Sabtu, 26 April 2014

Cak Nun: Reformasi 1998 Bukan Hanya Gagal, Tapi Juga Palsu

Budayawan Emha Ainun Nadjib berada di pusaran arus perubahan kekuasaan 1998. Dia adalah salah satu tokoh yang dengan lantang meminta Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Tapi reformasi yang terjadi sampai saat ini, kata dia, palsu belaka. Mengapa?
Anda termasuk tokoh yang diundang dan berbicara langsung dengan Presiden Soeharto pada 19 Mei 1998 atau beberapa hari sebelum beliau mengundurkan diri sebagai presiden. Bisa diceritakan, keinginan Soeharto saat itu apa kepada para tokoh, apakah terkait dengan rencana resufle kabinet Pembangunan VII?

Pak Harto tidak pernah mengundang 9 orang termasuk saya utk bertemu 19 Mei 1998. Kami berlima (Cak Nurkhalish Madjid, Malik Fajar, Oetomo Dananjaya, S Drajat dan saya) mengirim surat kepada Pak Harto tgl 16 Mei 1998, yang isinya menyatakan bahwa sebaiknya beliau turun dari jabatannya, dan kami tawari memilih 1 di antara 4 cara.
Isi surat itu dikonferensi-perskan di Hotel Wisata 17 Mei, disampaikan oleh Mensekneg Saadillah Mursyid kepada Presiden 18 Mei, malam harinya tanggal itu sesudah shalat Isya Pak Harto telpon ke Cak Nur, kemudian Cak Nur meneruskan hasilnya ke kami berempat. Isi telpon Pak Harto adalah beliau setuju isi surat itu, siap melepaskan jabatan, tapi minta tolong ditemani selama proses peralihan kekuasaan, serta bersama-sama menjaga agar situasi aman dan tidak semakin terancam oleh anarkisme, penjarahan dll.
Maka disepakati untuk bertemu dengan lima orang yang menandatangani surat itu tanggal 19 Mei pagi jam 9.00. Pak Harto usul bagaimana kalau beberapa orang tua juga dilibatkan. Akhirnya dari 5 orang menjadi 9 orang, termasuk KH Ali Yafi dan Gus Dur.
Saat pertemuan dengan para tokoh itu, bagaimana pola pikir Soeharto? Apakah beliau sudah memperlihatkan tanda-tanda memang akan mundur atau masih bersikeras tetap bertahan?
Pertemuan 9 orang dengan Pak Harto 19 Mei 1998 itu basa-basi, ibarat pengantin itu sekedar resepsinya, sedang akadnya sudah duluan sebelumnya. Tanggal 18 malam Pak Harto ambil keputusan mau lengser. Kami ngobrol santai saja tidak ada ketegangan, sehingga 16 bom yang tersebar di 8 pom bensin dan 8 titik jalan tol yang mengitari Istana tidak perlu diledakkan. Hanya ada ‘mercon’ kecil yang dipelajari oleh Pak Harto dalam silaturahmi itu adalah statemen “tidak jadi Presiden tidak patheken“.
Secara pribadi ada yang penting bagi saya: 5 menit sebelum pertemuan, di luar ruangan, Cak Nur dan saya berjabat tangan untuk saling berjanji bahwa sesudah Pak Harto turun, pada kekuasaan berikutnya, Cak Nur dan saya bersepakat untuk melarang diri terlibat atau menjadi pejabat.
Masalah yang tersisa adalah Pak Harto lengser itu formula dan aplikasinya dalam puncak perpolitikan nasional bagaimana. Tidak tersepakatinya formula itu yang menjadi salah satu sebab kenapa akhirnya Reformasi 1998 itu bukan hanya gagal dan omong kosong, tapi juga palsu, bergelimang kemunafikan yang sangat menjijikkan. Jauh lebih susah mengurusi seorang munafik Reformasi dibanding 100 orang kafir Orba, karena karakter kemunafikan mengizinkan putih adalah merah, merah adalah hijau, hijau adalah biru, biru adalah coklat, demikian seterusnya tanpa batas.
Kalau disebut sesuatu yang istimewa mungkin ada. Bahwa Presiden Suharto yang menurut pengetahuan dunia diseret turun, dengan dosa-dosa nasionalnya yang menggunung, ‘mestinya’ lari ke luar Negeri dan minta suaka, kemudian kelak meninggal di pengasingan dan dikubur di tanah kutukan seluruh rakyat Indonesia. Tapi Suharto hidup tentram di Cendana, menyirami kembang, memomong cucu-cucunya yang berkunjung, merokok klobot dan terus tersenyum kepada langit dan bumi. Tidak ada demo kaum aktivis ke Cendana, dan warisan-warisannya yang terkutuk, misalnya TMII dan 5000 Masjid Amal Bakti Pancasila, tidak dibakar, diambrukkan atau dimusnahkan.
Sebagai tokoh budayawan, bisa diceritakan juga bagaimana kondisi yang terjadi di pusat kekuasaan pemerintah menghadapi berbagai tekanan pihak seperti kubu reformasi serta aksi penjarahan? Aksi anarki masyarakat seperti penjaharan sendiri saat itu bagaimana Cak?
Itu bebagai-bagai dimensi, saya ambil satu garis linier saja, yakni pergulatan di pusat kekuasaan yang menyangkut formula Reformasi. Yang konstelasi TNI, peta kekuatan dan pasukan Islam, subversi-subversi luar negeri, kenapa Glodog dijarah tapi Kelapa Gading tidak, dst, kapan-kapan saja.
Bersama Cak Nur almarhum, kami merumuskan bahwa Reformasi adalah pergantian kekuasaan total: Pak Harto turun dengan seluruh jajaran Kabinetnya, MPR dan DPR bubar, kemudian kita bentuk Komite Reformasi, terdiri atas 45 tokoh reformis. Komite Reformasi itu akan secara darurat menjadi MPR-Sementara, yang bertugas mengangkat Kepala Negara Sementara dan menugasinya untuk membikin Pemilu paling lambat setahun sesudah Pak Harto lengser.
Di antara 45 anggota Komite Reformasi itu ada tiga tokoh Orba: Akbar Tanjung, Jendral Wiranto dan Pak Harto sendiri, yang berseberangan melawan 42 orang. Butuh waktu cukup lama bagi bangsa Indonesia untuk menyadari bahwa ternyata Akbar Tanjung dan Wiranto sesungguhnya adalah tokoh Reformasi, dan mungkin akan tampil jadi calon Presiden 2014.
Bagaimana pengamatan Cak Nun, adakah hal-hal krusial penting yang terjadi di pemerintahan  saat itu menjelang Soeharto jatuh? Misalnya seperti antar menteri yang sudah menyerah menghadapi krisis moneter?
Tokoh utama Reformasi dan para politisi-aktivis pada tgl 20 Mei siang hari menyatakan menolak Komite Reformasi. Pak Harto dan Cak Nur sangat kecewa, sehingga Cak Nur ‘purik’ alias ngambeg dan tak bersedia menjadi Ketua Komite Reformasi, dan Pak Harto melepas Indonesia dengan langkah cukup lengser saja, kemudian terserah siapa yang berkuasa berikutnya, juga terserah mau aman atau tidak, tidak memikirkan lagi arah sejarah yang dimaui Reformasi.
Itulah tonggak terbangunnya kepalsuan Reformasi, yang ditandai oleh naiknya BJ Habibie menjadi Presiden, dan beliau tenang-tenang sampai hari ini karena tak seorangpun bertanya kepadanya apa saja yang ‘menimpa’nya menjelang naik jadi Presiden, bagaimana ‘kampungan’nya proses Kabinet baru tersusun, serta who’s boys yang sebenarnya mengendalikan semuanya.
Anda melihat dan memprediksi apa yang mungkin terjadi dengan bangsa ini bila saat itu Soeharto tidak mau turun dari jabatan Presiden?
Kebanyakan bangsa Indonesia yang penyakit utamanya adalah ‘dengki’, terutama elite dan kelas menengahnya, tidak punya kesiapan mental dan kejernihan intelektual untuk mendengar jika pertanyaan itu saya jawab.
Tanggal 22 Mei malam hari, saya mengambil keputusan untuk tidak meneruskan aktivitas Reformasi yang sebelumnya saya lakukan hingga ‘mengawal’ penjarahan, tiap hari di Trisakti, mendoakan 3 hari, 7 hari dan 40 hari peringatan para korban. Keputusan itu saya ambil di tengah saya mengalami peristiwa di Hotel Regent Kuningan (sekarang entah apa namanya) dengan beberapa tokoh Reformasi, yang saya tidak tega mengisahkannya di sini.
Saya kembali ke wilayah kebudayaan dan spiritualitas kemanusiaan. Yang tersisa adalah kewajiban memenuhi janji kepada Pak Harto untuk memandu proses beliau melakukan proses Husnul Khathimah, yang juga tidak dipercaya oleh siapapun. Tapi syukur sempat saya tulisan Teks Empat Sumpah dan beliau menandatangani. Yakni sumpah untuk (1) Tidak akan berupaya menjadi Presiden lagi, (2) Tidak akan turut campur pada setiap proses pemilihan Presiden, (3) Siap diadili oleh Pengadilan Negara untuk mempertanggungjawabkan seluruh kesalahannya, (4) Siap mengembalikan semua harta rakyat yang ada di tangannya berdasarkan klaim Pengadilan.
Kalau Cak Nun berpendapat, kesalahan fatal Soeharto sebelum dilengserkan bagaimana Cak?
Mudah-mudahan metafor saya ini bisa menjadi pintu untuk menemukan jawaban saya atas pertanyaan ini. Bangsa Indonesia mengalami tiga tahap. Pertama, punya hak roti tapi hanya mendapat bagian (maaf) ‘tai’. Ini melahirkan berbagai pergolakan kecil maupun besar. Tahap kedua, bangsa Indonesia mengembangkan semacam kekebalan mental sosial maupun individual untuk sanggup makan ‘tai’ dengan atau menjadi ‘terasa roti’. Bangsa Indonesia adalah pakar penderitaan, sanggup tertawa dan sehat mentalnya dalam kehancuran hidup. Bahkan juga memiliki self-enterpreneurship yang tak tertandingi: secara ekonomi tak kunjung collapsed karena kehebatan kewiraswastaan mereka. Bahkan Warteg dan warung-warung kecil lainnya mensubsidi perusahaan-perusahaan besar di metropolitan Jakarta.
Ketiga, tahap yang sekarang sedang dialami, adalah karena sudah sangat terbiasa makan ‘tai’, maka semakin sedikit rakyat Indonesia yang ingat dan sadar bahwa yang dimakannya adalah ‘tai’, sebab tai-tai sudah mereka rotikan tiap hari di dalam diri mereka. Hari ini rakyat Indonesia sudah tidak percaya bahwa Negaranya, Pemerintahnya, sistem yang sedang dijalaninya, politiknya, demokrasinya, apapun saja yang tiap hari dikenyamnya: adalah ‘tai’.
Anda melihat sosok Soeharto apakah sebagai presiden yang berhasil memimpin negara atau bagaimana Cak?
Kalau tidak salah Bethoven menyatakan bahwa ia tidak bermain musik untuk babi-babi.
Dan, ketika proses penyerahan jabatan dari Soeharto ke wakil presiden BJ Habibie di tahun 1998 apakah ada gesekan kuat untuk segera membuat pemerintahan baru?
Sudah saya jelaskan di atas terutama point-4.
Anda melihat pergerakan mahasiswa saat 1998 itu bagaimana Cak? Apakah bisa dikatakan mahasiswa sebagai penggerak reformasi.
Dari peristiwa yang saya ceritakan di atas, pasti Anda menemukan apa jawaban saya. Secara pribadi Pak Harto mengatakan kepada saya: “Cak, kalau gerakan mahasiswa mungkin bukan tidak menakutkan, tetapi kalau rakyat menjarah: saya menggigil dan ketakutan…”
Ulasan pemikiran apa yang bisa diberikan Cak Nun kepada pembaca kami setelah menjalani 15 tahun era reformasi ini? Sebagai tokoh budayawan lebih nyaman mana era reformasi dibandingkan zaman orde baru?
Bung bulan ini saya 60 tahun, energi dan waktu saya tidak ada yang saya agendakan untuk dua hal. Pertama, menghubung-hubungkan kenyamanan hidup dengan sesuatu di luar diri saya, apalagi dengan Negara, Pemerintahan dan para anak turun Dasamuka yang bergelar Sewumuka (dulu Rahwana hanya punya 10 wajah, sekarang cucu-cucunya beratus wajahnya dipampangkan di jalanan-jalanan).
Kedua, 43 tahun saya berkeliling bercengkerama dengan massa, sehingga saya cukup berpengalaman untuk tidak akan mengomentari sesuatu sebelum pihak-pihak yang terkait dengan komentar saya itu mendapatkan hidayah dari Tuhan untuk belajar bersikap jujur terhadap kehidupan.
Ditulis Oleh: Hardani Triyoga
Sumber: Harian Detik Pagi, 21 Mei 2013 (Edisi Khusus 15 Tahun Reformasi: Quo Vadis Reformasi Indonesia)sumber http://news.liputan6.com/read/34552/cak-nun-hilang-sudah-momentum-reformasi

INI 12 KUNCI JAWABAN menghadapi Pasnabung ‪#‎JASMEV‬


Q01. Instropeksi dulu, apakah kalian sudah bener..?
A01. Kenapa harus Instropkesi..? Emang gw nyapres..?

Q02. Apakah agama kalian mengajarkan caci-maki..?
A02. Ga bawa agama tuh, ini bukan forum agama, ini forum politik..
Lagian siapa yg menghina, kita mengkritik..
Kadang aja agak kebablasan, sebagai lelucon..
Kalo lo ga terima kritik, jangan buka sosmed..

Q03. Jangan fitnah, fitnah lebih kejam daripada membunuh..!
A03. Fitnah..? Cuma orang kurang wawasan, fanatik, atau
Pasukan Nasi Bungkus yang bilang kritik ke Jokowi adalah Fitnah..
Karena kita bicara Fakta, ratusan bukti sudah diulas di twitter, facebook, dll, silahkan Googling kalo ga percaya..

Q04. Kurang kerjaan, cuma menghina orang..
A04. Sama donk, lo juga kurang kerjaan ngebela orang..
Gw bukan kurang kerjaan, tapi gw ngisi waktu di tengah kemacetan JAKARTA...

Q05. Pokoknya saya tetep pilih Jokowi..!
A05. Mantap.. Pokoknya tutup mata terhadap semua informasi yang masuk, isn't it..?
Tipikal fanatik gila, pengkhultusan, kurang wawasan..

Q06. @#$%#$@^%%@$!@ (Kebun Binatang Keluar)
A06. Ini adalah cerminan kualitas #JASMEV yang ketika terpojok dia
Mencoba mengaburkan topik, dan memancing diskusi menjadi ajang
Caci-maki.. Yang waras jangan terpancing..
Dan mari kita doakan supaya orang2 #JASMEV lekas sembuh..

Q07. Jokowi semakin dihina semakin populer..
A07. Iya, populer kebohongannya..
Pokonya tugas gw sebagai warga negara untuk memberikan
Informasi bahwa ada pengkhianat bangsa jadi capres..
Pokoknya semua rakyat harus tahu pencitraan Jokowi, kebohongan2
Jokowi.. Supaya kita ga menukar nasib bangsa kita dengan uang 60ribu..

Q08. Tunjukan bukti bahwa Jokowi disetir (Boneka)
A08. Nonton TV makanya, jangan nonton joged doank..
Apa pernah Jokowi memutuskan tanpa berunding dengan Megawati..?
Jokowi baru aja ketemu dubes asing.. Secara rahasia..

Q09. Jokowi sudah berprestasi..!
A09. Ehmm.. Apa..? Kartu Sehat..? Basi, itu program jadul..
Kartu Pintar..? Itu juga program basi..
Waduk Rio-rio..? Itu buat komunitas WNI-Keturunan di sekitar waduk..
Kampung Deret..? Itu pencitraan..
Tanah Abang..? Itu hancurkan bisnis pengusaha kain Indonesia (Ga laku)
Apa..? Mana..? Itu kerja siapa..? Program siapa..?
Satu-satunya ide orisinil Jokowi yang berhasil adalah "Penghapusan Topeng Monyet"

Q10. Dunia mengakui kualitas Jokowi..
A10. Dunia mana..? Majalah atau Website milik Arkansas Connection..?
Majalah Fortune..? Website Citymayors..?
Cek dulu siapa pendirinya dan siapa pemiliknya..

Q11. Rakyat Indonesia cinta Jokowi..
A11. Rakyat Indonesia mana..? Rakyat JASMEV..? Surva Survey..? LSI dkk itu terbukti melakukan kebohongan publik, mark up data survey PDIP dan Jokowi, untuk memanipulasi psikologi rakyat.. 19% Itu + Curang..
Dan itu legislatif lho.. Artinya yg pilih PDIP itu karena sarat kepentingan, mungkin uang, mungkin jajaran keluarga caleg, dlsb..
19% itu bukan milik Jokowi..

Q12. Ini group para pembenci, penghujat, menularkan kebencian kepada sesama..!
A12. Kami ada karena Jokowi, tidak ada asap jika tidak ada api..
Kami adalah bentuk perlawanan rakyat, melawan cyber army bayaran..
Kami tidak dibayar, kami bukan Organisasi, kami tidak terorginisir, kami suara rakyat..
Jokowi lah yang menebarkan perpecahan diantara kita..
Buktinya PDIP Pecah, Puan dan Prananda Pecah..
Mega dan Guntur Pecah, Jakarta Pecah..
Indonesia Pecah..!
Semua karena Jokowi..!

http://mobile.dudamobile.com/site/muharrikdakwah/default?url=http%3A%2F%2Fwww.muharrikdakwah.com%2F2014%2F04%2Fini-12-kunci-jawaban-menghadapin-jasmev.html%3Fblog_id%3D2539459919424491883%26post_id%3D7339747450920193932%26search_category%3DOpini&dm_try_mode=true&dm_device=mobile

Rabu, 23 April 2014

Melek Politik Ala Prabowo Subianto

Dalam beberapa kampanye, calon presiden dari Partai Gerindra Prabowo Subianto kerap meminta rakyat mewaspadai adanya 'pemimpin boneka' dan 'pemimpin bohong'. Pernyataan itu dinilai masih wajar dan tidak termasuk black campaign.

"Membedah rekam jejak lawan politik sebagaimana yang dilakukan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu justru merupakan pendidikan politik untuk mencerdaskan pemilih," kata Sekjen Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) Umar S Bakrie melalui pesan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (28/3/2014).

Umar menyatakan apa yang diungkapkan Prabowo yang menyebut pemimpin mencla-mencle, pembohong, presiden boneka dan sebagainya adalah bagian dari pendidikan politik yang normatif.

"Apa yang disampaikan Prabowo bukan black campaign, tapi menyampaikan fakta-fakta yang lumrah terjadi dalam kontestasi politik. Dalam demokrasi modern, membedah rekam jejak lawan politik adalah hal yang lumrah," ungkapnya.

Lebih jauh Umar menjelaskan, jika ada seorang pemimpin yang sudah berjanji akan memimpin 5 tahun dan menyelesaikan tugasnya baik di pemerintah pusat maupun di daerah, kemudian berhenti di tengah jalan karena mengincar jabatan yang lebih tinggi, hal itu jadi bukti nyata kebohongan dari pemimpin tersebut dan mengkhianati amanat rakyat.

"Selain itu, jika ada seorang negarawan yang menandatangani perjanjian di atas meterei kemudian mengingkarinya begitu saja, bukankah itu negarawan yang mencla-mencle?," tanya Umar.

Karena itu menurutnya, apa yang dinyatakan Prabowo di hadapan publik itu akan memberikan pendidikan politik yang baik bagi bangsa. Capres Partai Gerindra itu justru mengingatkan publik agar tidak salah pilih lagi dalam Pilpres 2014 nanti.

"Publik perlu mencermati dengan seksama siapa calon pemimpinnya dengan membedah rekam jejak dan integritas moralnya. Publik selama ini sering terkesima dengan popularitas kandidat ketimbang rekam jejak dan integritas moralnya. Padahal tidak jarang popularitas itu hanya merupakan produk pencitraan yang jauh dari realitas," tukas Umar.

Dalam setiap kampanye, Prabowo Subianto menyindir kepada pesaingnya pada Pemilu 2014. Sindiran ini disampaikan ketika memberika orasi di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (23/3/2014). Banhak Prabowo pun membacakan Sajak Satire.

"Ada seorang tokoh politik, dia mengatakan jangan saling menjelek-jelekan, saya setuju. Menjelekan orang tidak baik, dia mengajurkan politk itu santun. Katanya santun, saya aneh. Dan akhirnya saya bikin sajak," kata Prabowo dalam orasi politiknya.

Prabowo mengatakan, orang tersebut telah mengajarkan berpolitik santun kepadanya. Akan tetapi, ajaran kesantunan itu tidak diwujudkan dengan bukti nyata dan malah terkesan mengkhianati amanah rakyat yang telah diberikan kepadanya.

Karena itu Prabowo melihat, pernyataan tokoh tersebut sebagai lahirnya sebuah budaya politik baru yang ia sebut budaya politik "boleh bohong". Padahal, kata dia, hampir semua orang selalu diajarkan untuk berkata jujur.

Liputan6.com http://m.liputan6.com/home/read/2029001/bedah-jejak-capres-prabowo-dinilai-beri-pendidikan-politik

Selasa, 22 April 2014

Kartika Djoemadi, Jasmev yang Pura-pura Muslimah untuk Adu Domba


Koordinator Jokowi Advanced Social Media Valunteers (JASMEV), Kartika Djoemadi, dinilai sudah melecehkan umat Islam. Menurut Tokoh Muda Muhammadiyah Mustofa Nahrawardaya, Kartika su
dah melakukan penipuan yang sudah termasuk penistaan agama.

Menurut Mustofa, Kartika menipu karena berpura-pura menjadi Muslimah. Ia mengungkapkan, Dee Dee panggilan Kartika memang dekat dengan kalangan Muhammadiyah, bahkan sering datang ke Muhammadiyah.

“Walau sering ke Muhammadiyah, Dee tidak pernah mengaku sebagai Katolik. Yang kami tahu Dee seorang Muslimah. Bahkan Dee sering menceramahi saya tentang tidak wajibnya seorang Muslimah berjilbab. Dee juga pernah bilang, memilih pemimpin non-Muslim itu tidak apa-apa,” ungkap Mustofa seperti dilansir Itoday, Kamis (24/1/2013) .

Mustofa memang tersinggung, bukan hanya karena kebohongan publik yang dilakukan Kartika. Menurutnya Kartika sendiri sangat lancang karena menyuruh Ketua PP Muhammadiyah untuk memecatnya. Sikap Kartika itu merupakan reaksi atas sikap Mustofa yang terus mengkritisi kebijakan Jokowi di Jakarta.
http://www.nabawia.com/read/2384/kartika-djoemadi-jasmev-katolik-pura-pura-muslimah-untuk-adu-domba
“Kartika mensyen ke Ketum Muhammadiyah, minta agar saya dipecat. Ini apa-apaan.
Dia Katolik, kok sampai ngurusi Muhammadiyah, bahkan mention ke Pak Din (Din Syamsuddin). Yang tahu peta Muhammadiyah itu kami, bukan seorang Katolik,” tegas Mustofa.

Terkait aksi Kartika Djoemadi di Muhammadiyah, Mustofa menegaskan bahwa Kartika telah melakukan penghinaan terhadap Muhammadiyah dan umat Islam.

“Dee sudah masuk ke jantung Muhammadiyah, ikut rapat, itu sudah tidak etis. Sampai Dee membuat album Ramadhan, padahal Dee mengaku Katolik. Dee bilang itu toleransi. Padahal itu penghinaan,” tegas Mustofa.

Lebih jauh Mustofa mengingatkan, jika memang Kartika Djoemadi beragama Katolik, silakan beribadah Katolik, termasuk menggunakan indentitas keagamaannya. Tetapi jangan menggunakan identitas Islam meskipun tidak dilarang Undang-Undang.

“Saya telah meminta Dee Dee minta maaf, tetapi dia tidak mau. Kasusnya sudah banyak termasuk penipuan gelar ‘PhD’. Dia sempat ribut dengan Marissa Haque. Itu seharusnya bisa menjadi pelajaran buat Dee Dee. Tetapi, saat ini Dee Dee telah menipu umat Islam di Indonesia,” pungkas Mustofa. (pm)

Mengapa harus Kartini?


Mengapa Belanda Lebih Memilih Kartini, Bukan Cut Nyak Dien Atau Dewi Sartika? Mengapa setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini?

Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?

Pada dekade 1980-an, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik pengkultusan R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Tahun 1988, masalah ini kembali menghangat, menjelang peringatan hari Kartini 21 April 1988. Ketika itu akan diterbitkan buku Surat-Surat Kartini oleh F.G.P. Jacquet melalui penerbitan Koninklijk Institut voor Tall-Landen Volkenkunde (KITLV). Tulisan ini bukan untuk menggugat pribadi Kartini. Banyak nilai positif yang bisa kita ambil dari kehidupan seorang Kartini. Tapi, kita bicara tentang Indonesia, sebuah negara yang majemuk. Maka, sangatlah penting untuk mengajak kita berpikir tentang sejarah Indonesia. Sejarah sangatlah penting. Jangan sekali-kali melupakan sejarah, kata Bung Karno. Al-Quran banyak mengungkapkan betapa pentingnya sejarah, demi menatap dan menata masa depan. Banyak pertanyaan yang bisa diajukan untuk sejarah Indonesia.

Mengapa harus Boedi Oetomo, Mengapa bukan Sarekat Islam?

Bukankah Sarekat Islam adalah organisasi nasional pertama?

Mengapa harus Ki Hajar Dewantoro, Mengapa bukan KH Ahmad Dahlan, untuk menyebut tokoh pendidikan?

Mengapa harus dilestarikan ungkapan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani sebagai jargon pendidikan nasional Indonesia?

Bukankah katanya, kita berbahasa satu: Bahasa Indonesia?

Tanyalah kepada semua guru dari Sabang sampai Merauke. Berapa orang yang paham makna slogan pendidikan nasional itu?

Mengapa tidak diganti, misalnya, dengan ungkapan Iman, Ilmu, dan amal, sehingga semua orang Indonesia paham maknanya.

Kini, kita juga bisa bertanya, Mengapa harus Kartini?

Ada baiknya, kita lihat sekilas asal-muasalnya. Kepopuleran Kartini tidak terlepas dari buku yang memuat surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabat Eropanya, Door Duisternis tot Licht, yang oleh Armijn Pane diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang.

Buku ini diterbitkan semasa era Politik Etis oleh Menteri Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda Mr. J.H. Abendanon tahun 1911. Buku ini dianggap sebagai grand idea yang layak menempatkan Kartini sebagai orang yang sangat berpikiran maju pada zamannya. Kata mereka, saat itu, tidak ada wanita yang berpikiran sekritis dan semaju itu. Beberapa sejarawan sudah mengajukan bukti bahwa klaim semacam itu tidak tepat. Ada banyak wanita yang hidup sezamannya juga berpikiran sangat maju. Sebut saja Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (terakhir pindah ke Medan).

Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung.

Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan Sartika dan Rohana dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata.

Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

Kalau saja ada yang sempat menerbitkan pikiran-pikiran Rohana dalam berbagai surat kabar itu, apa yang dipikirkan Rohana jauh lebih hebat dari yang dipikirkan Kartini.
Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pocut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda.

Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh.

Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati.

Aceh juga pernah dipimpin oleh Sultanah (sultan wanita) selama empat periode (1641-1699). Posisi sulthanah dan panglima jelas bukan posisi rendahan.

Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini?

Mengapa bukan Rohana Kudus?

Mengapa bukan Cut Nyak Dien?

Mengapa Abendanon memilih Kartini?

— Apa karena Cut Nyak dibenci penjajah?

— Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu?

Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.

Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki.

Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik.

Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan, begitu kata Rohana Kudus.

Bayangkan, jika sejak dulu anak-anak kita bernyanyi:

Ibu kita Cut Nyak Dien.
Putri sejati.
Putri Indonesia…,

mungkin tidak pernah muncul masalah Gerakan Aceh Merdeka.

Tapi, kita bukan meratapi sejarah, Ini takdir. Hanya, kita diwajibkan berjuang untuk menyongsong takdir yang lebih baik di masa depan. Dan itu bisa dimulai dengan bertanya, secara serius:

Mengapa Harus Kartini?

Oleh Tiar Anwar Bachtiar, Peneliti INSISTS dan Kandidat Doktor Sejarah, Universitas Indonesia @Voa-Islam

Senin, 21 April 2014

"13 Alasan Saya Tidak Setuju Jokowi Jadi Presiden"


Sudah hampir satu minggu ini pro kontra mengenai pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau yang biasa disapa dengan Jokowi, untuk menjadi calon presiden dari PDIP cukup banyak menghiasi timeline baik di media sosial ataupun headline media cetak.

Di wall pribadi saya pun juga beberapa kali saya tampilkan link-link berita yang cenderung kontra (tidak setuju) dengan berita pencapresan Jokowi tersebut. Dan karena seringnya saya menuliskan link-link tersebut sampai ada yang menilai bahwa saya menjadi Jokowi Haters, hehehe...

Uuuuupppss, jangan salah menilai dulu tanpa tahu sebab musababnya. Jauh sebelumnya sesungguhnya saya justru fans berat Jokowi. Terlebih lagi ketika dulu booming-boomingnya Mobil Esemka yang sempat di-endorse oleh Pak Jokowi, dan digadang-gadang akan dijadikan sebagai proyek mobil nasional.

Wooooww, langsung saja hal itu membuat saya termehek-mehek. Berbagai berita tentang Jokowi selalu saya ikuti. Cerita kesuksesannya di Solo yg legendaris dengan memindah ratusan bahkan ribuan PKL itu menjadi salah satu kisah yang menarik. Hingga akhirnya Jokowi akan maju sebagai Cagub DKI pun ada rasa bangga.

"Wah kapan lagi DKI bisa 'diperbaiki' oleh anak daerah yang berprestasi?", itu pikiran saya dulu. Harapan besar agar Jokowi bisa menang dalam Pilgub DKI sangat menggodaku untuk menularkan virus Jokowi ini. Video kampanya Tim Jakarta Baru yang bisa dilihat di Youtube dan berdurasi sekitar satu jam-an itu juga saya download dan saya lihat berkali-kali tanpa bosan. Dalam benak pikiran saya pun mengatakan : "Nah, sepertinya ini pemimpin yang ideal yang bisa memperbaiki Jakarta".

Bahkan di twitter, akun @triomacan2000 yang saat putaran pertama sangat memuja-muja Jokowi dan di putaran kedua berbalik arah menyudutkan Jokowi pun bisa membuat saya muak. "Ah, Pak Jokowi tuh nggak seperti yang di-tweet-kan @triomacan2000 itu"

Itu dulu. Sekali lagi, itu dulu. Beda dengan sekarang...

Setelah akhirnya Jokowi bisa duduk manis sebagai Gubernur DKI, dipercaya dan diberikan amanah oleh sebagian besar rakyat Jakarta yang berharap banyak Jokowi bisa mengabdikan diri buat Jakarta, ternyata belum ada 2 tahun masa jabatannya Jokowi sudah mulai 'berulah'. Mulai melirik rumput yang lebih hijau yaitu dengan menjadi Calon Presiden RI.

Hingga akhirnya memang Megawati berbesar hati memberikan mandatnya untuk mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden dari PDIP. Dan siapa sangka, justru hal inilah yang akhirnya justru membuat saya yang dulu termehek-mehek sama Jokowi jadi antiklimaks, tidak respek sama sekali.

Tentu saja menjadi tidak respeknya saya terhadap Jokowi itu bukannya tanpa alasan. Ada banyak penyebabnya yang mengakibatkan saya menjadi tidak respek tadi. Dan tidak respeknya itupun juga sambung-menyambung sejak mengendorse Esemka hingga menjabat sebagai Gubernur DKI dan diberi mandat sebagai capres oleh Megawati.

Setidaknya saya mencatat ada 13 hal yang menyebabkan saya yang dulunya termehek-mehek sama Jokowi akhirnya menjadi antiklimaks menjadi tidak respek lagi. Sekali lagi yang saya catat dan saya tuliskan ini adalah berdasarkan sisi penglihatan saya sebagai orang awam, Anda boleh saja setuju ataupun tidak setuju. Kalaupun Anda tidak setuju ya itu adalah hak Anda, tidak perlu berdebat kusir, silakan saja membuat tulisan Anda sendiri dengan argumen Anda sendiri. Simpel.

Oke, tidak perlu berlama-lama, yuk kita bahas 13 hal yang menjadi alasan mengapa saya tidak setuju Jokowi untuk jadi presiden yaitu :

1. Mendongkrak Popularitas Dengan Mendompleng Esemka

Mau tidak mau, setuju tidak setuju, pamor Jokowi di perpolitikan tingkat nasional dimulai ketika muncul berita Walikota Solo (saat itu dijabat Jokowi) menggunakan mobil esemka, yang diklaim sebagai hasil karya anak bangsa. Bahkan gak tanggung-tanggung impian memiliki mobil nasional seakan menjadi didepan mata.

Bahkan saking hebatnya dan menjadi lebih populer lagi, Jokowi merencanakan kalo mobil esemka akan dijadikan mobil dinas walikota dan wakil walikota solo. Bangga menggunakan mobil karya anak negeri, kira-kira begitu. Dan bisa ditebak, masyarakat yang mengikuti berita tersebut langsung jatuh cinta. Baru kali ini ada walikota yang membela produk lokal, dan bahkan akan menggunakannya sebagai mobil dinas..!! Kesan yang tampak di masyarakat sudah pasti adalah sebuah figur pemimpin yang sederhana dan pro rakyat. Kesan sebagai pejabat yang biasa menggunakan fasilitas mewah (termasuk diantaranya mobil dinas) dengan mudah bisa dilepaskan oleh Jokowi.

Sekarang kenyataannya kita pertanyakan lagi komitmennya, benarkah esemka sudah dijadikan mobil dinas walikota dan wakil walikota solo? Sudahkah ada perkembangan sejauh mana proyek esemka menjadi mobil masional itu dilakukan? Anda bisa menilainya sendiri...

Dan dari sini saya pribadi berpendapat, Jokowi telah memanfaatkan Esemka yang diklaim sebagai produk lokal untuk mendongkrak popularitasnya..!! Setelah target popularitas tercapai dan kursi DKI 1 ditangan, esemka hanya tinggal kenangan...

2. Menelantarkan 'Nasib' Esemka

Saat booming-boomingnya Esemka dan ada berita bahwa Jokowi ingin menjadikan proyek mobil nasional, saya langsung terbayang mimpi-mimpi yang hebat terhadap rencana tersebut. Akan membuka banyak lowongan kerja yang baru dan bisa mengurangi pengangguran. Itu sudah pasti.

Perusahaan-perusahaan pengecoran logam bisa dijadikan partnet untuk memproduksi spare part-nya, anak-anak lulusan SMK bisa banyak ditampung bekerja, bila bisa berjalan tentu bisa menggerakkan lagi roda perekonomian di Kota Solo, dan masih banyak lainnya.

Namun seperti peribahasa, "Habis Manis Sepah Dibuang", ternyata ada benarnya. Begitu target yang diinginkan sudah tercapai, berhasil meraih popularitas dengan menunggang esemka, dan bisa meraih kursi DKI-1, akhirnya Esemka ditinggalkan begitu saja. Entah, kelanjutan untuk diproduksi massal sebagai mobil nasional bisa jadi hanya sekedar mimpi besar di siang bolong saja.

Nasib beberapa pesanan yang sudah sempat masuk ordernya saat booming itu akhirnya dikerjakan dan disupport habis sama Jokowi atau tidak, itu juga menjadi tanda tanya besar. Hal ini menjadi salah satu alasan yang menyebabkan saya menjadi tidak respek dengan Jokowi lagi. Memberi harapan kepada sesuatu (dalam hal ini Esemka dan Pak Sukiyat) namun tidak direalisasi, bahkan malah cenderung ditelantarkan.

3. Mudah Mengkhianati Amanah Yang Telah Diberikan Oleh Rakyatnya

Bila diberi amanah maka dia berkhianat. Saya ingat sekali dengan kata-kata itu, yang sering dijadikan bahan khutbah atau disampaikan dalam pelajaran agama. Ini bukan hal yang sepele dan ringan. Ini masalah tanggung jawab yang besar seseorang terhadap Tuhannya..!!

Ya, kita tahu bahwa Jokowi telah menjadi Walikota Solo 2 periode. Yang pertama diselesaikan dengan sempurna. Yang kedua, belum selesai masa jabatannya sudah lompat pagar menjadi Gubernur DKI. Dan sekarang sudah jadi Gubernur DKI, belum selesai masa jabatannya sudah mau lompat lagi menjadi calon presiden..!!

Ckckckckck... Kok ya bisa, semudah itu untuk mengkhianati amanah yang telah diberikan oleh rakyat kepadanya?

Untuk kasus yang di Solo ke Jakarta waktu itu saya masih berusaha untuk menerimanya. "Ah gak papa, toh yang periode pertama sudah selesai sampai akhir masa jabatannya, dan yang periode yang kedua pak wakil walikotanya sudah paham dengan cara kerja walikota". Itu pendapat saya dulu.

Lha, sekarang kok terjadi lagi. Belum selesai masa jabatannya, baru juga 1.5 tahun menjabat sebagai Gubernur DKI, lha kok sudah mau lompat lagi menjadi calon presiden? Sungguh tingkah yang dimata saya tidak profesional. Apakah tidak berpikir bahwa rakyat Jakarta memilihnya dalam Pilgub DKI itu tentu mereka memiliki harapan yang besar bahwa dalam 5 tahun kepemimpinannya bisa membawa perubahan yang signifikan untuk Jakarta. Pilgub yang di biayai menggunakan uang rakyat dan jumlahnya milyaran seakan-akan tidak dihiraukan lagi.

Tidak ingat lagi bahwa Jokowi dipilih oleh rakyat, dan rakyat memberikan amanahnya untuk menjadi pemimpinnya. Semudah itukah mengkhianati amanah yang sudah diberikan oleh rakyat yang sudah banyak berharap agar pemimpinnya bisa memberikan yang terbaik kepada rakyatnya hingga selesai akhir masa jabatannya?

Hmmmm, silakan Anda pikirkan sendiri, kalo saya yang pasti gemas..!

4. Tidak Berjiwa Nasionalis

Coba Anda telusuri berita-berita yang heboh mengenai monorel jakarta dan bus transjakarta. Kira-kira monorel yang dipakai serta bus transjakarta yang dipesan itu hasil produksi dari mana?

Jawabannya satu : Dari CHINA..!!

Ya, monorel jakarta dan bus transjakarta yang digunakan itu adalah produksi dari China. Ini yang saya tidak habis pikir, kenapa kok malah menggunakan produk dari negara lain? Kok tidak menggunakan hadil produksi dari karoseri lokal saja? Biasanya alasannya adalah itu sudah sesuai dengan prosedur tender. Produsen lokal ada yang tidak memenuhi beberapa syaratnya, dan harganyapun lebih mahal. Sedangkan produk yang dari China itu harganya lebih murah.

Hmmmmm.. Kalo menurut saya ini alasan yang diada-adakan. Andai pemimpin yang memiliki jiwa nasionalis tentu akan lebih mementingkan produksi anak bangsa lebih dulu. Kenapa? Sebab uangnya bisa berputar disini, uangnya digunakan untuk membayar jam kerja para buruh disini, uangnya dipakai untuk membayar kesejahteraan saudara sendiri di negeri sendiri. Bukan membayar jam kerja orang lain di negara orang lain..!!

Ada juga berita yang saya baca adalah produk dari China itu harganya lebih murah 50 jutaan per unitnya, kalo sekian ratus atau sekian ribu yang dipesan, harapannya bisa menghemat sekian milyarrrr..!! Eh, tau-tau malah bus yang didapat malah bus rekondisi yang sudah karatan dan rusak..!!

Bahkan dalam beberapa berita juga saya temukan bahwa pemenang tender bus transjakarta itu kantornya saja susah ditemukan. Sekalinya ditemukan, kantornya tidak meyakinkan. Masa ada pemenang tender yang nilainya ratusan milyar kantornya cuma di ruko saja?

Ah entahlah yang jelas disini saya tidak menemukan sisi nasionalisnya Jokowi lagi seperti diwaktu dia mau menggandeng Esemka, dimana aroma jiwa nasionalisnya kental terasa.

5. Bukan Contoh Pemimpin Yang Gantleman

Masih teringat jelas ketika 'the busway gate' rame jadi berita, baik di media online atau media cetak. Dalam kacamata saya, dengan munculnya pemberitaan kasus 'the busway gate' ini sangat jelas sekali membuktikan bahwa Jokowi bukanlah contoh pemimpin yang gantleman?

Pasti Anda akan bertanya, Apa alasannya?

Oke. Skandal bus transjakarta yang menggunakan dana milyaran itu ternyata bermasalah. Budget pembelian busway untuk setiap bus-nya diatas angka 3 milyar. Sekali lagi budgetnya adalah lebih dari 3 Milyar per bus. Bahkan dalam sebuah berita ada yang menyebut kalau Ahok menginginkan bisa mendapatkan bus yang kualitasnya selevel volvo atau mercedes. Namun pada kenyataannya ternyata malah mendapatkan bus dari China yang rekondisi dan sudah berkarat pula.

Dalam kasus ini Kadis Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, menyatakan bahwa terjadinya kerusakan (berkarat)-nya busway yang diimpor dari China tersebut karena terkena percikan air laut pada saat proses ekspedisi ke Indonesia. Jelas saja menurut saya ini adalah sebuah alasan yang sangat tidak masuk diakal. Mana bisa bus yang saat pengiriman tersebut berada di dalam kapal, tapi masih juga terpercik air laut? Hehehe...

Alih-alih langsung dengan gantleman mengklarifikasi kejadian sesungguhnya, dengan gantle minta maaf atau mengambil tanggung jawab anak buahnya itu, tetapi malah mencari cari kesalahan dan kambing hitam. Hingga akhirnya berujung mutasi jabatan si Kadis Perhubungan tersebut. Bukannya seharusnya untuk proyek yang nilainya milyarnya, terlebih pengadaan barang, semua spesifikasinya akan disebutkan dengan jelas dan lengkap? Harusnya antara Kadis dan Gubernur akan tahu semuanya. Apabila ternyata tertulisnya adalah produk yang berkualitas selevel volvo atau Mercedes namun akhirnya hanya dibelikan bus China, sudah pasti ini ada hal yang salah.

Nah, dimata saya pribadi langkah memutasi Pak Kadis karena dianggap bersalah dalam kasus ini tentu bukan hal yang baik. Akan lebih baik jika Jokowi langsung mengambil alih tanggung jawab. Mengakui ada kesalahan. Mengakui bahwa (barangkali) ada yang gak bener dalam proses pengadaannya, dan minta maaf. Bukan malah mencari kambing hitam..!!

6. Lebih Mementingkan Mandat atau Kepentingan Partai

Dulu saya berpikir bahwa Jokowi orangnya tegas dan sulit diintervensi oleh partainya bila berhubungan dengan pekerjaan. Maksudnya akan lebih mengutamakan pekerjaannya sebagai Gubernur dulu daripada untuk kepentingan partainya. Namun ternyata dugaan saya itu salah. Salahnya saja salah besar..!!! Ternyata Jokowi lebih mementingkan mandat adat kepentingan partai daripada kepentingan rakyat yang telah memberikannya amanah untuk menjadi pemimpinnya.

Rame-rame ada pemilihan gubernur di Jawa Barat dan diminta untuk 'jualan' di Jawa Barat ayuuuuukk..

Rame-rame ada pemilihan gubernur di Jawa Tengah dan diminta untuk 'jualan' di Jawa Tengah ayuuuuuukk...

Rame-rame ada pemilihan gubernur di Sumatra Utara dan diminta untuk 'jualan' di Sumatra Utara ayuuuuuuukk...

Saat jam kerja diajak ziarah ke makam Bung Karno di Blitar, ayuuuuuuuuukk...

Saat jam kerja sowan ke Gus Mus di Rembang, okeeeeeeee...

Hmmmmm, hal-hal sepele seperti ini yang akhirnya malah membuat ilfil. Pemimpin yang seolah-olah tidak ada wibawanya sama sekali. Sedikit-sedikit 'sendhiko dhawuh' sama perintah partai...

Padahal seharusnya sebisa mungkin seorang pemimpin itu mengedepankan kepentingan rakyatnya terlebih dahulu yang sudah memberikan amanah kepadanya. Okelah gak perlu munafik, partai juga perlu, tapi mbok ya diatur waktunya dengan baik dan elegan. Gunakanlah waktu diluar jam kerja untuk mengurusi partai. Atau gunakan hari libur untuk kepentingan partai. Jadi ketika melihat Jokowi dengan mudahnya diatur-atur partai untuk kepentingan partainya dulu, dari situ pula respek saya ke Jokowi mulai pudar.

Hal ini bertolak belakang dengan Ahok, Wakil Gubernurnya. Meskipun sama-sama berangkat sebagai kader partai dan berbeda partai, Ahok lebih bisa mengedepankan kepentingan rakyatnya dulu dibanding partainya.

7. Berbohong Dengan Memainkan Sandiwara Politik

Masih ingatkah Anda jauh-jauh hari sebelum mandat pencalonan presiden oleh Megawati dibacakan? Setiap kali ditanya oleh wartawan soal peluang Jokowi akan maju sebagai calon presiden ada beberapa jawaban yang selalu diberikan.

"Copras Capres Copras Capres ......."

"Nggak Mikir... Nggak Mikir... Nggak Mikir..."

"Tiap hari mikirin banjir, macet, PKL, lha kok suruh mikir copras capres..."

"Jokowi itu komitmen..!"

Bahkan dalam kampanyenya dalam pilgub dulu, "Jokowi itu komitmen, tidak akan tergoda capres-capresan". Sandiwara itu tersaji dengan apik dan sempurna. Rakyat disajikan sandiwara yang diperankan oleh seseorang yang kelihatannya lugu namun ternyata juga menyimpan ambisi terpendam yang luar biasa. Lengkap sudah.

Dengan komentarnya yang "Nggak Mikir... Nggak Mikir... Nggak Mikir..." itu rakyat, lebih khususnya rakyat Jakarta, dibuat 'bingung'. Disatu sisi, Jokowi ini memang bener-bener nggak mikir menjadi calon presiden ataukah saat ini masih belum mikir tapi nanti tetep mau juga menjadi calon presiden.

Selama Jokowi masih menjawab "nggak mikir.. nggak mikir.." itu setidaknya Jokowi mungkin masih bermaksud 'ngedem-ngedemke' atine rakyat Jakarta. Nggak mungkinlah Jokowi meninggalkan rakyat Jakarta yang sudah memberinya amanah untuk menjadi pemimpinnya.

Namun apa mau dikata, ternyata sekuel demi sekuel sandiwara politiknya itu terjawab sudah. Ternyata jawaban "nggak mikir.. nggak mikir.." itu hanyalah isapan jempol saja. Kenyataannya akhirnya 'takluk' dengan menerima atau mau melaksanakan mandat Megawati daripada melaksanakan mandat rakyat yang memilihnya.

Poin ini tentu menjadi krusial. Bukan menjadi contoh yang baik apabila ternyata pemimpinnya malah mengajarkan berbohong dan memainkan sandiwara politik demi ambisi partai ataupun ambisi pribadi. Inilah salah satu poin yang membuat saya menjadi kehilangan respek kepada Jokowi.

8. Hanya Menjadi Wayang atau Boneka Saja

Pada poin ini lebih ditekankan pada ketegasan seorang pemimpin yang wajib memiliki integritas dan bebas dari intervensi kepentingan seseorang atau kepentingan kelompok/partai. Di media sosial banyak sekali yang menyoroti tentang hal ini, yaitu apabila Jokowi terpilih menjadi presiden mendatang dikhawatirkan hanya akan menjadi simbol atau boneka saja. Dimana yang menjadi dalang atau 'presiden' sesungguhnya adalah orang yang memiliki kepentingan dibaliknya..!!

Salah satu hal yang masih saya ingat adalah ketika rame-rame pilgub DKI tempo hari itu. Katanya Jokowi didanai oleh seorang konglomerat. Milyaran rupiah digelontorkan untuk mendanai kampanye Jokowi. Dan singkat kata Jokowi terpilih menjadi Gubernur. Seiring berjalannya waktu, proyek monorel Jakarta akhirnya akan dilanjutkan lagi. Siapa yang mendapatkan proyeknya itu? Anda pasti tahu. Yang jelas Grup Bukaka-nya Jusuf Kalla kalah dalam proyek ini.

Mungkin bisa kita otak atik gathuk lagi. Sebelum mandat pencalonan presiden Megawati kepada Jokowi dibacakan, Megawati masih belum sepenuhnya ikhlas untuk melepaskan peluang menjadi calon presiden itu kepada Jokowi. Diluar alasan memutus mata rantai trah Soekarno di PDIP, dalam internal PDIP menggadang-gadang akan mencalonkan seorang jendral yang akan menjadi calon presidennya.

Stop sampai disini dulu. Lalu, beberapa hari sebelum pembacaan mandat itu, Megawati menemui puluhan pengusaha etnis China, yang tentu saja dimintai untuk peran sertanya demi kesuksesan PDIP dalam pemilu tahun ini. Entah kenapa, tidak berselang lama mandat itu dibacakan oleh Megawati. Dan sesaat setelah pembacaan mandat, Jokowipun menerima dan siap melaksanakan mandat tersebut.

Hebatnya, begitu pembacaan mandat dan Jokowi menerima mandat, tiba-tiba direspon positif oleh pasar. Indeks IHSG naik dan nilai tukar dollar juga naik.

Terbacakah oleh Anda benang merahnya itu? Wallahu 'alam..

Yang jelas saya takut andaikata Jokowi menjadi presiden dan akhirnya hanya menjadi presiden boneka saja.

Kalo saya, daripada jadi presiden boneka, mending jualan boneka aja. Ini lagi laris-larisnya jualan Boneka Teddy Bear dan Boneka Pinokio...

9. Berpolitik Balas Budi

Banyak pemberitaan yang membahas tentang hal yang satu ini, yaitu secara tidak langsung Jokowi menjalankan politik balas budi. Dan yang paling sering dihubung-hubungkan adalah mengenai pembangunan monorel Jakarta. Saat maju pemilihan DKI-1, Jokowi seringkali dihubung-hubungkan dengan nama salah satu konglomerat, yang turut membantu kesuksesan Jokowi maju dan memenangkan pertarungan DKI-1. Milyaran rupiah digelontorkan oleh si konglomerat itu agar Jokowi bisa terpilih menjadi DKI-1.

Namanya mengeluarkan duit, apalagi dalam jumlah milyaran, tentu saja tidak bisa gratis begitu saja. Masak udah membantu puluhan milyar, trus duitnya gak pengen balik lagi? Halpir mustahil...

Dan begitu kursi DKI-1 sudah ditangan, ternyata dugaan itu mendekati kebenarannya. Proyek Jakarta Monorel dinyatakan oleh Jokowi untuk dilanjutkan lagi, dan yang memenangkan proyek itu Anda pasti juga bisa menebaknya. Yang jelas Pak Jusuf Kala dengan Grup Bukakanya kalah, dan tiang-tiang pancang yang sudah dibangun oleh Adhi Karya yang seharusnya dibayar ganti ruginya oleh pemenang tender Jakarta Monorel itu nasibnya sampai sekarang masih terkatung-katung.

Nah ini yang bisa menjadi sebuah preseden buruk, dimana bila ada pimpinan melakukan politik balas budi, atau politik transaksional semuanya akan menjadi kurang baik. Dan memang seharusnya calon presiden atau calon pemimpin yang biasa melakukan politik balas budi seperti ini tidak bisa menjadi contoh yang baik. Selagi ada calon pemimpin atau calon presiden yang berani menolak melakukan politik balas budi, maka lebih baik memilih pemimpin yang tegas seperti itu.

10. Melakukan Pencitraan Yang Menguntungkan Saja

Pada poin ini sebenarnya saya juga ingin tersenyum dulu, kenapa? Sebab menurut saya pribadi, Jokowi cerdas dan cerdik memainkan pencitraan yang menguntungkan saja, pencitraan yang bisa membuat namanya jadi harum. Ada dua hal yang ingin saya bandingkan disini, yaitu saat Jokowi mendapatkan hadiah gitar dari salah satu personel grup band ternama dunia dan satunya lagi ketika rame-rame ada pemberitaan busway yang karatan.

Dari dua kasus tersebut, Jokowi tahu persis mana yang bisa dimainkan agar namanya jadi lebih harum dan mana yang malah menjadi bumerang. Begitu menerima hadiah gitar, tidak pakai lama, saat itu Jokowi langsung berinisiatif untuk memberikan gitar tersebut ke KPK. Jokowi takut nanti dianggap melanggar aturan mengenai pejabat yang menerima gratifikasi. Dan ternyata benar, pemberian gitar tersebut oleh KPK dianggap sebagai gratifikasi dan oleh karenanya gitar tersebut diambil dan menjadi milik negara.

Pada kasus ini jelas, nama Jokowi begitu harum namanya kan? Orang akan berpikir, "Wah, seorang pemimpin diberi hadiah gitar oleh sebuah grup band terkenal tapi malah diserahkan ke KPK, agar tidak dianggap KKN." Seolah-olah akan banyak yang berpikir, "Oh, Jokowi hebat, tidak bisa 'disuap-suap', disuap aja gak mempan, pasti dia juga gak mungkin korupsi" Itu salah satu hal yang muncul dalam benak pikiran saya ketika mencermati kejadian pemberian gitar yang akhirnya diberikan kepada negara itu. Stop sampai disini dulu.

Sekarang dibandingkan dengan adanya masalah yang kedua. Ketika terjadi ramerame berita busway yang rusak dan karatan, padahal baru saja dibeli, kenapa Jokowi tidak segera melakukan tindakan yang sama? Segera laporkan ke KPK dan biar secepatnya diusut tuntas dan jelas masalahnya..!! Apakah itu sebuah kebetulan??? Yang jelas dimata saya pribadi, Jokowi terlalu cerdik, memilih kasus mana yang bisa membuat citranya positif dan harum serta kasus mana yang nanti malah menjadi bumerang.

Itu setidaknya menurut kacamata saya. Entah lagi jika Anda punya pemikiran yang lain.

11. Tidak Memiliki Visi Misi Yang Jelas Terarah dan Terukur

Namanya sudah diajukan menjadi calon presiden, sudah barang tentu sudah memiliki grand design, bagaimana visi misi yang akan dia inginkan ketika nanti benar-benar terpilih menjadi presiden. Namun saat ditanyai mengenai visi-misi ini tidak secara jelas Jokowi menjawabnya. Malah memberikan jawaban yang aneh, yaitu dia masih fokus untuk mengurusi pemilu legislatif lebih dulu. Belum terlalu memilirkan pemilu presiden dan wakil presiden..!!

Wuaaaaaa...!!! Pemimpin macam mana ini, sudah mau maju menjadi calon presiden tapi ketika ditanyain mengenai visi misi malah tidak bisa menjawab visi misinya... Setidaknya, seorang calon presiden itu akan memiliki gambaran apa-apa saja yang akan dilakukannya nanti. Misalnya saja :

Dalam birokrasi akan melakukan apa...

Dibidang ketahanan pangan akan melakukan apa...

Dibidang ketahanan energi akan melakukan apa....

Dibidang kebudayaan akan melakukan apa...

Dibidang pendidikan akan melakukan apa...

Dibidang kesehatan akan melakukan apa...

Dan seterusnya...

Atau jangan-jangan, visi misi yang jadi titipan 'beking'-nya atau 'dalang'-nya belum juga disiapkan? Ah mbuhlah...

12. Belum Memiliki Prestasi Kerja Mengatasi Problem-Problem Negara

Para pembela Jokowi yang setuju Jokowi maju sebagai calon presiden biasanya adalah : "Jokowi akan lebih mudah membereskan masalah Jakarta kalau dia menjadi presiden, sebab bisa dengan cepat mengambil keputusan". Atau kadang ada juga dengan argumen : "Kalo Jokowi jadi presiden, yang untung bukan cuman Jakarta, tapi seluruh rakyat Indonesia..!"

Mendengar argumen seperti itu kadang saya cuman tertawa dalam hati, entah bagaimana bisa menggunakan logika seperti itu. Sedangkan saya justru berpikir terbalik, "Ngurusin Jakarta yang luasnya masih seper berapanya bangsa ini saja masih belum terlihat hasilnya, kok mau loncat-loncat pekerjaannya mengerjakan tugas yang lainnya..!!"

Jadi presiden nanti bukan saja menyelesaikan problematika Jakarta yang ditinggalkan saja, tetapi juga mengurusi Aceh, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Balikpapan, MAkassar, Ambon, hingga Papua. Semuanya memiliki problematika sendiri-sendiri dan berbeda-beda cara penyelesaiannya. Kalo prestasinya hanya sekedar seputar mengatur/merapikan PKL, bikin kartu sehat, bikin kartu pintar, ngusir topeng monyet dan itu langsung di copy paste ke daerah-daerah lain, itu bukan sebuah prestasi yang membanggakan. Mengapa? Mengurus negara itu jauh lebih kompleks dari sekedar hal-hal itu. Dan menurut saya belum ada prestasi yang hebat yang bisa dijadikan bukti nyata untuk meyakinkan saya.

Contoh saja.. Mengatasi masalah ketahanan energi.. Membangun infrastruktur (bandara, pelabuhan, jalan tol, dll).. Mengurusi masalah ketahanan pangan.. Mengurusi mengenai pertanian/peternakan.. Mengurusi kesehatan masyarakat.. Mengurusi ketahanan negara..

Dan lain sebagainya, masih banyak lagi.. Dimata saja, belum ada prestasi-prestasi yang ditorehkan oleh Jokowi yang bisa 'dipamerkan' menghandle problem-problem negara yang jauh lebih besar. Kita sebagai calon pemilih tentu saja serasa berjudi andaikata menyerahkan amanat kepada seorang pemimpin yang ternyata belum teruji kapasitasnya mengatasi atau menyelesaikan problematika negara yang beraneka ragam itu.

13. Sebab Dicalonkan Oleh PDIP

Untuk alasan yang terakhir ini saya agak subyektif. Ya karena ini tulisan hasil penglihatan dan analisa saya, maka saya tetap mencantumkannya. Alasan saya yang ke-13 adalah, saya kurang setuju Jokowi menjadi calon presiden sebab dia dicalonkan melalui  PDIP.

Mengapa saya kurang setuju Jokowi dicalonkan sebagai calon presiden dari PDIP? Sebab, dalam banyak pemberitaan banyak disebutkan rekam jejak kinerja partai ini dimasa lalu cukup memprihatinkan. Bahkan dalam minggu-minggu terakhir ini di media sosial dengan hashtag #MelawanLupa, banyak dituliskan rekam jejak kinerja partai ini dimasa lalu.

Coba saya tuliskan #MelawanLupa yang ramai dibahas di media sosial itu: Ibuku sayang..

1. Dulu kau jual satelit negara kami ke Singapura melalui jualan Indosat dengan murah, sehingga kita dimata-matai negara tetangga. #?MelawanLupa

2. Dulu kau jual aset-aset kami yang dikelola BPPN dengan murah (hanya 30% nilainya) ke asing. #MelawanLupa

3. Dulu kau jual kapal tanker VLCC milik Pertamina lalu Pertamina kau paksa sewa kapal VLCC dengan mahal. #MelawanLupa.

4. Dulu kau jual gas Tangguh dengan murah (banting harga) ke China (hanya $3 per mmbtu), lalu sekarang kau teriak2 selamatkan Migas. #MelawanLupa.

5. Dulu kau buat UU Outsourching yg merugikan kaum buruh wong cilik, sekarang kau koar2 atas nama buruh dan wong cilik. #MelawanLupa.

6. Dulu kau berikan SP3 dan SKL untuk bandit2 BLBI pencuri uang rakyat. #MelawanLupa.

7. Sekarang, kau ngomong lagi soal nasionalisme, setelah kader-kader mu terbukti paling banyak yg tersangkut korupsi. #MelawanLupa.

8. Dan sekarang, untuk mengkatrol suara dan citramu yang terpuruk, kini kau mengumpankan si "Kotak2". #MelawanLupa.

9. Dulu kau berhutang triliunan rupiah hanya utk menyelamatkan bandit2, sekarang kau juga didukung bandit2 utk naekkan bonekamu. #MelawanLupa.

10. Dulu kau bilang kau dikhianati SBY, skrg kau khianati Prabowo. #MelawanLupa.

11. Dulu kau ngambek krn tdk menang lawan SBY, skrg kau jumawa dan sombong meski belum menang. #MelawanLupa.

12. Kau lupakan korban 27 juli yg tdk lain kader2 mu, setelah itu kau berkoalisi bersama org yg menjadi salah satu aktornya dan kini kau ungkit2 lagi dosa org tersebut. #MelawanLupa.

13. Dulu kau pecat pa Kwik yg mencoba membela dan mempertahankan aset negara. #MelawanLupa.

14. Dulu kau hanya bisa diam dan membiarkan negeri ini dlm mode autopilot. #MelawanLupa.

Sungguh woooooooww sekali, dan saya serasa diingatkan lagi untuk #MelawanLupa itu...

Lalu apakah sesungguhnya apa yang menjadi kriteria saya andaikata Jokowi layak dicalonkan menjadi presiden? Saya Setuju Jokowi Jadi Presiden Kalau...

1. Menyelesaikan amanah dan janji-janjinya untuk rakyat Jakarta hingga selesai masa jabatannya..

2. Dicalonkan oleh partai yang memiliki track record yang baik (atau yang paling baik diantara yang buruk)..

3. Bebas intervensi dan bebas politik balas budi..

4. Memihak kepentingan nasional (nasionalis)..

5. Memiliki visi misi pembangunan kedepan yang dahsyat namun realistis untuk diwujudkan..

6. Memiliki track record prestasi menyelesaikan problematika dalam sekup yang lebih besar..

7. Tidak mementingkan pencitraan, tetapi mementingkan prestasi dan kerja nyata..

8. Tidak mudah disetir oleh kepentingan partai atau kelompok tertentu..

9. Menjadi pemimpin yang gantleman dan berani mengambil tanggung jawab tanpa mencari kambing hitam..

10. Tidak menjadi pemimpin boneka..

Nah, sampai disini semoga Anda bisa memahami dan mengerti berbagai macam pertimbangan yang akhirnya membuat saya yang dulu 'jatuh cinta' dengan Jokowi akhirnya malah berbalik arah menjadi tidak respek dengan beliau. Bukan karena benci, sama sekali tidak.

Hanya merasa kasihan saja andaikata ternyata Jokowi itu hanya dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain atau pihak lain yang ingin mengambil keuntungan dibalik pencalonan Jokowi tersebut. Bahkan sayapun juga masih berharap, andaikata Jokowi memenuhi 10 kriteria yang saya dituliskan diatas, saya mau untuk mendukung Jokowi menjadi presiden.

Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan pertimbangan Anda. Tidak ada paksaan dari saya untuk Anda tidak memilih Jokowi, sama sekali tidak. Anda punya jagoan sendiri ya monggo, begitu pula saya.. Dan Anda juga tidak harus mengikuti dan setuju dengan pendapat yang saya kemukakan disini. Bila Anda memiliki pendapat sendiri, silakan berpendapat, silakan menulisnya, dan dengan senang hati nanti saya juga akan ikut membacanya.. Salam Pemilu Cerdas, Pemilu Pintar...!!

Minggu, 20 April 2014

Hitungan riil, untung dan rugi coblos Partai Gerakan Indonesia Raya

Pesan ini adalah untuk saudara-saudara yang masih ragu akan perlunya pergi ke TPS dan memilih tanggal 9 April 2014 ini. Keraguan utama yang saya baca adalah: Apakah suara saya benar berpengaruh?

Untuk saudara pertimbangkan: Membangun fasilitas dan menyediakan layanan publik berkualitas butuh uang. Besaran APBN kita saat ini hampir Rp. 2.000 triliun.

Selama empat tahun terakhir, Dewan Pakar Gerindra telah mencermati, menemukan dan merinci kebocoran kekayaan negara akibat korupsi dan kebijakan yang keliru. Jumlahnya sekarang sudah mencapai Rp. 1.160 triliun.

Menyelamatkan kebocoran Rp. 1.000 triliun lebih ini, dan penggunaannya secara efektif adalah prioritas utama saya dan Gerindra jika mendapatkan mandat dari saudara.

Jika saya dan Gerindra mendapat kepercayaan saudara, saya optimis pada tahun pertama kita bisa selamatkan minimal setengah kebocoran. Kurang lebih Rp. 500 triliun. Tahun kedua saya optimis bisa selamatkan keseluruhan, Rp. 1.000 triliun.

Sebagai gambaran, uang Rp. 500 triliun dapat digunakan untuk hal-hak sebagai berikut. Harga-harga ini adalah angka-angka dari resmi dari pemerintah saat ini:

Pembangunan Jalan Tol Jakarta - Surabaya
Biaya sampai selesai: Rp. 150 triliun

Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera
Biaya sampai selesai: Rp. 129 triliun

Pembangunan Kereta Api Trans Sumatera
Biaya sampai selesai: Rp. 65 triliun

Pembangunan Kereta Api Trans Sulawesi
Biaya sampai selesai: Rp. 30 triliun

Pembangunan Kawasan Pangan 1 Juta Hektar
Untuk Produksi 15 Juta Ton Padi per Tahun
Biaya sampai selesai: Rp. 50 Triliun

Percepatan Pembangunan Desa
Minimal Rp. 1 Milyar per Desa per Tahun
Biaya: Rp. 81 Triliun

= = = = = =

Total biaya untuk 6 kebutuhan diatas: Rp. 505 triliun.

= = = = = =

Untuk saudara pertimbangkan: Jika saudara coblos Gerindra, jika saudara berikan kepercayaan kepada saya, saya optimis dalam lima tahun pemerintahan saya dapat selamatkan Rp. 5.000 triliun. Uang sebanyak ini bisa digunakan untuk banyak hal. Uang ini bisa biayai pendidikan gratis berkualitas untuk semua warga Indonesia, pastikan tidak ada lagi anak Indonesia yang kurang gizi, keluarkan kita dari ketergantungan impor BBM dengan bangun industri BBN, jalankan semua program di 6 Program Aksi Gerindra dan lain sebagainya.

Alternatifnya, jika saudara memilih untuk tidak memilih: Uang ini bisa terus bocor dan tidak dirasakan oleh saudara, tidak dirasakan oleh rakyat Indonesia.

Untuk saudara pertimbangkan juga: Hutang bangsa Indonesia saat ini sudah mencapai angka Rp. 2.000 triliun. Saya sangat yakin dengan pemerintahan yang kuat, bersih dan memiliki program jelas, kita dapat:

1. Selamatkan kekayaan yang bocor.
2. Bangun infrastruktur secara besar-besaran.
3. Buka jutaan lapangan kerja baru.
4. Tingkatkan kualitas SDM bangsa.
5. Meringankan beban hidup rakyat banyak, dan
6. Selesaikan segala hutang kita dan jadi negara berwibawa.

Demikian, kepada saudara telah saya sampaikan hitung-hitungan nyata untung dan rugi, mencoblos dan tidak mencoblos Gerindra pada PEMILU 9 April 2014 yang akan datang.

Pergilah ke TPS dan coblos partai yang saudara percaya untuk menyelamatkan kekayaan kita yang bocor, dan mengalokasikan uang rakyat agar dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat banyak.

Semoga dapat membantu saudara dalam menentukan pilihan. Sahabatmu,

Ttd. Prabowo Subianto 

https://www.facebook.com/PrabowoSubianto

Jika saudara ingin mengetahui lebih banyak mengenai kebocoran Rp. 1.160 triliun yang saat ini terjadi, simak paparan saya berikut ini: http://youtu.be/7QvPISUcEwI


http://www.tinyurl.com/KenapaGerindra 

Sabtu, 19 April 2014

Prabowo Posisi Empat Politikus Dunia Terpopuler di Facebook

Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, masuk dalam lima besar politisi dunia, yang meraih pendukung terbesar di jejaring sosial 'Facebook'. Data itu berdasarkan penilaian socialbakers.com, lembaga riset media sosial asal Praha, Republik Ceko.

Koordinator Media Center 'Prabowo Subianto Djojohadikusumo', Budi Purnomo Karjodihardjo, di Jakarta, Selasa (21/1) menjelaskan, sejauh ini sudah ada sekitar empat juta pendukung Prabowo di jejaring sosial 'Facebook'.

"Dengan 4 juta pendukung Facebook, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto masuk lima besar politisi dunia dengan jumlah pendukung terbesar di dunia," katanya.

Hasil pemantauan socialbakers.com per 20 Januari 2014 menunjukkan, peringkat pertama ditempati Barack Obama (Presiden Amerika Serikat) dengan 38,5 juta pendukung.

Disusul peringkat kedua Mitt Romney (mantan calon presiden Amerika Serikat) dengan 11,3 juta pendukung. Ketiga, Narendra Modi (calon Perdana Menteri India) dengan 8,3 juta pendukung. Keempat, Paul Ryan (mantan calon wakil presiden Amerika Serikat) dengan 4,9 juta pendukung. Kemudian yang kelima diisi politikus Indonesia, Prabowo Subianto dengan empat juta pendukung.

Sedangkan di peringkat keenam adalah Enrique Pe?a Nieto (Presiden Meksiko) dengan 3,9 juta pendukung. Ketujuh, Arvind Kejriwal (Calon Perdana Menteri India) dengan 3,8 juta pendukung. Kedelapan, Noynoy Aquino (Presiden Filipina) dengan 3,6 juta pendukung.

Kesembilan, ditempati Nelson Mandela (mantan Presiden Afrika Selatan) dengan 3,4 juta pendukung. Dan kesepuluh, Recep Tayyip Erdo?an (Perdana Menteri Turki) dengan 3,1 juta pendukung.

Menurut Budi, besarnya dukungan yang diberikan pengguna Facebook Indonesia, menjadi bukti rakyat Indonesia sedang mengharapkan seorang pemimpin yang tegas, cerdas, bersih dan berwibawa.

"Hal ini diekspresikan dengan memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto di media sosial yang paling populer di dunia," kata Budi.

Dijelaskan, Prabowo telah memanfaatkan Facebook untuk berkomunikasi dengan pendukungnya sejak 2008. Karenanya, pada awal 2013, Prabowo menjadi politikus Indonesia pertama yang Facebook-nya mendapatkan verifikasi oleh Facebook.

Menurutnya, dukungan terhadap Partai Gerindra juga dapat terlihat di Facebook. Sejak pertengahan tahun 2013, Gerindra kokoh menempati posisi puncak partai politik dunia dengan dukungan terbesar di media sosial buatan Mark Zuckerberg tersebut.

"Gerindra juga merupakan partai politik dengan pengikut Twitter terbesar di Indonesia," ucapnya.

Selain Prabowo di posisi kelima, socialbakers. com hanya mencatat dua politisi Indonesia lain di daftar 50 pemimpin dunia dengan pengikut Facebook terbanyak. Dua politisi itu adalah Presiden SBY ada di peringkat 23 dengan 1,7 juta pendukung dan Gita Wirjawan di peringkat 43 dengan 1,1 juta pendukung.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/01/21/mzqt4x-prabowo-posisi-empat-politikus-dunia-terpopuler-di-facebook

Kamis, 10 April 2014

Dibalik Citra & Popularitas Palsu Jokowi


20140104-231514.jpg

Setelah kesuksesan politik pencitraan ala SBY sepuluh tahun lalu, kini muncul politik pencitraan gaya baru. Kali ini melibatkan dukungan masif semua media baik cetak, elektronik, online, maupun sosial.
Adalah jokowi yang digadang-gadang untuk jadi presiden dan diblow-up habis-habisan oleh media-media mainstream. Dukungan secara masif itu bisa dibilang tidak wajar karena jokowi yang adalah seorang muslim justru tidak “laku” di media Islam seperti voa-islam, arrahmah, suara-islam, dll. Bukankah kalau seorang muslim sangat luar biasa dalam memimpin, maka media-media muslim justru akan ikut memberitakannya dengan bombastis? Tapi bukannya diberitakan secara bombastis, jokowi justru diberitakan secara negatif di media-media muslim tersebut.
Keanehan ini ditambah dengan adanya informasi bahwa kebanyakan media mainstream terindikasi dibayar untuk pencitraan jokowi. Menurut informasi, media-media tersebut adalah:

1) First Media Grup (beritasatu1.TV beritasatu .com, suara pembaruan, Jakarta Globe, Suara Pembaruan, The Straits Times, Majalah Investor, Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Student Globe, Kemang Buzz, Campus Life, Termasuk Beritasatu FM. First Media Grup adalah milik James Riady (Lippo Grup), konglomerat yang bersahabat baik dgn Bill Clinton dan terlibat Lippo Gate yg terjadi di AS, ketika James Riady cs tertangkap memberikan dana politik illegal jutaan dollar kepada timses capres Demokrat Bill Clinton untuk pemenangan Clinton pada pemilihan Presiden AS. Uang sumbangan James Riady cs itu kemudian terbukti berasal dari China Global Resources Ltd, sebuah perusahaan kedok milik China Military Intelligence (CMI).
2) Media lain yang dikontrak mahal untuk pencitraan palsu Jokowi adalah Detik Grup. Ngakunya milik Chairul Tanjung alias CT, tapi sebenarnya milik Salim Grup. Detik.com Setiap hari, detikcom memuat berita tentang pencitraan palsu Jokowi puluhan bahkan kadang lebih 100 berita. Chairul Tanjung hanya dipinjam nama dan bertindak untuk dan atas kepentingan Antony Salim (Salim Grup).
3) Kompas /Gramedia Grup memang tidak segila detikcom siarkan Jokowi, tapi tetap punya KANAL BERITA KHUSUS untuk mempromosikan Jokowi dan Ahok. Diprediksi menjelang masa pilpres 2014, Kompas dan Gramedia Grup akan habis – habisan mendukung Jokowi – Ahok karena sejalan dengan misi medianya, pelemahan Islam di Indonesia.
4) Jawa Pos Grup. Tidak melibatkan semua media milik Dahlan Iskan yang jumlahnya 185 TV, Koran, Online media, dll itu. Sekitar 40% JawaPos Grup dikontrak. Namun, dipastikan jika Dahlan Iskan mau sebagai capres, Jawa Pos Grup tidak akan terlalu mendukung Jokowi kecuali mendapat permintaan khusus dari Chairul Tandjung, tokoh yang merekomendasikan Dahlan Iskan ke Presiden SBY untuk ditunjuk sebagai Menteri BUMN tahun 2011 lalu.
5) Yang paling gencar jilat Jokowi adalah Koran Rakyat Merdeka. Ada saja berita (palsu) istimewa tentang Jokowi. Kontraknya puluhan Milyar.
6) Tempo (majalah dan Online) adalah media pelopor yg orbitkan Jokowi dengan penghargaan “10 Tokoh Terbaik (penghargaan abal-abal), hanya karena bisa pindahkan Pedagang Kaki Lima (PKL), itu pun dilakukan setelah hampir setahun bolak balik mengunjungi dan mengundang PKL makan bersama. Fakta terakhir, PKL Solo kembali ke lokasi awal sebelum pindah karena di tempat baru dagangan mereka tidak laku.
7) Tribunnews Grup (Bosowa dan Kompas) juga dikontrak untuk pencitraan palsu Jokowi. Demikian juga Fajar Grup (Alwi Hamu / Dahlan Iskan). Alwi Hamu juga merupakan patner bisnis Dahlan Iskan di media dan PLTU Embalut, Kaltim yang sarat korupsi itu.
8) Metro TV, tidak tahu sekarang dibayar berapa untuk kontrak pencitraan palsu Jokowi sampai 2014. Tapi saat Pilkada DKI puluhan Milyar. Sejak dapat bisnis iklan dari Konglomerat – konglomerat pendukung Jokowi, Metro TV jadi corong nomor satu Jokowi, disamping jadi corong kampanye dan pencitraan Dahlan Iskan yang memberikan kontrak iklan luar biasa besar dari BUMN – BUMN kepada Metro TV.
9) SCTV grup. Pemiliknya Edi dan Popo Sariatmadja malah menjadi cukong utama. Koordinator media pencitraan Jokowi, membantu James Riady. Dukungan promosi dan kampanye yang diberikan untuk Jokowi gratis alias tanpa bayaran, meski diduga sebenarnya sudah mendapatkan imbalan dari dana pemenangan Jokowi yang telah terkumpul puluhan triliun dari sumbangan para konglomerat hitam Indonesia.
10) Media raksasa lain seperti Vivanews grup (TV One, ANTV, Vivanewscom dll) milik Bakrie meski kontrak dgn Cukong Jokowi tapi porsinya kurang dari 30%, dan masih melihat perkembangan situasi dan kondisi politik nasional mengingat Aburizal Bakrie masih berstatus Ketum Golkar dan kandidat capres.
11) Selain media cetak, televisi mainstream, sosial media seperti twitter, facebook, kaskus dll juga dikontrak khusus. Lihat saja di sini. Bahkan di twitter juga mulai ada akun relawan yang berusaha menjelaskan dengan kata-kata manis mengenai tingkah-polahnya yang anomali pada tiap akun yang berkomentar negatif. Rumornya ia memiliki buzzer sebanyak 1500-2000an yang mengelola lebih dari 10.000 akun sosial media . Buzzer adalah semacam pasukan bayaran online, yang siap menjaga reputasinya di internet dengan cara menyusup di berbagai forum dan kolom komentar untuk mendongkrak citranya. Para buzzer bayaran ini akan berkomentar positif tentangnya dan menyerang habis-habisan mereka yang tidak melihatnya sebagai “dewa”. Dulu waktu pilkada DKI, selain orang-orang yang permanen kelola akun untuk pencitraan Jokowi, dibentuk juga Tim Jasmev. Puluhan Milyar biayanya. Lihat gambar yang sempat diambil saat pemilukada DKI lalu ini:
image
imageimage
Banyak akun palsu pembela Jokowi di sosial media. Untuk mendeteksi akun pembela Jokowi palsu tidak sulit. Salah satunya, banyak hal yang disampaikan sangat tidak masuk akal.

Begitu disampaikan Praktisi Teknologi Informasi, Chafiz Anwar, ketika dihubungi wartawan, Jumat (1/11/2013).
Chafiz mengatakan ciri-ciri akun palsu yang digunakan, segi jumlah komentar melalui media sosial yang serentak menyerang ataupun membela Jokowi. Padahal, hal itu tidak mungkin dilakukan pemilik akun asli secara bersamaan.
“Tidak mungkin komentar ribuan sekaligus dilakukan oleh pemilik akun asli,” katanya.
Ciri lainnya yang juga mudah dianalisa, menurut Chafiz, adalah dengan membandingkan jumlah pembaca dan jumlah komentarnya. Untuk masalah Jokowi misalnya jika ada yang mengkritiknya di sebuah media online dan kemudian langsung ada serangan dari ribuan orang seperti itu pernah dialami terakhir oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nurhayati Assegaf dan itu bisa ditegaskan kepalsuannya.
“Coba saja bayangkan berita yang mengkritik di sebuah media online itu. Baru beberapa saat tayang langsung yang komentar ribuan, itu sangat tidak mungkin. Kalau bukan sebuah tim yang mengerjakannya yang bisa saja terdiri dari puluhan orang,” tambahnya.
Yang paling mungkin kata dia lagi, yang baca satu orang tapi orang ini memegang ratusan akun. Hal ini bisa dilihat jelas dari komentar-komentar pendukung Jokowi.

Ciri lainnya yang juga bisa diliat adalah ketidakjelasan identitas para pemain akun ini. Biasanya mereka kata Chafiz, menggunakan nama-nama palsu dan foto-foto palsu atau menggunakan gambar kartun.
“Yah satu orang kan gak mungkin punya 10 akun dengan nama sama dan foto yang sama.Sementara dari mereka satu orang minimal bisa memiliki 100 akun,” kata Chafiz.

Mereka jelasnya lagi menggunakan mesin pendeteksi dengan keyword-keyword tertentu.
“Misalnya kalimat Jokowi belum pantas jadi presiden.Mesin mereka ini berjalan seperti halnya mesin pencari google,begitu mesin mendeteksi ada kalimat atau kata tertentu yang dimasukkan,mereka akan bergerak cepat dan membalas kalimat-kalimat tersebut,” tegasnya.
Terakhir dirinya mengingatkan masyarakat untuk tidak terpancing dengan settingan provokasi maupun ajakan yang mereka mainkan,karena itulah tujuan mereka. Masyarakat jangan sampai terperdaya oleh provokasi mesin yang mereka mainkan.
“Pilih saja dengan cerdas dengan menelusuri rekam jejak para kandidat calon presiden.Jangan percaya dengan permainan seperti ini,”tandasnya.

Pendapat Amien Rais
Pendapat senada disampaikan oleh Bapak Reformasi Indonesia Prof. DR. Amien Rais MA. Tokoh bangsa yang pertama kali mewacanakan suksesi kepemimpinan nasional di tengah kuatnya rezim Soeharto. “Jadi ketika saya bilang suksesi, saya diketawain. Tetapi karena ada substansi pelan-pelan orang terbuka,” ujar Amien Rais dalam wawancara khusus dengan INILAH.COM di kediaman pribadinya di bilangan Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (1/10/2013).
image
Kini, Jokowi menjadi obyek kritik “Lokomotif Reformasi” ini. Secara lugas Amien mengingatkan publik agar tidak memilih pemimpin hanya berpijak pada popularitas semata. Terkait melambungnya nama Jokowi, Amien memiliki pandangan tersendiri. “Jadi secara sistematik saya melihat memang ada brain trust yang melambungkan Jokowi ke aras politik bahkan mungkin ke kursi presiden,” sebut Amien.
Selain itu, Amien juga bicara soal alasan mengapa dirinya mengritik Joko Widodo? Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga bicara soal kriteria presiden 2014 mendatang. Berikut wawancara lengkapnya:
Apa motif Anda mengkritik keras Joko Widodo?
Jadi saya sudah lama berdiam diri. Saya sesungguhnya menunggu ada sebagian intelektual, politisi, penggiat LSM, kyai, atau siapa saja yang berani memberikan kritik kepada fenomena Jokowi, yang menurut saya sudah luar biasa. Jadi secara sistematik saya melihat memang ada brain trust yang melambungkan Jokowi ke aras politik bahkan mungkin ke kursi presiden.
Padahal, kalau kita lihat ke belakang, sesungguhnya Jokowi seperti kepala derah yang lain seperti Walikota Surabaya, Walikota Yogyakarta, atau walikota yang lebih bagus lagi lebih banyak. Tetapi memang menurut saya ada usaha yang sistematik (untuk munculkan nama Jokowi), dari mobil Esemka yang pepesan kosong itu, sampai mempopulerkan Jokowi seorang walikota terbaik dari lima walikota yang ada di muka bumi, maka saya makin ngeri.
Lalu?
Sebagai orang yang belajar ilmu sosial, saya sudah menyimpulkan kesimpulan sementara, ada kekuatan modal yang akan melambungkan Jokowi sehingga kalau sampai keinginan modal besar ini berhasil, saya takut, saya kasihan Jokowi akan tersandera. Saya tidak mengatakan presiden boneka, tapi akan menurut kepada yang melambungkan yang sangat luar biasa itu.
Nah, demokrasi yang jadi kiblat kita itu, adalah demokrasi jadi-jadian yaitu demokrasi Amerika. Kita kagum dengan demokrasi Amerika, tapi kalau kita buka ini demokrasi di Amerika yang menguasai Gedung Putih, Pentagon, Capitol Hill, itu sesungguhnya adalah kompleks yang dalam istilah politik itu disebut sebagai military, industrial, congresianal, dan media complex. Jadi korporasi besar itulah yang sejatinya mendikte George Bush, Bill Clinton, Obama dan presiden-presiden sebelumnya. Jadi terkenal dengan ungkapan almarhumm Muchtar Lubis, Demokrat dan Republik itu sama saja. Satu perompak satu perampok.
Dalam Konteks Jokowi, bisa dijelaskan tentang kekuatan besar tersebut?
Hal ini makin terasa, bahwa kekuatan yang melambungkan Jokowi ke aras tertinggi itu, memang terlalu kentara. Mereka tidak bisa menahan diri, Sehingga orkestra dengan politik itu terlalu kentara, dari media massa yang seragam, pengerahan cyber troops, orang kritik Jokowi di media, nanti ada ratusan yang menghantam tanpa ampun dengan kata-kata semestinya tidak layak dan elok.
Tapi kalau seperti saya, anjing menggonggong kafilah berlalu. Saya hanya ingin menunjukkan hati-hati, kalau presiden siapapun yang bisa bertengger jadi lurah Indonesia karena dengan dukungan luar biasa dukungan modal tanpa batas itu, percayalah dia akan menjadi sandera dari pendukungnya.
Analisa Anda cenderung konspiratif, apa indikator yang paling kuat?
Jadi seperti cyber troops itu kan tidak wajar. Prabowo Subianto tidak mengalami seperti itu, SBY juga tidak ada. Jadi ini ngebet. Karena ngebet ya ketahuan. Saya punya kecenderungan, sebagai orang kampus yang dididik berfikir ilmiah itu memang tidak akan mengatakan kalau tidak yakin. Jadi kembalilah dan tengoklah Solo yang kumuh, miskin, dan gelap. Kemudian dikatakan walikotanya menjadi salah satu walikota terbaik di muka bumi. Ini konspirasi media massa.
Jadi, ini ada kompleks dari pemilik modal, pemilik media massa, kekuatan politik di DPR dan di tengah-tengah massa, sudah kena hypnotisme atau dalam bahasa INILAH.COM “nina bobo” Jokowi. Tetapi saya tidak ada pamrih kecuali mengingatkan jangan sampai kita menganggap demokrasi untuk rakyat tapi ternyata milik pemilik modal.
Sekarang sudah terbaca kan kemana proyek-proyek DKI kemana larinya? mereka kira-kira yang mendukung. Yang kita takutkan ribuan triliunan kekayaan Indonesia mulai perkebunan, pertambangan, pertanian kekayaan laut dan lain-lain. Kalau sampai presiden mendatang itu menjadi tersandera oleh kekuatan modal itu, rakyat hanya akan jadi pelengkap penderita.
Apakah Anda bisa perjelas siapa pemilik modal itu apakah dari kelangan ‘hitam’?
Saya tidak akan mengatakan hitam, cokelat, abu-abu dan lain-lain. Hampir bisa dipastikan, bahwa pemodal besar itu mesti dihinggapi patologi profit. Jadi siang-malam yang difikir adalah profit dan profit. Sementara untuk menagguk keuntungan itu angger-angger atau kaedah moral, kaedah agama, sosial etika, itu sudah terbenam.
Nah, cuma repotnya, sejak jaman dulu sampai sekarang untuk memahamkan yang cukup jelas ini kepada rakyat itu tidak mudah, bahkan kadang-kadang jadi bumerang. Tapi karena saya membaca sejarah para nabi, tokoh perubahan, memang itu, rakyat selalu mudah untuk dibelokkan kesana kemari oleh opinion leaders, media massa dan lain-lain.
Bahkan contoh telak dalam sejarah kuno bagaimana Bani Israel yang tertindak menjadi budak, ketika diajak salah satu putera terbaiknya yaitu untuk diajak keluar dari cengkeraman Firaun dari Palestina, malah salah paham, mereka malah marah sama Musa. Musa dikatakan gila. Persis seperti nabi, apalagi Amien Rais yang tidak sekutu hitamnya nabi jadi tidak pernah gusar ketika dikatakan tidak paham masalah, bodoh dan lain-lain.
Selama setahun Jokowi di Jakarta, ada capaian yang mendapat apresiasi publik seperti blusukan, lelang jabatan termasuk mengurai kemacetan di Tanah Abang. Apa anda tidak melihat sisi baik Jokowi?
Tanah Abang sekarang lancar, itu harus diacungi jempol. Belum banyak sesungguhnya tapi itu cukup saya catat. Memang mengatasi banjir dan macet tidak cukup dua bulan, jadi butuh satu periode kepemimpinan gubernur secara utuh. Itu pun kalu tidak ada guncangan-guncangan yang lain. Artinya, ekonomi stabil, mudah-mudahan bisa.
Terkait dengan satu periode gubernur utuh, bagaimana dengan dorongan agar Jokowi maju menjadi Capres?
Ketika pejabat disumpah demi Allah itu sesungguhnya bukan main-main. Jokowi kan disumpah lima tahun, lalu di tengah jalan terbengkalai tugasnya, karena mengincar lebih tinggi dan tergoda apa tidak menyalahi etika dan fatsoen politik.
Kritik Anda ke Jokowi mendapat perlawanan dari para pendukungnya, apa komentar Anda?
Jadi saya tahu, sebagian besar rakyat tidak sepaham dengan saya. Tapi ekstremnya, andaikan 250 juta rakyat mengatakan kita harus ke utara mendukung Jokowi, saya mengatakan pikir dulu. Kalau saya ke selatan, tapi harus ada yang mengingatkan. Karena seseorang dielukan itu akhirnya lupa. Kita belum lama toh, dulu Bung Karno kita lupa, baru beberapa tahun Pak Harto sudah seperti Bung Karno, 7 kali dipilih dengan aklamasi oleh anggota MPR.
Jadi ketika saya bilang suksesi, saya diketawain. Tetapi karena ada substansi pelan-pelan orang terbuka. Spekulasi bahwa saya kritik Jokowi untuk menjodohkan Prabowo-Hatta, saya ngiri, syirik, itu tidak ada kentang kimpulnya (tidak ada korelasinya).
Jadi saya mengingatkan bangsa ini, mau mimpin lurah Indonesia, jadi tolong dipikir lebih jernih lagi masih ada waktu satu tahun untuk tidak menganut grubyug untuk latahisme, saya peringatkan yang menjadi cyber troops Jokowi itu apa tidak malu pada diri sendiri, saya sarankan sebelum tidur merenung 1-2 menit, apa yang saya lakukan betul apa tidak. Menghujat seenaknya dengan kata-kata yang kurang senonoh itu menurut saya kurang pas, ketika saya ditanya ya itu, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.
Siapa yang ideal dalam 2014 mendatang?
Saya tidak akan menyebut nama, cuma syarat. Siapapun yang bisa membawa bangsa ini ke depan dengan percaya diri, bisa menyuguhkan kedaulatan ekonomi itu yang bisa dipilih. Itu bisa Jokowi, Prabowo, Hatta Rajasa, Mahfud MD, Dahlan Iskan, Sri Mulyani, Gita Wirjawan, Hidayat Nur Wahid atau siapapun.
Sehingga saya sesungguhnya punya impian, bukan kita ingin mencontoh demokrasi liberal yang brengsek itu, tetapi kalau kita ingat dalam memilih lurah saja, itu lurah tidak dipilih asal-asalan, milih bupati dan walikota tidak asal-asalan.Karena itu, sesungguhnya ada semacam gurauan, saat SBY menang, bersama kita bisa. Bisanya tidak jelas, apakah bisa melindungi alam, menegakkan hukum, meningkatkan Iptek. Saya pikir pengalaman masa lalu itu mungkin akan menjadi beban para capres itu untuk berpikir keras. Karena kalau cuma popularitas tidak menjamin.
Apakah bisa dikatakan, karena hanya modal popularitas SBY di 2004 lalu, maka hasilnya seperti saat ini?
Jadi kata orang awam itu kapan proses transisinya demokrasi berhenti, jadi masih up and down terus. Saya melihat pengalaman dari negara berkembang, dipilih karena menekan rakyatnya seperti Saddam Husein, Husni Mubarak, Moammar Khadafy, atau di negara-negara Asia para diktator itu. Tapi juga ada memang populer, Juanita Peron, karena istrinya Peron, saat pilpres menang mutlak. Tapi gak sampai setahun mundur, karena tidak ada negarawan.
Ada juga Joseph Estrada, populer menjadi bintang film tidak sampai setahun harus diganti. Nah Jokowi, soal blusukannya luar biasa, gak pernah ngantor. Kalau blusukan terus kapan kerjanya. Memang Ahok ada sebagai wakil, tapi yang megang komando adalah Gubernur. Mungkin saja, blusukan akan mengalami titik jenuh, kalau blusukan 2-3 tahun tapi masalah mendasar Jakarta belum bergeser, itu bisa juga menjadi bumerang.
Jadi sesungguhnya, saya dikatakan terlalu keras, tajam, mungkin karena tidak ada yang lain yang kritik. Saya ingat betul, saat saya menyampaikan ide suksesi Pak Harto, saya sendirian betul, sampai teman-teman diskusi saya tidak datang ke rumah saya karena takut, tapi lama-lama kemudian terbuka juga.
Kalau saya begini, saya menasehati sama-sama wong solo, popularitas Jokowi ini tidak mesti 20 tahun muncul, dia mendapatkan berkah seperti itu, Cuma sekarang ini dia diberi amanat lima tahun di DKI Jakarta sebaiknya bekerja sebaik-baiknya, dia masih muda, kalau dia sukses bisa melenggang sambil mengasah jam terbang, kalau dia bisa merefleksikan lagi sebagai calon pemimpin Indonesia, selesaikan amanat yang sudah disumpah mudah-mudahan akan jadi bagus.
Juga jangan pernah mau didikte pemilik modal. Pemilik modal itu 24 jam itu uang, uang dan uang tidak pernah berpikir si suto, noyo, duta dan waru. Jadi saya ada mix feeling, di samping kritik saya dianggap terlalu keras sampai ke intinya, tapi di balik itu ada harapan, kalau dia bisa menampung pikiran saya ini, maka dari sudut fatsoen politik, sumpah itu dipenuhi. Ketika dia disumpah ada mushaf al-Quran.
Ketika sudah selesai (5 tahun) tidak kemmudian menyulap Jakarta menjadi singapura, tidak mungkin juga, tapi Jakarta mulai rapih, mulai tertata, mulai kurang kemacetan, mulai memperoleh air bersih, sudah nampak, kemudian silakan (maju capres).
Apa makna kritik anda terkait nasionalisme Jokowi?
Sebagai kader PDI Perjuangan, dia tidak harus sama dengan Bu Mega, karena dulu yang salah tokoh-tokoh yang mengitari Ibu Mega. Dulu dua tanker Pertamina dijual, sekarang kita sewa, Indosat yang merupakan karya bangsa, tapi kemudian dijual dengan harga Rp8 triliun padahal labanya per tahun Rp3 triliun. Ini kan asset negara.
Jadi bagaimana konglomerat hitam yang ribuan triliun, diputihkan melalui release and discharge, gas tangguh di Papua diijon ke China untuk sekian puluh tahun dengan harga yang tidak berubah, flat. Gas dan maupun minyak maupun batubara itu mesti naik.
Seperti ini yang saya pikir dan Jokowi tidak usah seperti yang lain. Saya sesungguhnya ketika dia berani menolak rencana untuk sebuah tempat di Solo yang strategis untuk dijadikan mall, itu menunjukkan keberpihakan rakyat kecil. Itu Jokowi asli. Jokowi yang asli perlu dikembangkan. Jangan sampai pernah berutang kepada orang yang melambungkan karena ada udang di balik tepung.
Sisi lain Anda kritik Jokowi, sisi lain anda membangun komunikasi partai Islam?
Saya kan dari kalangan santri, ada semacam bias subyektif bahwa kalangan santri jangan sampai tidak ikut menentukan masa depan negeri ini. Padahal partai santri kalau dikumpulkan lebih tinggi dari Partai Demokrat, Partai Golkar bahkan PDI Perjuangan. Memang di kisaran 5-8 persen, tapi kalau dikumpulkan jadi kuat.
Kita tidak mungkin usul perbaiki negeri ini kalau kita bercerai berai. Kalau kita bersatu, kita punya bargaining position kepada kekuatan yang lain, dari masa depan kita bicarakan bersama Di forum UII yang digelar dua minggu sekali, selain yang datang tidak selalu sama orangnya, tapi yang jelas yang kita bicarakan belum pernah menyebut siapa yang layak jadi capres. Tapi temanya berganti-ganti seperti masalah energi, moneter, ekonomi, masa depan perbankan dan pertambangan, perpajakan, rule of law, pembelaan terhadap kaum duafa. Belum sekalipun kita bicara Capres.
Mau saya itu, kita sudah tahu, dari masukan-masukan itu kelihatan jadi agenda nasional kita itu ada skala prioritas. Pertama melindungi sumber daya alam kita dari terkaman asing, membangun clean and good governance, penanganan hukum tidak boleh tebang pilih, dan mengejar ketertinggalan Iptek kita dengan bangsa lain. Kalau agenda sama, itu lebih enak, baru bicara bagiamana masa depan karena tidak mungkin, umat Islam sendirian memikul masalah nasional sendiri. Begitu juga tidak mungkin kaum nasionalis senidirian.
Anda masih percaya politik aliran?
Masih. Sekalipun politik aliran disebut kuno. Tapi faktanya suara santri 35%. Apa kita memegang pahat atau kuas untuk melukis, jadi jangan jadi penonton. Ini forum terbuka, saya sampaikan di pertemuan saudara kita dari intel, polisi silakan datang. Jadi suasana santai, tidak pernah tegang. Walaupun yang kita bahas berat.
Saya sudah 70 tahun, saya yakin tidak ada lagi kepentingan, kecuali saya sebelum menutup mata selamanya ada perbaikan, kalau dari segi kehidupan pribadi, apa yang kurang buat saya? kalau kata orang Jawa legan golek momongan, sudah tidak ada masalah, masih cari masalah. Tapi tugas intelektual itu tidak di menara gading atau di kehidupan sendiri, tugas intelektual di tengah-tengah massa yang banyak kalau bisa memberikan kontribusi.
Ada respons dari warga Muhammadiyah?
Warga Muhamamdiyah itu punya ciri khas, politiknya terlalu netral, tidak tajam. Dibandingkan dengan teman NU, orang Muhammadiyah malah tidak tajam, karena doktrin amal sholeh terlalu banyak, kadang-kadang doktrin pemikiran tidak dibenahi, Muhammadiyah termakan rutinisme. Jadi Islam dan amal soleh menyatu, dimana pun warga Muhammadiyah ada, buatlah masjid, Rumah Sakit, TK sampai Universitas. Saya jarang ditanya pertanyaan politik.
Apa prinsip hidup Anda?
Sesungguhnya saya punya prinsip kehidupan begini, kalau para nabi menjadi suri tauladan kaum beriman itu sikapnya memang sangat jelas, mereka menyampaikan sesuatu untuk kebaikan bersama, setelah itu mereka tawakkal.
Jadi apakah umat mendengar atau tidak, yang jelas sudah disampaikan, jadi anak saya yang paling kecil, mengritik, “bapak sudah sepuh kok masih bicara urus politik, sudahlah pak rakyat maunya seperti itu sudah titik. Pak enjoy life pak. Bersama kita pak”. Tetapi kalau ajaran agama kita, kalau ada yang tidak benar, sampaikan dengan lisanmu, paling tidak, kalau tidak ada kekuatan ya dengan tulisan. Itulah filosofi hidup saya. Kalau saya dipuji tidak besar kepala, kalau dicaci lantas juga tidak dlosor.
Dulu waktu menyuarakan suksesi Pak Harto, banyak telpon apakah sudah bosan hidup? kami tahu agenda anak-anak sekolah anak-anak Anda. Ini sesuatu yang biasa. Justru yang tidak biasa, di alam demokrasi tokohnya dikritik malah kebakaran jenggot, malah kasihan tokoh itu. Itu namanya kekanak-kanakan, puber saja belum, masih kekanakan.

Tanggapan Raden Nuh (Pencetus Akun Twitter AntiKorupsi @Triomacan2000)
image
Dihubungi via telepon  Rabu, 29 Januari 2014, Raden Nuh yang sedang berada di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, memberikan jawaban atas pertanyaan kami sebagai berikut :
Tanya :“Apa pendapat Anda dengan semakin terbongkarnya agenda tersembunyi pihak asing yang gencar promosikan Jokowi sebagai capres ?”
Raden Nuh :
“Bagus ! Rakyat harus diberitahu sebenar – benarnya dan selengkap – lengkapnya mengenai siapa Jokowi sesungguhnya, apa agenda pribadi dan agenda asing, dan terpenting apa maksud dan tujuan sebagian pengusaha besar Tionghoa yang semua bersatu padu mendukung pencapresan Jokowi dengan segala cara, daya, bantuan jaringan media media dan bantuan dana. Rakyat harus disadarkan betapa bahaya bagi bangsa dan negara jika Indonesia dipimpin oleh seorang presiden boneka. Presiden yang tunduk dan patuh pada perintah dan keingan tuannya, para pengusaha besar tionghoa, yang selama ini dikenal sebagai perusak dan pencuri kekayaan negara. Maksud saya para pengusaha tionghoa pendukung Jokowi itu lho, bukan semua pengusaha Tionghoa. Masih banyak pengusaha Tionghoa yang merah putih, nasionalis, berjiwa raga Indonesia.”
Tanya : “Apakah Anda masih memantau twit dari akun @Triomacan2000 sejak Anda tinggalkan lebih setahun lalu? Bagaimana Anda menilai kualitas dan tema – tema besar yang diangkat akun itu?”
Raden Nuh :
“Praktis sejak saya tidak aktif lagi kelola akun @Triomacan2000, saya jarang memperhatikan twit – twit mereka. Saya hanya lihat jika ada teman yang infokan sesuatu yang menarik atau bikin gempar publik. Sering juga memantau kalau ketika baca koran atau nonton TV. Terakhir saya menonton acara Metro Realitas yang berjudul Kicauan Akun Hantu Triomacan2000, geli rasanya. Kok media sebesar dan sekaliber Metro TV mau menyiarkan tayangan acara yang sangat kentara pesanan dan sangat dangkal investigasinya.
Tanya : “Bagaimana tanggapan Anda mengenai banyaknya media yang memuat berita pencitraan Jokowi ?”
Raden Nuh :
“Pertama, sudah pasti saya sangat prihatin. Kenapa media massa kita terlalu mudah dan murah menjual idealisme, membohongi rakyat, membodohi pembaca atau penontonnya. Media memang membutuhkan income untuk menutupi biaya operasional dan mencari keuntungan, tetapi apa yang kita saksikan sekarang sungguh luar biasa memalukan. Seakan – akan tidak ada tokoh lain yang lebih layak dan pantas diberitakan selain Jokowi. Kedua, Media nasional kita sudah menyimpang dari cita – cita awal atau maksud dari pendiriannya, menyampaikan kebenaran dan mencerdaskan bangsa. Saya tidak mempermasalahkan media – media milik konglomerat Tionghoa yang secara masif dan kontiniu mengiklankan Jokowi. Mereka memang mau menjadikan Jokowi sebagai presiden boneka, mereka mau melemahkan Indonesia melalui Jokowi. Ketiga, Kita tahu deh, siapa Jokowi itu sebenarnya. Ratusan walikota dan belasan Gubernur di Indonesia punya kemampuan dan integritas jauh di atas Jokowi. Faktanya Jokowi hanya kelihatan bagus karena setiap hari selama dua tahun ini, media bayaran dan milik pengusaha Tionghoa mempromosikan dia besar – besaran. Ini sangat berbahaya.
Tanya : “Kenapa sangat sedikit tokoh yang berani berkomentar negatif tentang Jokowi?”
Raden Nuh :
“Fenomena ini memang menyedihkan, sangat menyedihkan. Sebagaian besar para tokoh bangsa kita takut berpendapat melawan arus utama opini. Takut tidak populer atau dikecam oleh pendukung -pendukung Jokowi yang terorganisir dan memang dibayar serta ditugaskan untuk menjaga citra Jokowi. Mereka melihat betapa kasihannya tokoh tertentu yang berani mengkritik Jokowi melalui media. Kontan mereka dicerca, dihina, dibully, malah ada yang dicaci maki oleh pendukung jokowi yang sebenarnya adalah bagian dari timses Jokowi. Namun, sayangnya, ketakutan para tokoh ini tidak boleh diikuti oleh para akademisi yang memiliki dasar akademis atau kajian ilmiah jika mereka mau mengungkapkan konspirasi besar dibalik pencitraan palsu Jokowi atau jika mereka mau menilai Jokowi dengan dasar penelitian dan studi yang kuat. Akademisi kan tidak boleh bohong, mereka harus mengatakan apa adanya. Jika Jokowi memang gagal, tak layak jadi gubernur, ya mereka harus berani mengatakannya kepada rakyat Jakarta. Kenapa harus sungkan ?”
Tanya :“Pertanyaan terakhir, menurut Anda apakah Jokowi akan jadi capres pada pilpres 2014 nanti ?
 Raden Nuh :
“Saya berkeyakinan Ibu Megawati selaku Ketua Umum PDIP pasti tidak akan bersedia mengajukan Jokowi sebagai capres. Terlalu besar risikonya jika negara ini dipimpin oleh orang suruhan atau kacung pengusaha Tionghoa. Mau jadi apa negara ini jika presidennya lemah, tidak berintegritas dan moralnya hancur seperti Jokowi ? Indonesia ini negara besar, mengurus Solo saja Jokowi itu sebenarnya gagal kok. Memimpin Jakarta, sudah terbukti Jokowi tidak mampu. APBD tidak terserap hampir 50%, program – program mandek, KKN makin parah, janji kampanye Jokowi hampir 90% tidak bisa dia penuhi.
Intergritas Jokowi juga parah, dia berani membohongi Pak JK, Pak Prabowo atau Ibu Megawati dengan tidak mengaku jujur siapa saja konglomerat hitam yang menjadi cukong dan tuannya. Masak orang seperti ini mau dijadikan calon presiden ? Bunuh dirinya namanya !
Konglomerat Tionghoa mungkin saja sudah menyadari bahwa PDIP mustahil mencalonkan Jokowi, sekarang mereka sedang mencari cara bagaimana menekan atau bahkan mungkin menggulingkan Bu Mega dari jabatan Ketua Umum PDIP. Alternatif lain, pemodal – pemodal Jokowi harus membeli dukungan partai lain. Barangkali ada partai yang nanti bisa raih suara cukup dan kebetulan butuh uang sehingga mau menyerahkan mandat rakyat yang diperolehnya melalui pemilu kepada para pemodal Jokowi dengan imbalan uang. Mau jadi apa negara kita dipimpin orang seperti Jokowi ?

by Ronin Samurai http://radennuh.org/2014/01/31/dibalik-citra-popularitas-palsu-jokowi/