kuli bangunan, atau mengamen untuk membeli makanan atau rokok.

“Kalau ada band manggung, saya ngumpulin duit buat nonton,” katanya. Tapi kini ia sudah bisa berkata bahwa hal-hal semacam itu tak lagi ada gunanya. “Yang penting sekarang adalah masa depan. Saya ingin memanfaatkan lahan orang tua. Moga-moga bermanfaat,” katanya.

Untuk mendukung cita-cita anak-anak tersebut, Charity Premiere 'The Lady'” akan digelar di Studio 21 Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Minggu (25/3). Dalam kesempatan itu, Michelle Yeoh yang berperan sebagai Aung San Suu Kyi akan hadir mendukung pengumpulan dana bagi kegiatan The Learning Farm ini.

Penulis : Ida Rosdalina ; http://m.sinarharapan.co.id/index.php?id=227&tx_ttnews[tt_news]=87736&cHash=8edd6250fbe9d449a3f8757e4c01b4d4