Kamis, 01 Mei 2014

Pilih Pemimpin yang Visioner atau Televisioner



 Pidato Prabowo Subianto Pada Perimgatan Hari Buruh Internasional May Day Fiesta di GBK Jakarta 1 Mei 2014.



Saudara-saudaraku, anggota Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dari seluruh penjuru negeri. Apa kabar saudara?

Saya terjun ke politik, karena saya ingin turut serta mewujudkan apa-apa saja yang menjadi cita-cita bersama kita.

Saudara-saudara berkumpul disini, karena saudara sama seperti saya: Saudara ingin turut mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama kita.

“No man is completely whole before he becomes a part of a cause greater than himself.” Kita belum utuh menjadi seorang manusia, sebelum kita menjadi bagian dari perjuangan yang lebih besar dari diri kita sendiri.

Cita-cita kita sederhana. Setiap laki-laki ingin pekerjaan yang baik, upah yang cukup. Sekolah yang baik. Agar semua bisa, jika mau dan kerja keras menjadi dokter, insinyur, menjadi manager, pemilik perusahaan, tidak hanya menjadi buruh upah harian. Tidak hanya menjadi tukang sapu dan pelayan.

Jika kita lihat indikator-indikator ekonomi saat ini, semua terlihat baik-baik saja. Namun setelah lebih dari 10 tahun saya berkeliling, saya menemukan ada “dua Indonesia”.

Kesenjangan semakin nyata. Kehidupan untuk elit semakin baik, tetapi kehidupan untuk rakyat banyak semakin sulit.

Saudara-saudara sekalian, ini dikarenakan saat ini kita menganut sebuah sistem ekonomi yang disebut sistem ekonomi neoliberal. Ekonomi pasar bebas.

Ekonomi yang menghalalkan istilah-istilah seperti “labour flexibility”, yang menindas hak-hak pekerja.

Ekonomi yang menutup mata kepada tuntutan-tuntutan yang saudara-saudara sampaikan hari ini, pada May Day.

Tidak hanya itu. Saudara-saudara, saat ini kita mengalami suatu kebocoran yang begitu besar. Rp. 1.000 triliun per tahun.

Kita harus tutup kebocoran ini. Tidak mungkin buruh dapat upah yang layak kalau uangnya tidak ada.

Kita harus ingat sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berani, bangsa yang besar.

Dulu bung Karno mengatakan, bangsa Indonesia tidak ditakdirkan menjadi bangsa tempe. Bangsa kacung.

Kita harus menjadi bangsa produsen. Bukan bangsa konsumen. Bukan bangsa yang hanya bisa impor. Untuk itu diperlukan sebuah perobahan paradigma ekonomi.

Istilah yang saya gunakan adalah ekonomi kerakyatan. Ekonomi yang berdasarkan pasal 33, UUD 1945. Kekeluargaan.

Untuk merobah paradigma ekonomi suatu bangsa, untuk menyelamatkan Rp. 1.000 triliun yang bocor setiap tahun dan mewujudkan tuntutan-tuntutan saudara, dibutuhkan suatu kekuatan politik yang kuat, kekuatan politik yang terpimpin.

Kita telah memilih jalan demokrasi. Dalam waktu dekat, pada tanggal 9 Juli 2014 bangsa Indonesia akan memilih presiden baru. Pilihan yang ada sangat jelas.

Namun demokrasi tidak selalu menghasilkan kebijakan-kebijakan terbaik. Calon yang visioner, dapat dikalahkan oleh calon yang televisioner.

Saudara harus meyakinkan diri sendiri. Lalu yakinkan kerabat, keluarga. Pilih yang visioner, atau yang televisioner.

Jika saudara ingin mewujudkan Indonesia yang sejahtera, atau yang saya selalu katakan: Aman, damai, adil, sejahtera, berdaulat ekonomi, dan berdaulat politik, berdikari – mau tidak mau saudara harus berpihak, saudara harus keluar dari rumah.

Saudara harus mengambil langkah. Saudara harus berbuat. Terima kasih.