Selasa, 04 Maret 2014

Makna Syari'at



Dalam makna syariat, umat Islam sering terjebak dalam pengertian sempit sehingga tak jarang kehilangan substansinya. Dan akibatnya, mereka hanya melakukan ibadah seremonial dan tidak mendapatkan sesuatu yang berharga yakni pembuka jalan menuju "kebenaran syariat". Sikap terhadap shalat misalnya, betapa banyak nilai penghayatan dan kekhusyu'an yang terabaikan. Shalat bukan lagi sebagai kebutuhan dialog dan memohon petunjuk tetapi telah berubah sebagai kewajiban yang harus dipenuhi dengan berbagai macam larangan dan ancaman yang mengerikan. Sehingga terasa sekali muncul ketidaknyamanan dalam setiap melakukan syariat Islam. Hal ini tidak ubahnya tawanan perang yang harus memenuhi kewajiban membayar upeti seraya terbayang betapa kejamnya sang penguasa.
Belum lagi dalam melaksanakan petunjuk Al Qur'an yang terasa dikejar target syarat sahnya syariat selain hitung-hitungan amal, dan jarang mengarah pada pemahaman akan fungsi syariat itu sendiri. Setiap syariat (aturan Allah) merupakan jalan dengan segala rambu-rambunya menuju hikmah yang dikandung di dalam teks dan praktek secara sempurna, serta pembuka tabir dibalik "firman". Syariat bukan hanya untuk dibaca dan disucikan tanpa menyentuh isi tujuan yang dibaca, seperti tercantum dalam surat Al Alaq 1-5 :
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah! dan Tuhanmu yang paling pemurah. Yang telah mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia telah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya".
Memang, Al Qur'an adalah firman Allah yang disucikan sehingga memegangpun harus suci dari hadast, namun hal ini bukan berarti haram bagi manusia untuk memahami sesuai dengan kadar pemikiran dan pemahamannya. Sebab Al Qur'an itu diturunkan sebagai petunjuk manusia dan semesta alam. Sikap jumud (pendek akal) ini pun pernah diprotes RA Kartini pada gurunya, KH Sholeh Darat, ketika ia mengusulkan agar Al Qur'an itu diterjemahkan. Saat itu, ia merenungkan kondisi bangsa Indonesia yang mengalami kemunduran pemikiran. Bagi Kartini, Al Qur'an yang begitu agung tidak hanya bacaan suci yang berpahala dan pengobat hati saja, namun ia merupakan petunjuk hidup di dunia maupun di akhirat. Menurutnya, andai Al Qur'an sudah diterjemahkan waktu itu, insya Allah bangsa Indonesia akan sadar pada integritasnya sehingga tidak akan mau menjadi budak Belanda.
Kata "iqra" merupakan jendela untuk melihat kehidupan alam semesta yang luar biasa luasnya. Ayat ini menyiratkan makna, betapa Al Qur'an membuka cakrawala dunia ilmu (pengetahuan) yang dapat digali melalui kata 'baca'. Sejarah dunia pun mengakui bahwa pada abad ke tujuh Islam telah mengalami masa kejayaan dan peradaban yang pesat. Islam telah berhasil mengembangkan khazanah landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga sampai abad ketigabelas dilakukan secara terus-menerus penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang kelak dijadikan landasan ilmu pengetahuan modern. Bisa dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh barat yang baru dimulai pada permulaan abad 15 sampai sekarang.
Dengan bersyariat secara benar, Islam mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan secara pesat. Dengan meningkatnya pengetahuan, kita mengenal sifat dan perilaku alam, gejala-gejala alamiah yang komplek atau musykil dapat kita terangkan dan uraikan menjadi gejala-gejala yang lebih sederhana yang mudah kita ketahui. Dari sini muncul teori untuk menerangkan suatu gejala, ataupun teori yang disusun untuk meramalkan gejala yang akan terjadi bila diadakan suatu percobaan tertentu dalam laboratorium. Kemudian dilakukan eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Begitu seterusnya, hingga sains natural tumbuh dan berkembang terus dari hasil serangkaian kegiatan kaji-mengkaji secara struktural dan sistematis silih berganti (disebut intizhar). Hal tersebut hanya dapat terjadi dalam suatu generasi yang begitu gigihnya melakukan intizhar (penelitian) atas dasar keislaman yang terkandung dalam Al Qur'an.
Dan bukan dengan cara disucikan dalam makna yang keliru sehingga muncul kerancuan ilmu pengetahuan yang diakibatkan oleh penyampaian tentang Islam yang tidak Islami. Akibatnya bisa kita lihat dan rasakan sekarang bagaimana kebanyakan orang menganggap belajar fisika, biologi, kimia dan ekonomi bukan ilmu Islam. Mereka antipati dengan ilmu dunia yang dianggap bukan berasal dari Al Qur'an, dan mereka hanya kenal tentang Islam sebagai musabaqoh Al Qur'an, haji, zakat, dan shalawat nabi serta upacara-upacara seremonial, berikut segala larangan dan ancaman, amalan dan ganjaran, tidak lebih dari itu, dan selain itu ditolak habis.
Para cendekiawan barat mengakui bahwa Jabir Ibnu Hayyan (721-815) adalah orang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan penelitiannya di bidang alkemi yang kemudian oleh ilmuwan barat diambil alih serta dikembangkan menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai ilmu kimia. Sebab Jabir yang namanya dilatinkan menjadi Geber adalah orang yang telah melakukan intizhar dan merupakan orang pertama yang mendirikan suatu bengkel dan mempergunakan tungku untuk mengolah mineral-mineral dan mengekstraksi menjadi zat-zat kimia dan mengklasifikasikannya.
Di dalam sejarah ilmu pengetahuan yang ditulis oleh sarjana Eropa disebutkan bahwa Mohammad Ibnu Zakaria ar-Rozi (865-925) telah menggunakan alat-alat khusus untuk melakukan proses-proses yang lazim dilakukan ahli kimia seperti distilasi, kristalisasi, kalsinasi dan sebagainya. Buku Ar-rozi, yang namanya dilatinkan menjadi Razes, dianggap sebagai manual atau buku pegangan laboratorium kimia yang pertama di dunia, dan dipergunakan oleh para sarjana barat, yang baru berabad-abad kemudian mempelajari sains yang telah dikembangkan oleh umat Islam, di universitas-universitas Islam di Toledo dan Cordoba, Spanyol.
Terlalu banyak ilmuwan Islam dan karya mereka untuk disebutkan pada kesempatan ini, dan begitu dalam pula pengaruh terhadap karya tokoh-tokoh ilmiah itu di Eropa dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan hingga masih dirasakan berabad-abad kemudian. Apakah sebabnya pada masa dahulu umat Islam giat sekali mengembangkan Islam secara mendalam baik dalam bidang hukum, filsafat, sains, maupun tasawuf. Namun sebaliknya apakah yang kita lihat dan rasakan pada masa sekarang di abad ke dua puluh satu ini? Di pesantren-pesantren serta perpustakaan-perpustakaan Islam hanyalah tersisa berupa kitab lusuh klasik yang "dikeramatkan" dan "dikomersialkan" seperti imriti matan, jurumiah, bulughul marom, madzahibul arba'ah yang kesemuanya itu pelajaran-pelajaran tata bahasa arab belaka serta ilmu-ilmu fiqih yang sudah dipatenkan. Pintu ijtihad ditutup!!
Sesungguhnya di dalam Al Qur'an banyak diperoleh ayat yang mendorong umat Islam untuk melakukan intizhar dan menggunakan akal pikiran seperti tercantum dalam ayat 101 surat Yunus memerintahkan :
"Katakanlah (hai Muhammad) perhatikanlah dengan intizhar/nazar apa-apa yang ada di langit dan di bumi".
Bahkan dalam ayat 17-20 surat Al Ghasiyah dipertanyakan :
"Maka apakah mereka tidak melakukan intizhar dan memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan. Dan langit bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung bagaimana ia didirikan. Dan bumi bagaimana ia dibentangkan. Maka berikanlah peringatan karena engkaulah pemberi peringatan".
Penggunaan akal pikiran untuk dapat mengungkapkan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah ditegaskan dalam surat An-Nahl 11 :
"Dia menumbuhkan bagimu dengan air hujan itu, tanaman zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan ayat-ayat Allah (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berfikir."
Yang kemudian dilanjutkan dalam ayat 12 :
"Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya dalam gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang menggunakan akal"
Sebenarnya didalam ayat ini tercantum juga ungkapan bahwa Allah menundukkan dan mengatur perilaku matahari, bintang, dan bulan dengan perintah-Nya. Peraturan Allah inilah yang diikuti oleh seluruh alam semesta beserta isinya, bagaimana ia harus bertingkah laku. Yang kemudian oleh manusia disebut sebagai hukum alam, atau peraturan yang diikuti oleh alam.
Lebih jelas lagi kita baca surat Fushilat ayat 11 :
"Kemudian dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:"Silahkan kalian mengikuti peritah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Jawab mereka :"Kami mengikuti dengan suka hati".
Ayat ini membuktikan bahwa alam taat mengikuti segala peritah dan peraturan sang pencipta, termasuk apa yang disebut alam pada diri manusia (mikrokosmos), termasuk segala yang ada dalam tubuh kita seperti detak jantung, darah mengalir menghantarkan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh, nafas menghembus tanpa kita perintahkan yang semuanya bergerak diluar kehendak kita. Semua serba teratur dan tunduk patuh kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan, mereka bekerja dalam ketetapan dan fungsinya masing-masing. Namun demikian manusia tetaplah manusia yang selalu saja tidak pernah bersukur dan menyadari bahwa semua itu adalah karunia Allah yang maha pemurah, dan tetap saja kebanyakan manusia mengingkari hal itu semua sebagai rahmat-Nya. Walaupun seluruh instrumen tubuh manusia itu sesungguhnya ikut dalam peraturan Islam yang merupakan ketetapan Allah.

Tidak Ada Pacaran Islami (Between Myth and Fact)

Pacaran sebuah kata yang sangat menarik untuk dibicarakan. Sekan tak ada usainya, sepanjang roda dunia ini masih berputar. Pro-kontra mengenainya pun sudah ada sejak pacaran itu sendiri ada, yang menurut saya sudah ada sejak diciptakannya Hawa –ibu bangsa manusia. Adalah hal yang wajar bagi generasi muda untuk selalu ingin tahu tentang segala sesuatu, bahkan akan menjadi aneh bila orang muda tidak ingin banyak tahu. Demikian juga tentang pacaran, generasi muda Islam saat ini pun seringkali menanyakan hal pacaran. Namun kebanyakan yang ditanyakan adalah mengenai fikih pacaran. Intinya kebanyakan mereka bertanya, “Sebenarnya boleh tidak sih, pacaran itu?�? atau, “Ada tidak sih pacaran yang Islami itu?�? dan pertanyaan lain yang senada. Jawaban sang ustadz pun berbeda-beda. Ada yang dengan keras melarang dengan mengatakan “Pacaran itu haram!�? ada juga yang agak “remang-remang�? boleh lah asal tidak kebangetan. Namun saya sangat tertarik dengan jawaban Ustadz Wijayanto mengenai pertanyaan ini. Beliau menjawab pertanyaan itu dengan jenaka dan diplomatis, “Dalam Islam tidak ada larangan maupun anjuran untuk berpacaran. Tidak ada dalil yang mengatakan ‘wala pacaranu inna pacaranu minassyayatiin’ atau ‘fapacaranu, inna pacaranu minattaqwa’ .�? Saya sepakat mengenai hal ini, karena memang pacaran itu sendiri tidak jelas definisinya. Cobalah Anda tanya pada beberapa anak SMP atau SMA dari berbagai komunitas dan kelompok. Pasti akan muncul berbagai definisi berbeda mengenai pacaran. Ada yang bilang pacaran itu jalan bareng sama seseorang yang kita cintai dan mencintai kita. Wah berarti jalan bareng sama bapak ibu juga pacaran dong? Yang lain bilang pacaran itu menyepi, ngobrol berduaan dengan kekasih hati. Nah yang ini malah sering dilakukan sama Pak Ustadz dan santri-santrinya saat sepuluh hari terakhir Ramadhan, alias iktikaf. Ada juga yang bilang pacaran itu ketemu dengan orang yang kita cintai, entah rame, entah sepi, pokoknya ketemu trus ngobrol, bertukar pikiran, atau diskusi. Naah… yang ini malah mirip acaranya anak-anak TSC* saban sore tuh! Sementara yang lain bilang pacaran itu jalan bareng, makan, atau nonton, atau shopping di mall bareng kekasih hati. Yaaa… yang ini sih acaranya anak borju, kelaut aje…. So, karena gak ada definisi jelas tentang pacaran, maka hukum pacaran sendiri jadi gak bisa begitu saja diputuskan. Kata Dr. Yusuf Qardhawi jangan mudah mengharamkan sesuatu, apalagi yang belum jelas definisinya. Nah, sekarang coba kita rumuskan definisi umum pacaran, alias akan adakah benang merah yang dapat kita tarik dari timbunan terigu kebingungan kita. Atau tepatnya, kita mencoba mencari irisan dari semua himpunan definisi yang tadi udah kita cari, yang ternyata jumlahnya banyak dan beda-beda semua. Akan saya coba rumuskan bahwa pacaran itu adalah interaksi antara dua orang manusia berbeda jenis kelamin yang saling mencintai sebelum menikah. Karena dari berbagai definisi tadi yang cukup mewakili untuk disebut sebagai irisan adalah kata interaksi, saling mencintai dan berlainan jenis kelamin, serta belum menikah. Atawa kita sebut aja interaksi pra-marital dengan dasar saling ketertarikan atau saling mencintai. Nah dengan definisi ini akan mudah bagi kita untuk mengetahui hukum pacaran itu, atau adakah pacaran yang Islami itu. karena sekali lagi dalam Islam tidak pernah diatur, atau ada dalil yang melarang “pacaran�?. Yang ada dalam Islam adalah aturan-aturan dalam berinteraksi dengan manusia. Bagaimana kita berinteraksi dengan orang tua, dengan teman, guru, Nabi, semua ada aturannya dalam Islam. Interaksi yang sesuai dengan kaidah Islam berati Islami, sementara yang tidak sesuai adalah tidak Islami. Dengan definisi dasar bahwa pacaran itu adalah interaksi dan saling mencintai, maka pacaran secara dasar hukum adalah netral. Karena interaksi dalam Islam itu adalah netral, akan tergantung bentuknya. Sementara tidak ada larangan bagi umat Islam untuk mencintai lawan jenisnya. Dengan demikian sekali lagi pacaran adalah netral, tergantung bagaimana kita melakukannya. Dengan netralnya pacaran, berarti pula ada pacaran yang Islami dan ada pacaran yang tidak Islami. Lebih lanjut lagi jika kita tinjau dari segi asal kata, pacaran berasal dari kata dasar “pacar�?, yang artinya kurang lebih adalah seseorang –lawan jenis tentunya- yang kita cintai namun belum menikah dengan kita. Maka semakin jelaslah bahwa pacaran itu adalah netral. Karena sekali lagi bahwa mencintai seseorang lawan jenis adalah tidak terlarang dalam Islam. Seperti kisah Umar bin Abu Rabi’ah tentang seorang pemuda Arab yang lagi jatuh cinta, yang dilukiskan dengan begitu indah di dalam buku “Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu�?, yang terkenal itu. Baca sendiri dah kisahnya, gak kalah romantis sama kisah Romeo dan Juliet yang fiksi itu. Selanjutnya pula berati pernyataan bahwa tidak ada pacaran Islami, atau tidak ada pacaran dalam Islam itu kurang tepat. Atau lebih tepatnya, adalah sepihak pernyataan yang menyatakan tidak ada pacaran Islami itu, karena setelah kita kaji lebih lanjut, ternyata kata pacaran itu sendiri bersifat netral, seperti halnya seni. Seni dalam Islam adalah netral, tergantung bagaimana kita melakukannya, bisa jadi seni itu haram, ketika seni tersebut tidak sesuai kaidah Islam, namun juga sebaliknya. Namun kemudian muncul pandangan baru yang menyatakan tidak boleh mencintai lawan jenis sebelum menikah! Sebuah pernyataan yang agak naif dan sulit untuk dibenarkan. Selain tidak ada dalil naqli-nya, juga sangat lemah dalam logika manusiawi. Sederhana saja, Nabi memerintahkan kita “Wanita-wanita dinikahi karena kecantikannnya, hartanya, nasabnya, dan agamanya….�? dan seterusnya sampai akhir hadits. Dari potongan hadits tadi dapat kita simpulakn bahwa Nabi menyuruh kita untuk memilih wanita –dalam hal ini untuk pria- yang akan kita nikahi. Apa artinya memilih? Memilih artinya mengunakan kecendrungan –rasa- untuk memutuskan pilihan dari beberapa variabel yang ada. Misalnya saja saat Anda ingin membeli mie ayam, dari sekian banyak warung mie ayam, Anda akan memilih warung yang paling Anda sukai (baca: cintai). Adapun mengapa Anda membuat pilihan itu, akan ada banyak variabel yang membuat Anda menentukan pilihan itu. Misalnya saja karena rasanya enak, warungnya bersih, atau karena penjualnya ramah. Nah akumulasi dari variabel yang Anda jadikan ukuran itu disebut rasa, hasrat, atau cinta. Artinya Anda lebih mencintai untuk makan mie ayam di tempat X ketimbang di tempat lain. Demikian juga dalam memilih pasangan hidup, Andapun akan punya banyak variabel yang menjadi ukuran dalam menentukan pilihan Anda. Misalnya saja, Anda memilih yang cantik –ini pun akan sangat subjektif, misalnya saja cantik menurut Anda adalah yang tinngi, semampai, manja dan imut-imut serta ceria-, yang muslimah, yang kaya, atau yang anak Pak Lurah. Nah akumulasi dari kriteria yang Anda jadikan ukuran inilah yang disebut dasar cinta atau sebab cinta. Anda akan lebih mencintai seorang gadis yang cantik, muslimah, kaya, dan anaknya Pak Lurah, ketimbang gadis lain yang tidak sesuai dengan kriteria Anda ini. Artinya apa? Tidak mungkin Anda memilih seorang istri atau suami tanpa mencintainya terlebih dahulu sebelum menikah! Jika tidak, maka Anda akan segera bercerai! Kisah ini sudah ada di zaman Nabi dahulu. Dimana perceraian rumah tangga seorang sahabat terjadi karena memang sang istri tidak mencintai sang suami. Seperti dalam kisah pernikahan Tsabit bin Qais dengan Habibah binti Sahl yang terpaksa harus berakhir karena Habibah tidak mencintai Tsabit. Dan ini diperkenankan Nabi. Artinya Nabi jelas menginginkan suatu rumah tangga itu dibangun atas dasar saling cinta. Nah untuk mencegah perceraian yang cukup tragis seperti ini perlulah sebuah pernkahan itu dibangun atas dasar saling mencintai. Sebenarnya inti dari resistensi kalangan aktivis yang menolak pendapat saya adalah, bahwa mereka menganggap terobsesi pada seseorang akibat cinta mendalam itu adalah sebuah dosa. Mereka menganggap bahwa mencintai seseorang sampe gak bisa tidur, gak doyan makan, adalah sebuah big sin, dosa gedhe. Alasannya, nanti kalao ibadah ntar jadi gak ikhlas, niatnya karena si yang dicintai itu, bukan karena Allah. Ujung-ujungnya ntar bisa syirik. Whii syerem gitu. Padahal kalau mau jujur, sebenarnya bukan cuma cewek or cowok kita yang bisi bikin niat kita jadi gak bener. Ustadz, babe, nyak, engkong, encing, dosen, murabbi, temen, jamaah di masjid, semua bisa bikin kita punya niat jadi gak lurus. Bahkan anak-anak dan preman yang nongkrong di pinggir jalan dan sering godain kita, saat kita brangkat ke masjid bisa bikin kita jadi brubah niat jadi arogan dan pengen dikatain “Tuh yang ahli surga, kerjanya ke mesjid mulu!�?. Sementara di dalam hati tanpa sadar kita bilang “Ntar loe pade jadi kerak nerake, gare-gare kagak pernah jamaah di masjid, mampus loe!�?. Artinya sale besar kalo menjadikan cinta kita pada kekasih kita menjadi satu-satunya penyebab utama melencengnya niat kita. Sementara itu gak pernah ada yang bingung dan ribut melarang kita punya murabbi, dosen, guru, temen, yang juga bisa bikin niat kita melenceng. Padahal kalau mereka membaca sejarah para sahabat, seharusnya mereka tidak mempunyai pendapat seperti itu, banyak juga para sahabat yang truly, madly, deeply, loving a woman. kita simak lagi sejarahnya Abdullah bin Abu Bakar yang begitu love-nya sama Atikah sehinga saat dipaksa bercerai (yang artinya saat itu Atikah bukan apa-apanya Abdullah, tidak ada ikatan pernikahan) oleh ortunya –yang khawatir Si Abdul jadi over loving her and forget Lord- jadi seperti orgil. Suka ndomblong di depan rumah dengan tatapan kosong, ra doyan maem, bikin syair tentang rindu. Toh gak ada yang nuduh Abdullah jadi rada sesat gara-gara itu. Malah akhirnya mereka dirujukkan kembali, artinya babenya Abdul tidak ngelarang cinta mereka. Ini juga menyangkal anggapan mereka yang mengatakan boleh cinta tapi tidak boleh mengekspresikannya sebelum menikah. Buktinya Abdul juga bikin puisi cinta, dan juga ekspresi sedihnya yang jelas menunjukkan kerinduannya pada sang kekasih hati. Dengar juga komentar sang Pintu Kota Ilmu, Ali bin Abi Thalib, saat pernikahan Atikah dengan Umar bin Khattab. Minta ijin sama si suami tuk sekedar nginjen manten perempuan and bilang, “Wahai wanita yang berada di tempat yang tinggi, aku bersumpah tak akan mengalihkan pandanganku darimu agar kulitku menguning…�? what a love?!! Belum puas? Baca kisah Umar bin Abdul Aziz yang terobsesi pada seorang budak yang cantik, walaupun akhirnya dia mengembalikannya pada keluarganya. Baiknya jangan menjadi orang yang ramutu dan mengingkari fitrah dan mengada-adakan dalil yang ngelarang kita mencintai lawan jenis sebelum menikah. Bahkan Utsman bin Affan pun berkata bahwa dirinya adalah seseorang yang amat suka pada wanita. Mencintai bukanlah sebuah dosa. Dosa itu adalah ketika kita, melakukan khalwat, bersentuhan, berkata-kata dengan menggoda, dan zina itu sendiri. Jangan ghuluw dengan membuat batasan-batasan yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah dan RasulNya. Cukuplah apa yang Allah dan rasulNya berikan. Ikatan hati sebelum nikah bukanlah sebuah dosa. Dosa adalah perbuatan yang melanggar secara hukum fikih, dan dosa urusan Allah dengan hambanya. Ikatan hati selama dalam koridor syariat tiada berdosa. Namun muncul perdebatan lain. Mencintai lawan jenis akan mengalahkan cinta kita kepada Allah. Saya pikir ini sangat subjektif. Namun dapat kita ukur dengan mudah. Caranya? Mudah saja, ketika Anda mencintai seseorang, apa yang menjadi ukuran Anda untuk mencintainya. Misalnya saja Anda mencintai seorang gadis karena dia seorang gadis muslimah dan berjibab, suka mengaji dan berdakwah, santun akhlaknya. Jelaslah bahwa Anda lebih mencintai Allah ketimbang si gadis. Karena yang menjadi ukuran Anda untuk mencintai si gadis adalah ukuran-ukuran yang telah diberikan Allah. Ketika kemudian si gadis menjadi tidak berjilbab, nakal, dan urakan, maka cinta Anda pada si gadis akan luntur, dan Anda akan bilang pada si gadis, “Kalo Loe kagak berubah, kelaut aje….�? karena si gadis sudah tidak lagi sesuai dengan ukuran-ukuran yang Anda jadikan kriteria untuk mencintainya. Jika Anda memang mencintai si gadis lebih dari Allah maka akan mudah saja. Anda akan menerima si gadis apa adanya. Entah dia ndugal, urakan, pakaian mini, gaul bebas, gak peduli! Yang penting saya cinta dia. Naaah kalau sudah begini barulah cinta ini berbahaya, dan harus segera direvisi. Lain lagi dengan seorang teman saya. Dia mencintai seorang gadis namun karena si gadis ternyata baru memenuhi sebagian dari ukuran-ukuran cintanya, maka dia berkata pada saya “Saya tidak bisa mencintainya karena dia belum sesuai dengan ketentuan Tuhan saya.�? Kemudian saya bilang, “Lo, kenapa tidak Kamu buat dia menjadi sesuai dengan syariat Tuhan, ajarin dia dong! Ajak ngaji. Kan Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali dia berusaha mengubahnya.�? Dia balas menjawab, “Saya takut saya mengubahnya bukan karena Tuhan saya tetapi karena saya mencintai dia.�? Kedengarannya teman saya ini benar. Namun coba Anda renungkan lagi, sebenarnya dia berbuat itu untuk siapa? Untuk si gadis atau untuk Tuhan? Saya akan dengan mantap bilang “Jika Anda berusaha mengubah dia agar sesuai dengan syariat Tuhan, maka Anda telah berbuat untuk Tuhan!�? mengapa? Karena apa yang Anda lakukan itu agar dia sesuai dengan kehendak Tuhan arinya jelas-jelas Anda lebih mencintai Tuhan ketimbang si gadis. Jika Anda berbuat itu karena si gadis, buat apa repot-repot mengajak ngaji dan sebagainya. Karena Anda kan segera meneriama si gadis apa adanya. Entah dia sesuai atau tidak dengan aturan Tuhan. Nahhh, setelah tulisan yang panjang dan bertele-tele ini, kembali kita ke judul utama. Ada tidak sih pacaran Islami itu? Saya akan berani menjawab ada! Jadi tidak tepat kalau banyak aktivis dakwah secara “madju tak gentar�? mengkampanyekan anti pacaran. Karena memang yang namanya pacaran itu adalah sesuatu yang netral. Lebih tepat kalau aktivis dakwah mengakampanyekan secara progresif tentang aturan berinteraksi di dalam Islam. Sehingga objek dakwah menjadi lebih tahu, apa sih yang boleh dan apa sih yang tidak boleh. Bukannya menambah kebingungan yang berujung sikap menolak dakwah karena apa yang dikampanyekan tidak jelas dasar hukumnya. Gimana? Setuju? Seandainya Anda tidak setuju maka marilah kita dialogkan, mungkin saja saya banyak kekurangan referensi dan kekhilafan logika. Sesungguhnya segala sesuatu itu kembali pada-Nya. Dan hanya Dia lah Yang Maha Benar, pemilik kebenaran sejati. Kita hanya mencoba mengais setetes kebijaksanaan-Nya di tengah samudera Maha Bijak-Nya. Semoga Tuhan mengampuni semua dosa saya, Anda dan saudara kita semua. And semoga saja tulisan saya ini ada manfaatnya… ciao!!!
http://fauzansa.wordpress.com/2005/11/09/tidak-ada-pacaran-islami-between-myth-and-fact/

Senin, 03 Maret 2014

♥- Dari kondisi LEMAH ke kondisi LEMAH -♥

Sahabat sekalian yang insyaAllah dirahmati Allah.
Beginilah hidup ini, Awalnya lemah dan akhirnya juga lemah

Ketika masih bayi, kita tidak bisa apa-apa, begitu juga ketika kita sudah tua renta, kita tidak bisa apa-apa.
Maka, Janganlah kita terpedaya/tertipu dengan kehidupan dunia yang sementara ini. Dan mohonlah pertolongan Allah dan perlindungan-Nya dari segala tipuan dunia.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. ....” (QS. Al-Hajj ayat 5)

Semoga Allah menjadikan hidup kita senantiasa dalam naungan hidayah, rahmat & ridho-Nya. Serta mewafatkan kita dalam kondisi husnul khatimah. Aamiin.

-Mari terus berbagi KEBAIKAN-


by. Nizzar B
https://www.facebook.com/nizar.bungkul 

※ Memelihara dan Menjaga Shalat ※



Sahabat saudaraku fillah..yang di Rahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang beriman adalah orang yang selalu berusaha melangkah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, beribadah,bekerja,beramal shaleh dan selalu berusaha merintis jalan ke Surga-Nya.

Hidup di zaman sekarang ini,kita dihadapkan berbagai warna kehidupan yang beraneka ragam,yang cendrung kadang berujung tantangan untuk menjaga dan memelihara shalat fardhu lima waktu.

Meskipun demikian dalam situasi apapun,tentunya kita berharap dan mendambakan, bisa di cintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,karena salah satu amal perbuatan baik,agar dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah menjaga dan memelihara Shalat tepat waktu.

Sahabat saudaraku fillah shalat lima waktu adalah kewajiban utama dan terpenting bagi umat Islam,baik laki-laki maupun wanita wajib mengamalkannya.Shalat sebagai pencegah terhadap perbuatan keji dan mungkar,dan penghapus dosa-dosa.

Perumpaan orang-orang yang yang menjaga shalat lima waktu,laksana mengalir sungai didepan pintu rumahnya,kemudian ia mandi setiap hari lima kali,sehingga tidak ada lagi kotoran yang melekat dalam tubuhnya.Sebagaimana diterangkan dalam hadits shahih dibawah ini :

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu”Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda”Bagaimana pendapat kalian jika sekiranya didepan pintu salah seorang diantara kalian,benar-benar mengalir sebuah sungai,lalu ia mandi padanya setiap hari sebanyak lima kali.Adakah masih melekat padanya kotoran/noda?”..

“Jawab para Sahabat”Sama sekali tidak ada sedikitpun kotoran/noda padanya.”kemudian Rasulullah Bersabda”Begitulah perumpamaan shalat yang lima kali itu”Denganya ALLAH berkenan menghapus semua dosanya.”(HR.AnNasa’i,At Tirmidzi,Ibnu Majah dan Ahmad).

※Semoga Manfaat sebagai Renungan buat kita semua,,Selamat menunaikan aktfitas,Saudara-Saudariku Semuanya...


by. Nizzar B
https://www.facebook.com/nizar.bungkul 

Minggu, 02 Maret 2014

Ngerinya Ketika Melintasi Shirathal Mustaqim


Bismillahirrahmaanirrahim,

Pernahkah kita membayangkan menyeberangi sebuah jembatan yang begitu kecil dan tipis seukuran sehelai rambut dibelah tujuh? Begitulah kira-kira kalau kita mengumpamakan Jembatan Shirathal Mustaqim kelak. Sebuah jembatan yang akan menghubungkan Surga dan Neraka.

"Rasulullah SAW mengumpamakan bahwa sifat titian itu adalah lebih tipis daripada rambut dan lebih tajam daripada pedang." (H.R. Ahmad)

Lalu seperti apakah kelak umat manusia dapat melintasinya?
Perjalanan umat manusia di atas Sirathal Mustaqim dapat ditempuh dengan bermacam-macam keadaan.

Hal itu tercermin dari bagaimana mereka menghabiskan semua waktunya saat hidup di dunia. Berikut adalah macam-macam golongan manusia yang melintasinya :

1. Ada golongan yang dapat melintasinya secepat kilat.
2. Ada golongan yang dapat melintasinya seperti tiupan angin.
3. Ada golongan yang dapat melintasinya seperti burung terbang.
4. Ada golongan yang dapat melintasinya seperti kecepatan kuda lomba.
5. Ada golongan yang dapat melintasinya secepat lelaki perkasa.
6. Ada golongan yang dapat melintasinya secepat binatang peliharaan.
7. Ada golongan yang dapat melintasinya dalam jangka waktu sehari semalam.
8. Ada golongan yang dapat melintasinya dalam waktu selama satu bulan.
9. Ada golongan yang dapat melintasinya selama bertahun-tahun.
10. Ada golongan yang dapat melintasinya selama 25 ribu tahun.
11. Ada golongan yang dapat melintasinya dengan tertatih-tatih.
12. Ada golongan yang langsung terjatuh ke jurang api Neraka.

Rasulullah SAW bersabda,"Dan diletakkan sebuah jembatan diatas Neraka Jahannam, lalu aku dan ummatku menjadi orang pertama yang meniti di atasnya. Para Rasul berdoa pada hari itu : "Ya Allah, selamatkan! Selamatkan! Di kanan kirinya ada pengait-pengaitseperti duri pohon Sa’dan. Pernahkah kalian melihat duri pohon Sa'dan?"

Para sahabat menjawab,"Pernah, Ya Rasulullah."

Lalu Rasulullah SAW melanjutkan,"Sesungguhnya pengait itu seperti duri pohon Sa'dan, namun hanya ALLAH yang tahu besarnya. Maka banyak ummat manusia yang disambar dengan pengait itu sesuai dengan amal perbuatannya di dunia."
(H.R. Muslim)

"Suasana pada saat itu sangatlah mengerikan. Suara teriakan, raungan, jeritan meminta tolong, tangisan, dan ketakutan terdengar dari pelbagai arah. Lebih mengerikan suara gemuruh api neraka dari bawah sirath yang siap menelan orang terjatuh ke dalamnya. Tidak henti-henti Rasulullah SAW dan Nabi-Nabi yang lain termasuk juga malaikat berdoa untuk keselamatan manusia :

“Ya Allah, Selamatkan! selamatkan!"

"Ia (jembatan shirath) adalah sebuah jalan yang sangat licin. Dan kaki sulit sekali berdiri di atasnya." (H.R. Muslim)

Bagaimanapun, berhasil tidaknya kita semua saat melintasi Sirath di akhirat ini adalah wujud hasil daripada titian (jalan) hidup yang kita pilih selama tinggal di dunia. Buah dari segala apa yang telah kita perbuat selama hidup di dunia. Barang siapa yang selalu memilih selalu berada di jalan Allah dan senantiasa bepegang teguh dengan syariat Islam, maka sirath di akhirat ini akan mudah dilalui untuk sampai ke Surga. InsyaAllah.

Akan tetapi sebaliknya..
Jika kita jalani hidup penuh dengan kemaksiatan, maka bersiap-siaplahuntuk diterkam api Neraka yang berkobar-kobar panas membara.

Na'udzu Billahi Min Dzalik.

Rabbana Atina Fiddun-ya Hasanah. Wafil Akhirati Hasanah. Waqina 'Adzaban Nar.

Ya Allah..
Tuntunlah kami pada kebaikan di dunia serta kebaikan di akhirat. Dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka.

Aamin


by. Nizar B 
https://www.facebook.com/nizar.bungkul

Senin, 02 Juli 2012

Shalat Lebih Baik Daripada Tidur, Hanya Senilai itu?

Apakah shalat “hanya” lebih baik daripada tidur? Mari kita tanyakan pada diri sendiri. Apabila kita sangat mengantuk karena begitu lelah setelah berbagai aktivitas yang kita lakukan; apakah emas, berlian, perhiasan, uang dan seluruh isi dunia lebih kita pilih daripada tidur? Tentu saja tidak. Hal ini mirip seperti orang yang sedang tenggelam di lautan. Baginya, intan permata tidak ada artinya. Justru ban bekas jauh lebih berharga daripada semua harta kekayaan.

Jadi, shalat tidak hanya lebih baik daripada tidur. Shalat jauh lebih baik daripada seluruh dunia beserta isinya. Shalat mencari kekayaan serta kehidupan hakiki, kenikmatan ukhrawi, surga nan abadi serta perjumpaan dan keridhaan Ilahi Rabbi.

Mengapa bangun untuk melaksanakan shalat Subuh terasa lebih berat? Selain karena kelelahan, ada juga alasan lainnya. Pada saat tidur pulas di waktu malam, setan berusaha untuk meninabobokan kita supaya tetap istirahat. Rasulullah asw. (‘alayhish shalâtu was salâm) bersabda :

يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ : يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ، عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيْلٌ فَارْقُدْ، فَإِنِ اسْتَيْـقَظَ فَذَكَرَ اللهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، وَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَأَصْـبَحَ نَشِيْطًا طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإِلاَّ أَصْـبَحَ خَبِـيْثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ

Setan akan mengikat ujung kepala kalian ketika sedang tidur dengan tiga ikatan. Pada setiap ikatan setan akan dibisikkan, “Kamu masih memiliki malam panjang, maka tidurlah.” Jika engkau bangun dan mengingat Allah, maka akan terlepaslah ikatanmu yang pertama. Apabila engkau kemudian berwudhu, maka akan terlepaslah ikatan kedua. Dan jika engkau melakukan shalat, maka akan terlepaslah ikatanmu yang ketiga. Jika engkau tidak melakukan ketiga hal itu, niscaya hatimu akan menjadi sesat dan malas.
(HR Bukhari dan Muslim)

Berikut ini hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan shalat Subuh, yang memang lebih berat untuk dilaksanakan. Rasulullah saw. bersabda :

يَتَعَاقَبُوْنَ فِيْكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُوْنَ فِيْ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَصَلاَةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِيْنَ بَاتُوْا فِيْكُمْ فَيَسْـأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِيْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ

Malaikat-malaikat malam hari dan malaikat-malaikat siang hari silih berganti mengawasi kalian, dan mereka berkumpul pada saat shalat Subuh dan shalat Ashar, kemudian malaikat-malaikat yang mengawasi kalian semalam suntuk naik (ke langit). Allah menanyakan kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui dari mereka, “Dalam keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?” Mereka menjawab, “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan mengerjakan shalat, dan kami datangi mereka dalam keadaan mengerjakan shalat pula.”
(HR Bukhari, Muslim dan an-Nasa’i)

Jabir bin Abdullah al-Bajalli berkata, “Kami berada di samping Nabi saw. pada suatu malam, maka Nabi melihat bulan purnama sambil berkata,

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَتَضَامُّوْنَ فِيْ رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اسْـتَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوْا عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوْبِهَا فَافْعَلُوْا

“Kalian akan melihat Tuhan sebagaimana kalian melihat bulan ini, tidak silau karena melihatnya. Maka sebisa mungkin, jangan sampai dikalahkan untuk shalat sebelum terbit matahari (Subuh) dan sebelum terbenamnya (Ashar). Cepatlah kamu kerjakan!”
(HR Bukhari dan Muslim)

Utsman bin Affan ra. menuturkan, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda,

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِيْ جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِيْ جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلِ كُلَّهُ

“Siapa yang shalat Isya’ berjamaah, seolah-olah bangun setengah malam (seperti shalat separuh malam). Siapa yang shalat Subuh berjamaah, maka bagaikan shalat semalam penuh.”
(HR Muslim)

Bahkan, Nabi saw. menyatakan bahwa dua rakaat sebelum Subuh (shalat sunnah Qabliyah Subuh) nilainya lebih baik daripada dunia dan semua yang ada di dalamnya.

رَكْعَتَا اْلفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

Dua rakaat shalat sunnah Subuh lebih baik daripada dunia dan semua yang ada di dalamnya.
(HR Muslim, Tirmidzi dan Ahmad)

Maksud hadits tersebut yaitu seandainya kita memiliki semua yang ada di dunia ini kemudian menyedekahkannya, maka nilainya tidak akan sama dengan shalat Qabliyah Subuh. Oleh karena begitu besarnya nilai shalat ini, para ulama menasihatkan agar kita tidak meninggalkannya. Walaupun kita shalat Subuh sendirian di rumah, janganlah kita lupakan shalat sunnah ini.

Kalau keutamaan shalat sunnah Qabliyah Subuh saja seperti itu, bagaimana dengan shalat fardhu Subuh? Tentu kita bisa mengkalkulasi sendiri sebesar apa keutamaannya.

Agar senantiasa bisa berbakti kepada-Nya, marilah kita bersama-sama berdoa kepada Allah :

رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلـٰوةِ وَمِنْ ذُرِيَّتِيْ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاۤءِ

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan keturunanku orang yang mendirikan shalat (sujud menyembah Engkau). Ya Tuhan kami, perkenankanlah permohonan kami ini.
(QS Ibrâhîm [14] : 40)

Daftar Pustaka :
  • A. Hassan, “Tarjamah Bulughul Maram”, Penerbit Diponegoro, Cetakan XXIII, Oktober 1999
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
  • Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Hâfizh, “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm”
  • Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâniy
     

اَلصَّـلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ

Seorang teman bertanya, “Pada saat adzan Subuh, ada seruan bahwa shalat lebih baik daripada tidur. Kenapa begitu, ya? Kenapa nilai shalat hanya lebih baik daripada tidur? Kalau begitu, rendah sekali ternyata nilai shalat itu.”



Senang sekali rasanya mengetahui bahwa saat ini semua orang semakin kritis. Hal yang dulu hanya diterima sebagai teori, bahkan sebagian orang mengatakan dogma, saat ini sudah diimplementasikan dalam tataran akal. Alhamdulillâh. Bukankah akal memang diciptakan untuk mengokohkan iman? Namun, jangan lupa, iman harus tertanam dulu, baru kemudian akal menguatkannya.
Sebelum kita bahas pertanyaan tersebut, marilah kita ingat lagi asal mula kalimat adzan seperti yang sering kita dengar, barangkali kita sudah melupakannya. Maklum, bukankah manusia itu tempat salah dan lupa? Setelah itu kita bahas mengapa hanya adzan Subuh yang ada tambahan kalimat tersebut. Terakhir, marilah kita lihat apakah nilai shalat “hanya” lebih baik daripada tidur, seperti kata teman penulis tadi.
Di kitab “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm” terdapat hadits ke-190 yang menerangkan tentang adzan dan iqamah. Pada masa-masa awah hijrah, kaum muslimin bermusyawarah tentang bagaimana cara memanggil orang untuk shalat berjamaah lima waktu. Ada yang usul agar membunyikan lonceng. Namun pendapat ini tidak disetujui karena cara tersebut digunakan oleh orang Nasrani. Pendapat lain mengusulkan agar ditiup terompet, namun ditolak juga karena cara ini dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Ada yang usul dengan kalimat “ash-Shalâh ash-Shalâh”, dan dipilihlah kalimat ini sebagai seruan untuk shalat. Ada juga riwayat yang menyatakan beberapa kalimat lain untuk ajakan shalat.

Suatu malam Sahabat Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbah ra. bermimpi bertemu seseorang yang mengajarkan cara adzan dan iqamah. Keesokan paginya, Abdullah bin Zaid datang kepada Rasulullah saw. dan menceritakan mimpinya. Rasulullah bersabda,

إِنَّهَا لَرُؤْياَ حَقٍّ

“Sesungguhnya (yang demikian) itu mimpi yang benar.”
(HR Ahmad dan Abu Daud, disahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah)
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Umar bin Khattab juga bermimpi yang sama. Akhirnya adzanlah yang digunakan untuk memanggil umat Islam dalam rangka menunaikan shalat berjamaah. Adzan adalah sebuah seruan yang membahana, menggema di angkasa dan memenuhi seluruh pelosok.

Adapun lafadzh adzan sebagaimana yang kita dengar selama ini. Sedangkan lafazh iqamah, ada perbedaan mengenai jumlah bilangan takbir. Sebuah riwayat dua kali, di riwayat yang lain satu kali. Semuanya benar, jadi tidak perlu diperselisihkan.

Untuk shalat Subuh disunnahkan dua kali adzan. Adzan pertama dikumandangkan sebelum waktu Subuh yang berfungsi membangunkan orang tidur. Adzan kedua ketika sudah masuk waktu Subuh yang berfungsi mengajak orang mengerjakan shalat.

Di kitab “I‘ânah ath-Thâlibîn” terdapat penjelasan tentang tambahan kalimat “Ash-Shalâtu khayrum minan nawm”, yang disebut dengan tatswîb. Sahabat Bilal pernah mengumandangkan adzan Subuh, kemudian dikabarkan kepadanya bahwa Nabi saw. sedang tidur, lalu Bilal menambahkan lafazh :

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. اَلصَّـلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ

Semoga salam, rahmat dan barakah dari Allah tetap atasmu wahai Nabi. (Pahala) shalat lebih baik daripada (kelezatan) tidur.
Nabi Muhammad saw. bersabda :

اِجْعَلْهُ فىِ تَأْذِيْنِكَ لِلصُّبْحِ

Jadikanlah tatswîb itu pada adzan Subuhmu.

Ada juga yang mengatakan bahwa Bilal menambahnya karena saat itu banyak sahabat yang belum bangun, diakibatkan kelelahan yang sangat sehabis berperang. Wallâhu a‘lam.

Disunnahkan tatswîb sebanyak dua kali setelah hayya ‘alal falâh berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dengan jalur perawi yang baik. Hal ini dinyatakan dalam kitab “Syarah al-Muhadzdzab”. Kesunnahan tersebut berlaku untuk adzan sebelum Subuh maupun saat Subuh, meskipun penduduk Mekah menentukan tatswîb ini untuk adzan kedua saja dengan tujuan untuk membedakan dengan adzan pertama.

Apa pun riwayat yang kita jadikan dasar, tidur malam memang begitu nikmat sehabis melakukan aktivitas yang sangat melelahkan. Memang, ada sebagian dari kita yang aktivitasnya tidak terlalu berat, sehingga tidurnya cukup. Namun, sebagian dari kita yang lain mempunyai aktivitas yang sangat padat, sehingga tidur malam adalah jeda untuk melepas penat dan letih. Pada masa Rasulullah, aktivitas harian para sahabat tidak seperti kita, yaitu belajar, bekerja dan bermasyarakat. Kadang kala mereka harus berperang untuk menegakkan agama Allah. Bukankah hal itu sangat menguras tenaga?

Tambahan kalimat tatswîb tercantum juga di kitab “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm” hadits ke-191 yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Khuzaimah.

اَلصَّـلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ

Shalat itu lebih baik daripada tidur.

Adapun cara menjawabnya, Rasulullah mengajarkan :

صَـدَقْتَ وَبَرَرْتَ وَاَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِـدِيْنَ

Engkau benar, engkau telah berbuat baik, dan aku termasuk golongan orang-orang yang menyaksikan.