Minggu, 06 Juli 2014

Pak Prabowo, Kami Memilih Anda, Tapi..

oleh Salim A. Fillah dalam Rajutan Makna. 05/07/2014


 Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi sungguh orang yang jauh lebih mulia daripada kita semua, Abu Bakr Ash Shiddiq, pernah mengatakan, “Saya telah dipilih untuk memimpin kalian, padahal saya bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Dan kalau anda sekalian melihat saya salah, maka luruskanlah.”

Maka yang kami harapkan pertama kali dari Anda, Pak Prabowo, adalah sebuah kesadaran bahwa Anda bukan pahlawan tunggal dalam masa depan negeri ini. Barangkali memang pendukung Anda ada yang menganggap Andalah orang terbaik. Tetapi sebagian yang lain hanya menganggap Anda adalah sosok yang sedang tepat untuk saat ini. Sebagian yang lainnya lagi menganggap Anda adalah “yang lebih ringan di antara dua madharat”.

Tentu saja, mereka yang tidak memiliih Anda menganggap Anda bukan yang terbaik, tidak tepat, dan juga berbahaya.

Dan jika Anda, Pak Prabowo, nantinya terpilih menjadi Presiden, maka mereka semua akan menjadi rakyat yang dibebankan kepada pundak Anda tanggungjawabnya di hadapan Allah. Maka kami berbahagia ketika Anda berulang kali berkata di berbagai kesempatan, “Jangan mau dipecah belah. Jangan mau saling membenci. Kalau orang lain menghina kita, kita serahkan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Maha Besar.”

Dan Anda juga harus menyadari bahwa barangsiapa merasa jumawa dengan kekuasaan, maka beban kepemimpinan itu akan Allah pikulkan sepelik-peliknya di dunia, dan tanggungjawabnya akan Dia jadikan penyesalan serta siksa di akhirat. Adapun pemimpin yang takut kepada Allah, maka Dia jadikan manusia taat kepadanya, dan Dia menolong pemimpin itu dalam mengemban amanahnya.

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi sungguh orang yang jauh lebih perkasa daripada kita semua, ‘Umar ibn Al Khaththab, pernah mengatakan, “Seandainya tidaklah didorong oleh harapan bahwa saya akan menjadi orang yang terbaik di antara kalian dalam memimpin kalian, orang yang terkuat bagi kalian dalam melayani keperluan-keperluan kalian, dan orang yang paling teguh mengurusi urusan-urusan kalian, tidaklah saya sudi menerima jabatan ini. Sungguh berat bagi Umar, menunggu datangnya saat perhitungan.”

Maka yang kami harapkan berikutnya dari Anda, Pak Prabowo, adalah sebuah cita-cita yang menyala untuk menjadi pelayan bagi rakyat Indonesia.  Sebuah tekad besar, yang memang selama ini sudah kami lihat dari kata-kata Anda. Dan sungguh, kami berharap, ia diikuti kegentaran dalam hati, seperti ‘Umar, tentang beratnya tanggungjawab kelak ketika seperempat milyar manusia Indonesia ini berdiri di hadapan pengadilan Allah untuk menjadi penggugat dan Anda adalah terdakwa tunggal bila tidak amanah, sedangkan entah ada atau tidak yang sudi jadi pembela.

Pak Prabowo, jangankan yang tak mendukung Anda, di antara pemilih Andapun ada yang masih meragukan Anda karena catatan masa lalu. Saya hendak membesarkan hati Anda, bahwa ‘Umar pun pernah diragukan oleh para tokoh sahabat ketika dinominasikan oleh Abu Bakr sebab dia dianggap keras, kasar, dan menakutkan. Tapi Anda bukan ‘Umar. Usaha Anda untuk meyakinkan kami bahwa kelak ketika terpilih akan berlaku penuh kasih kepada yang Anda pimpin harus lebih keras daripada ‘Umar.

Pak Prabowo, kami memilih Anda karena kami tahu, seseorang tak selalu bisa dinilai dari rekam jejaknya. ‘Umar yang dahulu ingin membunuh Nabi, kini berbaring mesra di sampingnya. Khalid yang dahulu panglima kebatilan, belakangan dijuluki ‘Pedang Allah’. Tapi Anda bukan ‘Umar. Tapi Anda bukan Khalid. Usaha Anda untuk berubah terus menjadi insan yang lebih baik daripada masa lalu Anda akan terus kami tuntut dan nantikan. Ya, maaf dan dukungan justru dari orang-orang yang diisukan pernah Anda ‘culik’ menjadi modal awal kepercayaan kami kepada Anda.

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi orang yang jauh lebih dermawan daripada kita semua, ‘Utsman ibn ‘Affan, pernah mengatakan, “Ketahuilah bahwa kalian berhak menuntut aku mengenai tiga hal, selain kitab Allah dan Sunnah Nabi; yaitu agar aku mengikuti apa yang telah dilakukan oleh para pemimpin sebelumku dalam hal-hal yang telah kalian sepakati sebagai kebaikan, membuat kebiasaan baru yang lebih baik lagi layak bagi ahli kebajikan, dan mencegah diriku bertindak atas kalian, kecuali dalam hal-hal yang kalian sendiri menyebabkannya.”

Ummat Islam amat besar pengorbanannya dalam perjuangan kemerdekaan negeri ini. Pun demikian, sejarah juga menyaksikan mereka banyak mengalah dalam soal-soal asasi kenegaraan Indonesia. Cita-cita untuk mengamalkan agama dalam hidup berbangsa rasanya masih jauh dari terwujud.

Tetapi para bapak bangsa, telah menitipkan amanah Maqashid Asy Syari’ah (tujuan diturunkannya syari’at) yang paling pokok untuk menjadi dasar negara ini. Lima hal itu; pertama adalah Hifzhud Diin (Menjaga Agama) yang disederhanakan dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua Hifzhun Nafs (Menjaga Jiwa) yang diejawantahkan dalam sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ketiga Hifzhun Nasl (Menjaga Kelangsungan) yang diringkas dalam sila Persatuan Indonesia. Keempat Hifzhul ‘Aql (Menjaga Akal) yang diwujudkan dalam sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Dan kelima, Hifzhul Maal (Menjaga Kekayaan) yang diterjemahkan dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Pak Prabowo, kami memilih Anda sebab kami berharap Anda akan melaksanakan setidak-tidaknya kelima hal tersebut; menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kelangsungan, menjaga akal, dan menjaga kekayaan; dengan segala perwujudannya dalam kemaslahatan bagi rakyat Indonesia. Kami memilih Anda ketika di seberang sana, ada wacana semisal menghapus kolom agama di KTP, melarang perda syari’ah, mengesahkan perkawinan sejenis, mencabut tata izin pendirian rumah ibadah, pengalaman masa lalu penjualan asset-aset bangsa, lisan-lisan yang belepotan pelecehan kepada agama Allah, hingga purna-prajurit yang tangannya berlumuran darah ummat.

Pak Prabowo, seperti ‘Utsman, jadilah pemimpin pelaksana ungkapan yang amat dikenal di kalangan Nahdlatul ‘Ulama, “Al Muhafazhatu ‘Alal Qadimish Shalih, wal Akhdzu bil Jadidil Ashlah.. Memelihara nilai-nilai lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik.”

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi orang yang lebih zuhud daripada kita semua, ‘Ali ibn Abi Thalib, pernah mengatakan, “Barangsiapa mengangkat dirinya sebagai pemimpin, hendaknya dia mulai mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang lain. Dan hendaknya ia mendidik dirinya sendiri dengan cara memperbaiki tingkah lakunya sebelum mendidik orang lain dengan ucapan lisannya. Orang yang menjadi pendidik bagi dirinya sendiri lebih patut dihormati ketimbang yang mengajari orang lain.”

Pak Prabowo, hal yang paling hilang dari bangsa ini selama beberapa dasawarsa yang kita lalui adalah keteladanan para pemimpin. Kami semua rindu pada perilaku-perilaku luhur terpuji yang mengiringi tingginya kedudukan. Kami tahu setiap manusia punya keterbatasan, pun juga Anda Pak. Tapi percayalah, satu tindakan adil seorang pemimpin bisa memberi rasa aman pada berjuta hati, satu ucapan jujur seorang pemimpin bisa memberi ketenangan pada berjuta jiwa, satu gaya hidup sederhana seorang pemimpin bisa menggerakkan berjuta manusia.

Pak Prabowo, kami memilih Anda sebab kami tahu, kendali sebuah bangsa takkan dapat dihela oleh satu sosok saja. Maka kami menyeksamai sesiapa yang ada bersama Anda. Lihatlah betapa banyak ‘Ulama yang tegak mendukung dan tunduk mendoakan Anda. Balaslah dengan penghormatan pada ilmu dan nasehat mereka. Lihatlah betapa banyak kaum cendikia yang berdiri memilih Anda, tanpa bayaran teguh membela. Lihatlah kaum muda, bahkan para mahasiswa.

Didiklah diri Anda, belajarlah dari mereka; hingga Anda kelak menjelma apa yang disampaikan Nabi, “Sebaik-baik pemimpin adalah yang kalian mencintainya dan dia mencintai kalian. Yang kalian doakan dan dia mendoakan kalian.”

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi orang yang lebih adil daripada kita semua, ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz, pernah mengatakan, “Saudara-saudara, barangsiapa menyertai kami maka silahkan menyertai kami dengan lima syarat, jika tidak maka silahkan meninggalkan kami; yakni, menyampaikan kepada kami keperluan orang-orang yang tidak dapat menyampaikannya, membantu kami atas kebaikan dengan upayanya, menunjuki kami dari kebaikan kepada apa yang kami tidak dapat menuju kepadanya, dan jangan menggunjingkan rakyat di hadapan kami, serta jangan membuat-buat hal yang tidak berguna.”

Sungguh karena pidato pertamanya ini para penyair pemuja dan pejabat penjilat menghilang dari sisi ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz, lalu tinggallah bersamanya para ‘ulama, cendikia, dan para zuhud. Bersama merekalah ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz mewujudkan pemerintahan yang keadilannya dirasakan di segala penjuru, sampai serigalapun enggal memangsa domba. Pak Prabowo, sekali lagi, kami memilih Anda bukan semata karena diri pribadi Anda. Maka pilihlah untuk membantu urusan Anda nanti, orang-orang yang akan meringankan hisab Anda di akhirat.

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi kalaupun Anda tidak terpilih, kami yakin, pengabdian tak memerlukan jabatan. Tetaplah bekerja untuk Indonesia dengan segala yang Anda bisa, sejauh yang Anda mampu.

Sungguh Anda terpilih ataupun tidak, kami sama was-wasnya. Bahkan mungkin, rasa-rasanya, lebih was-was jika Anda terpilih. Kami tidak tahu hal yang gaib. Kami tidak tahu yang disembunyikan oleh hati. Kami tidak tahu masa depan. Kami hanya memilih Anda berdasarkan pandangan lahiriyah yang sering tertipu, disertai istikharah kami yang sepertinya kurang bermutu.

Mungkin jika Anda terpilih nanti, urusan kami tak selesai sampai di situ. Bahkan kami juga akan makin sibuk. Sibuk mendoakan Anda. Sibuk mengingatkan Anda tentang janji Anda. Sibuk memberi masukan demi kemaslahatan. Sibuk meluruskan Anda jika bengkok. Sibuk menuntut Anda jika berkelit.

Inilah kami. Kami memilih Anda Pak Prabowo, tapi..

Tapi sebagai penutup tulisan ini, mari mengenang ketika Khalifah ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz meminta nasehat kepada Imam Hasan Al Bashri terkait amanah yang baru diembannya. Maka Sang Imam menulis sebuah surat ringkas. Pesan yang disampaikannya, ingin juga kami sampaikan pada Anda, Pak Prabowo. Bunyi nasehat itu adalah, “Amma bakdu. Durhakailah hawa nafsumu! Wassalam.”

doa kami,

hamba Allah yang tertawan dosanya, warga negara Republik Indonesia
http://salimafillah.com/pak-prabowo-kami-memilih-anda-tapi/

Selasa, 10 Juni 2014

KECERDASAN ANAK BANGSA DIUJI... AKAN KAH KITA MEMILIH "PEMIMPIN YANG AKAN BEKERJA" ATAU "PEKERJA YANG AKAN MEMIMPIN"?

Catatan kecil & Analisa awal atas debat pertama adalah sebagai berikut:
1. Layaknya seorang pemimpin, maka dia akan bersikukuh mempertahankan Visi & Misi yang menjadi kerangka kerja yang akan dilaksanakannya. Layaknya seorang decision maker di dalam sebuah perusahaan/organisasi, yang mana Visi & Misi yang akan dilakukan dituangkan kedalam sebuah proposal kerja/bisnis. PH menggambarkan sisi ini. 
Sangat kontras dengan JJ yang lebih mengokohkan existensi pengalaman kerjanya. Kalau pemaparan pengalaman kerja yang dikuatkan, tipikal seperti ini tidak ada bedanya dengan tipikal "pencari kerja" yang mana di saat adanya interview pekerjaan, orang ini akan meyakinkan interviewer terhadap existensi pengalaman kerjanya yang terpapar di dalam CV.
Kesimpulan pertama ini yang menjadi dasar dari Judul tsb diatas.

2. Gambaran terhadap rasa tanggung jawab. 
Diseluruh sesi debat, mulai dari sesi pertama sampai sesi ke-6, yang tergambar sebagai pemimpin selalu berusaha semaksimal mungkin melakukan pemaparan konsepnya karena seorang pemimpin harus tau betul apa yang akan dilakukannya, namun yang lebih penting adalah rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap idealisme yang dituangkan dalam sebuah konsep kerja tersebut. Kita melihat ini di sisi Prabowo, dimana beliau terlihat dominan dalam memberikan gambaran dibandingkan Hatta. Bagi orang2 yang berpikiran picik, dominasi ini akan dinilai sebagai arogansi. Namun bagi orang yang mengerti tentang "leadership", maka orang akan berpikir inilah seorang leader yang akan selalu berada di depan untuk mempertanggungjawabkan apa yang dicanangkannya. Kata kasarnya: gak bakalan anak buahnya dijadiin tumbal...
Kontradiktif sekali dengan Jokowi (safety player), dimana justru Jokowi lebih banyak melempar bola ke JK (bahkan bola panas sekalipun). Tentu arti dari gambaran ini adalah kebalikan dari gambaran yang ada di Prabowo, ini adalah tipikal pemimpin yang akan mencari selamat dan tidak akan segan2 menjadikan anak buah sebagai tumbal. Dikhawatirkan nanti orang seperti ini akan menyalahkan semua pihak jika terjadi kegagalan dalam pencapaian misi & visinya, bahkan menyalahkan juga orang yang mendelegasikannya. 
Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan dari prilaku Capres selama debat, dimana Jokowi selalu lempar ke JK dalam memberikan tanggapan, jadinya gak clear apa tanggapan jokowinyaa.

3. Seorang pemimpin layaknya adalah seorang konseptor yang memiliki pemahaman yang mendalam terhadap apa konsep kerja yang akan dilaksanakan. Sehingga seorang pemimpin dengan minim guidance (artinya contekan) dapat memaparkan dengan sangat jelas mengenai konsep kerja yang telah disusunnya bersama tim, tentunya akan dapat menjawab dengan jelas pertanyaan dan tantangan terhadap visi & misi yang tertuang didalam konsep kerja tsb.
Kalau tipikal pekerja, tentunya akan sangat sulit menjawab pertanyaan & tantangan yang dilontarkan terhadap visi & misi yang dituangkannya bersama timnya didalam sebuah konsep kerja. Kembali lagi, orang seperti ini akan cenderung melemparkan bola kepada anak buah atau timnya. (IQ pengaruh juga siiih.. hehehe)
Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan terhadap jawaban & cara menjawab capres terhadap pertanyaan2 moderator mengenai visi & misi capres dikaitkan dengan kondisi existing (ttg: keberanian evaluasi secara kritis terhadap kinerja incumbent, melanjutkan program kerja incumbent yang belum selesai, agenda penegakkan hukum, biaya demokrasi yang besar yang menjadi trigger utama korupsi, polemik yang muncul dari ke-bhineka-an, dll).

4. Pemimpin harus patuh & taat terhadap konstitusi, peraturan & per undang-undangan. Tidak hanya visi & misinya yang harus selaras dengan tiga hal tsb, namun dari tindak tanduk serta cara pengambilan keputusan pun harus menggambarkan keselarasannya. Hal ini tergambar dalam solusi yang diberikan oleh Prabowo saat dipertanyakan mengenai penyelesaian konflik interest yang pasti akan muncul. Prabowo melakukan pemaparan yang sistematis dengan logik kausalitas, dan tidak lupa menelaah skala prioritas kemudian menyelaraskan keputusan yang akan dilaksanakan dengan peraturan & perundang2an tanpa mengabaikan opini publik. 
Kontras dengan Jokowi, dimana beliau ini terlalu spontan dalam memberikan solusi. Jika dipraktekkan tentunya ada dampak2 yang sangat menghawatirkan bahkan merugikan. Contohnya solusi politik anggaran. 

Demikian hasil pengamatan saya tadi malam. Semoga hasil pengamatan saya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jumat, 09 Mei 2014

Korban "Penculikan" Prabowo Tahun 1998

Sebetulnya aparat keamanan berhak menangkap dan mengamankan orang-orang yang dianggap membahayakan keamanan negara. Bagi yang pernah menonton film James Bond tentu tahu seorang Agen Rahasia / Agen Pemerintah itu mendapat "License to Kill" (Izin untuk Membunuh). Mereka berhak membunuh pengkhianat yang bisa membahayakan keselamatan negara. Tentu saja berdasarkan perintah atasannya.
Tahun 1998 saat usaha pelengseran Soeharto juga begitu. Ada massa yang ingin menjatuhkan Soeharto, sebaliknya selain polisi dan tentara yang mendukung pemerintah, ada juga massa Soeharto yang mendukung Soeharto. Jika kita lihat upaya pergantian presiden di Libya, Suriah, bahkan Mesir, itu menimbulkan korban 5000 orang di Mesir, 30.000 orang di Libya padahal penduduk Libya cuma 6 juta, dan 150 ribu orang di Suriah padahal penduduk Suriah 22 juta jiwa. Di Indonesia tahun 1965 saat pemberontakan G30 S PKI korban yang jatuh 1 juta orang. Waktu peperangannya pun ada yang sampai 3 tahun lebih.
Beruntunglah Indonesia karena jumlah korban kurang dari 500 orang dan kerusuhan hanya 3 hari saja. Itu artinya meski ada korban jatuh, aparat keamanan kita sudah bertindak profesional. Minimal lebih profesional daripada rekan2 mereka di Mesir, Libya, dan Suriah.
Ada 3 tahap penculikan di tahun 1998 oleh 3 tim yang berbeda. Penculikan pertama dan ketiga dilakukan oleh non Kopassus. Tidak ada korban yang ditemukan selamat. Sebaliknya 9 orang yang "diamankan" oleh Kopassus, semuanya kembali dengan selamat.
Bahkan 4 dari 9 korban penculikan seperti Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Aan Rusdiansyah dan Desmond J Mahesa justru jadi Caleg dan bergabung ke Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto. Pius menyatakan Prabowo tidak bersalah:

Pernah Diculik, Pius: Prabowo Tak Bersalah http://www.tempo.co/read/news/2013/10/28/078525234/Pernah-Diculik-Pius-Prabowo-Tak-Bersalah
http://infoindonesiakita.com/2014/04/03/prabowo-dan-isyu-penculikan-dan-kerusuhan-mei-1998/
Andi Arief yang sekarang jadi staf khusus SBY bahkan tidak pernah mempersoalkan masalah penculikan. Dia justru mempermasalahkan anggaran ganda yang terjadi di masa pemerintahan Jokowi-Ahok:

Andi Arief: Berhentilah Bersandiwara, Jokowi-Ahok!http://politik.rmol.co/read/2014/04/26/152811/Andi-Arief:-Berhentilah-Bersandiwara,-Jokowi-Ahok!-
Haryanto Taslam bahkan meminta agar Pansus Orang Hilang dibubarkan saja. Karena lebih kental nuansa politisnya ketimbang mencari kebenaran.
Haryanto Taslam: Bubarkan Pansus Orang Hilang!
http://tekno.kompas.com/read/2008/10/22/13465527/haryanto.taslam.bubarkan.pansus.orang.hilang

Jadi jika para korban menganggap Prabowo tidak bersalah, bahkan ada yang meminta pansus orang hilang dibubarkan, kenapa orang lain justru berteriak-teriak agar Prabowo disidangkan untuk kasus yang terjadi tahun 1998? Kenapa Megawati saat jadi Presiden tahun 2001-2004 tidak mengadili Prabowo? Kenapa Megawati dan PDIP mendukung Prabowo sebagai Cawapres Megawati di tahun 2009 jika memang Prabowo bersalah dalam penculikan tahun 1998?

Justru 9 "korban penculikan" yang diamankan Prabowo bersyukur karena mereka masih hidup dan bisa jadi pejabat sekarang. Sebab jika yang menculiknya tim lain, bisa jadi mereka hilang secara permanen sebagaimana Wiji Thukul, Deddy Hamdun, Petrus Bima Anugrah, dsb.


Karena bersikap "lembek" seperti tidak menghilangkan korban penculikan secara permanen, membiarkan demonstran masuk gedung MPR dan tidak menembakinya, serta menyarankan Soeharto mundur itulah akhirnya Prabowo dicap sebagai "Pengkhianat Keluarga Cendana" dan dipecat sebagai menantu Soeharto. Itulah sebabnya Prabowo diceraikan secara paksa dari istrinya Titiek Prabowo, Sebagian orang menganggap Prabowo tidak becus membina keluarga karena ini.
Itulah sebabnya mungkin Gus Dur yang dikenal sebagai pendekar HAM justru mendukung Prabowo. Demikian pula Emha Ainun Najib, Bondan Winarno, dsb.

Gus Dur Dukung PrabowoGus Dur: "Sekarang saya perkenalkan Mas Bowo kepada warga PKB. Saya minta warga PKB memilih Gerindra dan Mas Bowo,"http://nasional.kompas.com/read/2009/03/14/1602566/gus.dur.dukung.prabowo

 Satu lagi aktivis korban penculikan nyaleg lewat Gerindra
Merdeka.com - Satu lagi korban penculikan aktivis pada 1998 mencalonkan diri sebagai anggota DPR lewat Partai Gerindra. Dia adalah Aan Rusdianto, mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Aan maju di Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX dengan nomor urut 2. Jika Aan lolos ke Senayan, ini akan menambah daftar para korban penculikan masuk Gerindra. Sebelumnya, sudah ada Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang dan Desmond J Mahesa.
Sama dengan pencalegan Pius dan Desmond pada Pemilu 2009, langkah Aan menjajal peruntungan ke Senayan lewat Gerindra di Pemilu 2014 juga menuai banyak kritik. Sebab, mereka masuk partai yang dibina oleh Prabowo Subianto.
http://www.merdeka.com/politik/satu-lagi-aktivis-korban-penculikan-nyaleg-lewat-gerindra.html
http://infozaman.blogspot.com/2014/04/3-fitnah-panasbung-jokowi-ke-prabowo-di.html

Desmond J. Mahesa, pernah diculik pada Februari 1998.
Kini, ia bergabung dengan Partai Gerindra pimpinan Prabowo Subianto.
http://berita.plasa.msn.com/foto-pernah-diculik-lalu-terjun-ke-politik?page=6

Haryanto Taslam: Bubarkan Pansus Orang Hilang!
Mantan politisi PDIP yang pernah menjadi korban penculikan dan penyekapan, Haryanto Taslam, mengatakan dibentuk dan diaktifkannya kembali Pansus Penghilangan Orang secara Paksa sebagai bagian dari manuver politik.

Keputusan DPR untuk 'mempekerjakan' kembali pansus yang dipimpin Effendi Simbolon menjelang Pemilu 2009, lebih kental dengan nuansa politis dibandingkan penegakan hukum yang terkatung-katung.
http://tekno.kompas.com/read/2008/10/22/13465527/haryanto.taslam.bubarkan.pansus.orang.hilang


Andi Arief: Berhentilah Bersandiwara, Jokowi-Ahok!
"Berhentilah sandiwara Jokowi-Ahok, secara perlahan perlawanan terhadap kebohongan mulai terjadi dan bisa meluas. Karena pekerja Cyber komersial di gedung Mayapada milik pengusaha Tahir sudah tidak kuasa melawan fakta," sebut Andi.
http://politik.rmol.co/read/2014/04/26/152811/Andi-Arief:-Berhentilah-Bersandiwara,-Jokowi-Ahok!-
Faisol Reza jadi staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar.
http://berita.plasa.msn.com/foto-pernah-diculik-lalu-terjun-ke-politik?page=4

Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.

Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.[1]

Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.

Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief.

Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser. Mereka berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.[2]
http://id.wikipedia.org/wiki/Penculikan_aktivis_1997/1998

Diskusi di Kaskus:
http://www.kaskus.co.id/post/5367279f6c07e7070e8b46c2#post5367279f6c07e7070e8b46c2
Untuk membungkam fitnah tentang penculikan tahun 1998, harusnya dibuat video kesaksian para korban selama @ 1-2 menit oleh Pius Lustrilanang, Desmond, Haryanto Taslam, dan Aan Rusdianto. Jika perlu dari orang2 non Gerindra seperti Faisol Reza dan Andi Arief. Upload ke Youtube. Jangan lupa buat video gabungan dari kesaksian tsb. Jelaskan pula bahwa penculikan tsb terjadi atas perintah Soeharto untuk mencari jaringan pelaku Bom di Rusun Tanah Tinggi.

Kamis, 01 Mei 2014

Pilih Pemimpin yang Visioner atau Televisioner



 Pidato Prabowo Subianto Pada Perimgatan Hari Buruh Internasional May Day Fiesta di GBK Jakarta 1 Mei 2014.



Saudara-saudaraku, anggota Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dari seluruh penjuru negeri. Apa kabar saudara?

Saya terjun ke politik, karena saya ingin turut serta mewujudkan apa-apa saja yang menjadi cita-cita bersama kita.

Saudara-saudara berkumpul disini, karena saudara sama seperti saya: Saudara ingin turut mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama kita.

“No man is completely whole before he becomes a part of a cause greater than himself.” Kita belum utuh menjadi seorang manusia, sebelum kita menjadi bagian dari perjuangan yang lebih besar dari diri kita sendiri.

Cita-cita kita sederhana. Setiap laki-laki ingin pekerjaan yang baik, upah yang cukup. Sekolah yang baik. Agar semua bisa, jika mau dan kerja keras menjadi dokter, insinyur, menjadi manager, pemilik perusahaan, tidak hanya menjadi buruh upah harian. Tidak hanya menjadi tukang sapu dan pelayan.

Jika kita lihat indikator-indikator ekonomi saat ini, semua terlihat baik-baik saja. Namun setelah lebih dari 10 tahun saya berkeliling, saya menemukan ada “dua Indonesia”.

Kesenjangan semakin nyata. Kehidupan untuk elit semakin baik, tetapi kehidupan untuk rakyat banyak semakin sulit.

Saudara-saudara sekalian, ini dikarenakan saat ini kita menganut sebuah sistem ekonomi yang disebut sistem ekonomi neoliberal. Ekonomi pasar bebas.

Ekonomi yang menghalalkan istilah-istilah seperti “labour flexibility”, yang menindas hak-hak pekerja.

Ekonomi yang menutup mata kepada tuntutan-tuntutan yang saudara-saudara sampaikan hari ini, pada May Day.

Tidak hanya itu. Saudara-saudara, saat ini kita mengalami suatu kebocoran yang begitu besar. Rp. 1.000 triliun per tahun.

Kita harus tutup kebocoran ini. Tidak mungkin buruh dapat upah yang layak kalau uangnya tidak ada.

Kita harus ingat sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berani, bangsa yang besar.

Dulu bung Karno mengatakan, bangsa Indonesia tidak ditakdirkan menjadi bangsa tempe. Bangsa kacung.

Kita harus menjadi bangsa produsen. Bukan bangsa konsumen. Bukan bangsa yang hanya bisa impor. Untuk itu diperlukan sebuah perobahan paradigma ekonomi.

Istilah yang saya gunakan adalah ekonomi kerakyatan. Ekonomi yang berdasarkan pasal 33, UUD 1945. Kekeluargaan.

Untuk merobah paradigma ekonomi suatu bangsa, untuk menyelamatkan Rp. 1.000 triliun yang bocor setiap tahun dan mewujudkan tuntutan-tuntutan saudara, dibutuhkan suatu kekuatan politik yang kuat, kekuatan politik yang terpimpin.

Kita telah memilih jalan demokrasi. Dalam waktu dekat, pada tanggal 9 Juli 2014 bangsa Indonesia akan memilih presiden baru. Pilihan yang ada sangat jelas.

Namun demokrasi tidak selalu menghasilkan kebijakan-kebijakan terbaik. Calon yang visioner, dapat dikalahkan oleh calon yang televisioner.

Saudara harus meyakinkan diri sendiri. Lalu yakinkan kerabat, keluarga. Pilih yang visioner, atau yang televisioner.

Jika saudara ingin mewujudkan Indonesia yang sejahtera, atau yang saya selalu katakan: Aman, damai, adil, sejahtera, berdaulat ekonomi, dan berdaulat politik, berdikari – mau tidak mau saudara harus berpihak, saudara harus keluar dari rumah.

Saudara harus mengambil langkah. Saudara harus berbuat. Terima kasih.

Sabtu, 26 April 2014

Cak Nun: Reformasi 1998 Bukan Hanya Gagal, Tapi Juga Palsu

Budayawan Emha Ainun Nadjib berada di pusaran arus perubahan kekuasaan 1998. Dia adalah salah satu tokoh yang dengan lantang meminta Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Tapi reformasi yang terjadi sampai saat ini, kata dia, palsu belaka. Mengapa?
Anda termasuk tokoh yang diundang dan berbicara langsung dengan Presiden Soeharto pada 19 Mei 1998 atau beberapa hari sebelum beliau mengundurkan diri sebagai presiden. Bisa diceritakan, keinginan Soeharto saat itu apa kepada para tokoh, apakah terkait dengan rencana resufle kabinet Pembangunan VII?

Pak Harto tidak pernah mengundang 9 orang termasuk saya utk bertemu 19 Mei 1998. Kami berlima (Cak Nurkhalish Madjid, Malik Fajar, Oetomo Dananjaya, S Drajat dan saya) mengirim surat kepada Pak Harto tgl 16 Mei 1998, yang isinya menyatakan bahwa sebaiknya beliau turun dari jabatannya, dan kami tawari memilih 1 di antara 4 cara.
Isi surat itu dikonferensi-perskan di Hotel Wisata 17 Mei, disampaikan oleh Mensekneg Saadillah Mursyid kepada Presiden 18 Mei, malam harinya tanggal itu sesudah shalat Isya Pak Harto telpon ke Cak Nur, kemudian Cak Nur meneruskan hasilnya ke kami berempat. Isi telpon Pak Harto adalah beliau setuju isi surat itu, siap melepaskan jabatan, tapi minta tolong ditemani selama proses peralihan kekuasaan, serta bersama-sama menjaga agar situasi aman dan tidak semakin terancam oleh anarkisme, penjarahan dll.
Maka disepakati untuk bertemu dengan lima orang yang menandatangani surat itu tanggal 19 Mei pagi jam 9.00. Pak Harto usul bagaimana kalau beberapa orang tua juga dilibatkan. Akhirnya dari 5 orang menjadi 9 orang, termasuk KH Ali Yafi dan Gus Dur.
Saat pertemuan dengan para tokoh itu, bagaimana pola pikir Soeharto? Apakah beliau sudah memperlihatkan tanda-tanda memang akan mundur atau masih bersikeras tetap bertahan?
Pertemuan 9 orang dengan Pak Harto 19 Mei 1998 itu basa-basi, ibarat pengantin itu sekedar resepsinya, sedang akadnya sudah duluan sebelumnya. Tanggal 18 malam Pak Harto ambil keputusan mau lengser. Kami ngobrol santai saja tidak ada ketegangan, sehingga 16 bom yang tersebar di 8 pom bensin dan 8 titik jalan tol yang mengitari Istana tidak perlu diledakkan. Hanya ada ‘mercon’ kecil yang dipelajari oleh Pak Harto dalam silaturahmi itu adalah statemen “tidak jadi Presiden tidak patheken“.
Secara pribadi ada yang penting bagi saya: 5 menit sebelum pertemuan, di luar ruangan, Cak Nur dan saya berjabat tangan untuk saling berjanji bahwa sesudah Pak Harto turun, pada kekuasaan berikutnya, Cak Nur dan saya bersepakat untuk melarang diri terlibat atau menjadi pejabat.
Masalah yang tersisa adalah Pak Harto lengser itu formula dan aplikasinya dalam puncak perpolitikan nasional bagaimana. Tidak tersepakatinya formula itu yang menjadi salah satu sebab kenapa akhirnya Reformasi 1998 itu bukan hanya gagal dan omong kosong, tapi juga palsu, bergelimang kemunafikan yang sangat menjijikkan. Jauh lebih susah mengurusi seorang munafik Reformasi dibanding 100 orang kafir Orba, karena karakter kemunafikan mengizinkan putih adalah merah, merah adalah hijau, hijau adalah biru, biru adalah coklat, demikian seterusnya tanpa batas.
Kalau disebut sesuatu yang istimewa mungkin ada. Bahwa Presiden Suharto yang menurut pengetahuan dunia diseret turun, dengan dosa-dosa nasionalnya yang menggunung, ‘mestinya’ lari ke luar Negeri dan minta suaka, kemudian kelak meninggal di pengasingan dan dikubur di tanah kutukan seluruh rakyat Indonesia. Tapi Suharto hidup tentram di Cendana, menyirami kembang, memomong cucu-cucunya yang berkunjung, merokok klobot dan terus tersenyum kepada langit dan bumi. Tidak ada demo kaum aktivis ke Cendana, dan warisan-warisannya yang terkutuk, misalnya TMII dan 5000 Masjid Amal Bakti Pancasila, tidak dibakar, diambrukkan atau dimusnahkan.
Sebagai tokoh budayawan, bisa diceritakan juga bagaimana kondisi yang terjadi di pusat kekuasaan pemerintah menghadapi berbagai tekanan pihak seperti kubu reformasi serta aksi penjarahan? Aksi anarki masyarakat seperti penjaharan sendiri saat itu bagaimana Cak?
Itu bebagai-bagai dimensi, saya ambil satu garis linier saja, yakni pergulatan di pusat kekuasaan yang menyangkut formula Reformasi. Yang konstelasi TNI, peta kekuatan dan pasukan Islam, subversi-subversi luar negeri, kenapa Glodog dijarah tapi Kelapa Gading tidak, dst, kapan-kapan saja.
Bersama Cak Nur almarhum, kami merumuskan bahwa Reformasi adalah pergantian kekuasaan total: Pak Harto turun dengan seluruh jajaran Kabinetnya, MPR dan DPR bubar, kemudian kita bentuk Komite Reformasi, terdiri atas 45 tokoh reformis. Komite Reformasi itu akan secara darurat menjadi MPR-Sementara, yang bertugas mengangkat Kepala Negara Sementara dan menugasinya untuk membikin Pemilu paling lambat setahun sesudah Pak Harto lengser.
Di antara 45 anggota Komite Reformasi itu ada tiga tokoh Orba: Akbar Tanjung, Jendral Wiranto dan Pak Harto sendiri, yang berseberangan melawan 42 orang. Butuh waktu cukup lama bagi bangsa Indonesia untuk menyadari bahwa ternyata Akbar Tanjung dan Wiranto sesungguhnya adalah tokoh Reformasi, dan mungkin akan tampil jadi calon Presiden 2014.
Bagaimana pengamatan Cak Nun, adakah hal-hal krusial penting yang terjadi di pemerintahan  saat itu menjelang Soeharto jatuh? Misalnya seperti antar menteri yang sudah menyerah menghadapi krisis moneter?
Tokoh utama Reformasi dan para politisi-aktivis pada tgl 20 Mei siang hari menyatakan menolak Komite Reformasi. Pak Harto dan Cak Nur sangat kecewa, sehingga Cak Nur ‘purik’ alias ngambeg dan tak bersedia menjadi Ketua Komite Reformasi, dan Pak Harto melepas Indonesia dengan langkah cukup lengser saja, kemudian terserah siapa yang berkuasa berikutnya, juga terserah mau aman atau tidak, tidak memikirkan lagi arah sejarah yang dimaui Reformasi.
Itulah tonggak terbangunnya kepalsuan Reformasi, yang ditandai oleh naiknya BJ Habibie menjadi Presiden, dan beliau tenang-tenang sampai hari ini karena tak seorangpun bertanya kepadanya apa saja yang ‘menimpa’nya menjelang naik jadi Presiden, bagaimana ‘kampungan’nya proses Kabinet baru tersusun, serta who’s boys yang sebenarnya mengendalikan semuanya.
Anda melihat dan memprediksi apa yang mungkin terjadi dengan bangsa ini bila saat itu Soeharto tidak mau turun dari jabatan Presiden?
Kebanyakan bangsa Indonesia yang penyakit utamanya adalah ‘dengki’, terutama elite dan kelas menengahnya, tidak punya kesiapan mental dan kejernihan intelektual untuk mendengar jika pertanyaan itu saya jawab.
Tanggal 22 Mei malam hari, saya mengambil keputusan untuk tidak meneruskan aktivitas Reformasi yang sebelumnya saya lakukan hingga ‘mengawal’ penjarahan, tiap hari di Trisakti, mendoakan 3 hari, 7 hari dan 40 hari peringatan para korban. Keputusan itu saya ambil di tengah saya mengalami peristiwa di Hotel Regent Kuningan (sekarang entah apa namanya) dengan beberapa tokoh Reformasi, yang saya tidak tega mengisahkannya di sini.
Saya kembali ke wilayah kebudayaan dan spiritualitas kemanusiaan. Yang tersisa adalah kewajiban memenuhi janji kepada Pak Harto untuk memandu proses beliau melakukan proses Husnul Khathimah, yang juga tidak dipercaya oleh siapapun. Tapi syukur sempat saya tulisan Teks Empat Sumpah dan beliau menandatangani. Yakni sumpah untuk (1) Tidak akan berupaya menjadi Presiden lagi, (2) Tidak akan turut campur pada setiap proses pemilihan Presiden, (3) Siap diadili oleh Pengadilan Negara untuk mempertanggungjawabkan seluruh kesalahannya, (4) Siap mengembalikan semua harta rakyat yang ada di tangannya berdasarkan klaim Pengadilan.
Kalau Cak Nun berpendapat, kesalahan fatal Soeharto sebelum dilengserkan bagaimana Cak?
Mudah-mudahan metafor saya ini bisa menjadi pintu untuk menemukan jawaban saya atas pertanyaan ini. Bangsa Indonesia mengalami tiga tahap. Pertama, punya hak roti tapi hanya mendapat bagian (maaf) ‘tai’. Ini melahirkan berbagai pergolakan kecil maupun besar. Tahap kedua, bangsa Indonesia mengembangkan semacam kekebalan mental sosial maupun individual untuk sanggup makan ‘tai’ dengan atau menjadi ‘terasa roti’. Bangsa Indonesia adalah pakar penderitaan, sanggup tertawa dan sehat mentalnya dalam kehancuran hidup. Bahkan juga memiliki self-enterpreneurship yang tak tertandingi: secara ekonomi tak kunjung collapsed karena kehebatan kewiraswastaan mereka. Bahkan Warteg dan warung-warung kecil lainnya mensubsidi perusahaan-perusahaan besar di metropolitan Jakarta.
Ketiga, tahap yang sekarang sedang dialami, adalah karena sudah sangat terbiasa makan ‘tai’, maka semakin sedikit rakyat Indonesia yang ingat dan sadar bahwa yang dimakannya adalah ‘tai’, sebab tai-tai sudah mereka rotikan tiap hari di dalam diri mereka. Hari ini rakyat Indonesia sudah tidak percaya bahwa Negaranya, Pemerintahnya, sistem yang sedang dijalaninya, politiknya, demokrasinya, apapun saja yang tiap hari dikenyamnya: adalah ‘tai’.
Anda melihat sosok Soeharto apakah sebagai presiden yang berhasil memimpin negara atau bagaimana Cak?
Kalau tidak salah Bethoven menyatakan bahwa ia tidak bermain musik untuk babi-babi.
Dan, ketika proses penyerahan jabatan dari Soeharto ke wakil presiden BJ Habibie di tahun 1998 apakah ada gesekan kuat untuk segera membuat pemerintahan baru?
Sudah saya jelaskan di atas terutama point-4.
Anda melihat pergerakan mahasiswa saat 1998 itu bagaimana Cak? Apakah bisa dikatakan mahasiswa sebagai penggerak reformasi.
Dari peristiwa yang saya ceritakan di atas, pasti Anda menemukan apa jawaban saya. Secara pribadi Pak Harto mengatakan kepada saya: “Cak, kalau gerakan mahasiswa mungkin bukan tidak menakutkan, tetapi kalau rakyat menjarah: saya menggigil dan ketakutan…”
Ulasan pemikiran apa yang bisa diberikan Cak Nun kepada pembaca kami setelah menjalani 15 tahun era reformasi ini? Sebagai tokoh budayawan lebih nyaman mana era reformasi dibandingkan zaman orde baru?
Bung bulan ini saya 60 tahun, energi dan waktu saya tidak ada yang saya agendakan untuk dua hal. Pertama, menghubung-hubungkan kenyamanan hidup dengan sesuatu di luar diri saya, apalagi dengan Negara, Pemerintahan dan para anak turun Dasamuka yang bergelar Sewumuka (dulu Rahwana hanya punya 10 wajah, sekarang cucu-cucunya beratus wajahnya dipampangkan di jalanan-jalanan).
Kedua, 43 tahun saya berkeliling bercengkerama dengan massa, sehingga saya cukup berpengalaman untuk tidak akan mengomentari sesuatu sebelum pihak-pihak yang terkait dengan komentar saya itu mendapatkan hidayah dari Tuhan untuk belajar bersikap jujur terhadap kehidupan.
Ditulis Oleh: Hardani Triyoga
Sumber: Harian Detik Pagi, 21 Mei 2013 (Edisi Khusus 15 Tahun Reformasi: Quo Vadis Reformasi Indonesia)sumber http://news.liputan6.com/read/34552/cak-nun-hilang-sudah-momentum-reformasi

INI 12 KUNCI JAWABAN menghadapi Pasnabung ‪#‎JASMEV‬


Q01. Instropeksi dulu, apakah kalian sudah bener..?
A01. Kenapa harus Instropkesi..? Emang gw nyapres..?

Q02. Apakah agama kalian mengajarkan caci-maki..?
A02. Ga bawa agama tuh, ini bukan forum agama, ini forum politik..
Lagian siapa yg menghina, kita mengkritik..
Kadang aja agak kebablasan, sebagai lelucon..
Kalo lo ga terima kritik, jangan buka sosmed..

Q03. Jangan fitnah, fitnah lebih kejam daripada membunuh..!
A03. Fitnah..? Cuma orang kurang wawasan, fanatik, atau
Pasukan Nasi Bungkus yang bilang kritik ke Jokowi adalah Fitnah..
Karena kita bicara Fakta, ratusan bukti sudah diulas di twitter, facebook, dll, silahkan Googling kalo ga percaya..

Q04. Kurang kerjaan, cuma menghina orang..
A04. Sama donk, lo juga kurang kerjaan ngebela orang..
Gw bukan kurang kerjaan, tapi gw ngisi waktu di tengah kemacetan JAKARTA...

Q05. Pokoknya saya tetep pilih Jokowi..!
A05. Mantap.. Pokoknya tutup mata terhadap semua informasi yang masuk, isn't it..?
Tipikal fanatik gila, pengkhultusan, kurang wawasan..

Q06. @#$%#$@^%%@$!@ (Kebun Binatang Keluar)
A06. Ini adalah cerminan kualitas #JASMEV yang ketika terpojok dia
Mencoba mengaburkan topik, dan memancing diskusi menjadi ajang
Caci-maki.. Yang waras jangan terpancing..
Dan mari kita doakan supaya orang2 #JASMEV lekas sembuh..

Q07. Jokowi semakin dihina semakin populer..
A07. Iya, populer kebohongannya..
Pokonya tugas gw sebagai warga negara untuk memberikan
Informasi bahwa ada pengkhianat bangsa jadi capres..
Pokoknya semua rakyat harus tahu pencitraan Jokowi, kebohongan2
Jokowi.. Supaya kita ga menukar nasib bangsa kita dengan uang 60ribu..

Q08. Tunjukan bukti bahwa Jokowi disetir (Boneka)
A08. Nonton TV makanya, jangan nonton joged doank..
Apa pernah Jokowi memutuskan tanpa berunding dengan Megawati..?
Jokowi baru aja ketemu dubes asing.. Secara rahasia..

Q09. Jokowi sudah berprestasi..!
A09. Ehmm.. Apa..? Kartu Sehat..? Basi, itu program jadul..
Kartu Pintar..? Itu juga program basi..
Waduk Rio-rio..? Itu buat komunitas WNI-Keturunan di sekitar waduk..
Kampung Deret..? Itu pencitraan..
Tanah Abang..? Itu hancurkan bisnis pengusaha kain Indonesia (Ga laku)
Apa..? Mana..? Itu kerja siapa..? Program siapa..?
Satu-satunya ide orisinil Jokowi yang berhasil adalah "Penghapusan Topeng Monyet"

Q10. Dunia mengakui kualitas Jokowi..
A10. Dunia mana..? Majalah atau Website milik Arkansas Connection..?
Majalah Fortune..? Website Citymayors..?
Cek dulu siapa pendirinya dan siapa pemiliknya..

Q11. Rakyat Indonesia cinta Jokowi..
A11. Rakyat Indonesia mana..? Rakyat JASMEV..? Surva Survey..? LSI dkk itu terbukti melakukan kebohongan publik, mark up data survey PDIP dan Jokowi, untuk memanipulasi psikologi rakyat.. 19% Itu + Curang..
Dan itu legislatif lho.. Artinya yg pilih PDIP itu karena sarat kepentingan, mungkin uang, mungkin jajaran keluarga caleg, dlsb..
19% itu bukan milik Jokowi..

Q12. Ini group para pembenci, penghujat, menularkan kebencian kepada sesama..!
A12. Kami ada karena Jokowi, tidak ada asap jika tidak ada api..
Kami adalah bentuk perlawanan rakyat, melawan cyber army bayaran..
Kami tidak dibayar, kami bukan Organisasi, kami tidak terorginisir, kami suara rakyat..
Jokowi lah yang menebarkan perpecahan diantara kita..
Buktinya PDIP Pecah, Puan dan Prananda Pecah..
Mega dan Guntur Pecah, Jakarta Pecah..
Indonesia Pecah..!
Semua karena Jokowi..!

http://mobile.dudamobile.com/site/muharrikdakwah/default?url=http%3A%2F%2Fwww.muharrikdakwah.com%2F2014%2F04%2Fini-12-kunci-jawaban-menghadapin-jasmev.html%3Fblog_id%3D2539459919424491883%26post_id%3D7339747450920193932%26search_category%3DOpini&dm_try_mode=true&dm_device=mobile

Rabu, 23 April 2014

Melek Politik Ala Prabowo Subianto

Dalam beberapa kampanye, calon presiden dari Partai Gerindra Prabowo Subianto kerap meminta rakyat mewaspadai adanya 'pemimpin boneka' dan 'pemimpin bohong'. Pernyataan itu dinilai masih wajar dan tidak termasuk black campaign.

"Membedah rekam jejak lawan politik sebagaimana yang dilakukan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu justru merupakan pendidikan politik untuk mencerdaskan pemilih," kata Sekjen Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) Umar S Bakrie melalui pesan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (28/3/2014).

Umar menyatakan apa yang diungkapkan Prabowo yang menyebut pemimpin mencla-mencle, pembohong, presiden boneka dan sebagainya adalah bagian dari pendidikan politik yang normatif.

"Apa yang disampaikan Prabowo bukan black campaign, tapi menyampaikan fakta-fakta yang lumrah terjadi dalam kontestasi politik. Dalam demokrasi modern, membedah rekam jejak lawan politik adalah hal yang lumrah," ungkapnya.

Lebih jauh Umar menjelaskan, jika ada seorang pemimpin yang sudah berjanji akan memimpin 5 tahun dan menyelesaikan tugasnya baik di pemerintah pusat maupun di daerah, kemudian berhenti di tengah jalan karena mengincar jabatan yang lebih tinggi, hal itu jadi bukti nyata kebohongan dari pemimpin tersebut dan mengkhianati amanat rakyat.

"Selain itu, jika ada seorang negarawan yang menandatangani perjanjian di atas meterei kemudian mengingkarinya begitu saja, bukankah itu negarawan yang mencla-mencle?," tanya Umar.

Karena itu menurutnya, apa yang dinyatakan Prabowo di hadapan publik itu akan memberikan pendidikan politik yang baik bagi bangsa. Capres Partai Gerindra itu justru mengingatkan publik agar tidak salah pilih lagi dalam Pilpres 2014 nanti.

"Publik perlu mencermati dengan seksama siapa calon pemimpinnya dengan membedah rekam jejak dan integritas moralnya. Publik selama ini sering terkesima dengan popularitas kandidat ketimbang rekam jejak dan integritas moralnya. Padahal tidak jarang popularitas itu hanya merupakan produk pencitraan yang jauh dari realitas," tukas Umar.

Dalam setiap kampanye, Prabowo Subianto menyindir kepada pesaingnya pada Pemilu 2014. Sindiran ini disampaikan ketika memberika orasi di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (23/3/2014). Banhak Prabowo pun membacakan Sajak Satire.

"Ada seorang tokoh politik, dia mengatakan jangan saling menjelek-jelekan, saya setuju. Menjelekan orang tidak baik, dia mengajurkan politk itu santun. Katanya santun, saya aneh. Dan akhirnya saya bikin sajak," kata Prabowo dalam orasi politiknya.

Prabowo mengatakan, orang tersebut telah mengajarkan berpolitik santun kepadanya. Akan tetapi, ajaran kesantunan itu tidak diwujudkan dengan bukti nyata dan malah terkesan mengkhianati amanah rakyat yang telah diberikan kepadanya.

Karena itu Prabowo melihat, pernyataan tokoh tersebut sebagai lahirnya sebuah budaya politik baru yang ia sebut budaya politik "boleh bohong". Padahal, kata dia, hampir semua orang selalu diajarkan untuk berkata jujur.

Liputan6.com http://m.liputan6.com/home/read/2029001/bedah-jejak-capres-prabowo-dinilai-beri-pendidikan-politik