Bermula dari Keprihatinan, Partai Gerindra lahir untuk
mengangkat rakyat dari jerat kemelaratan, akibat permainan orang-orang yang
tidak peduli pada kesejahteraan.
Dalam
sebuah perjalanan menuju Bandara Soekarno-Hatta, terjadi obrolan antara
intelektual muda Fadli Zon dan pengusaha Hashim Djojohadikusumo. Ketika itu,
November 2007, keduanya membahas politik terkini, yang jauh dari nilai-nilai
demokrasi sesungguhnya. Demokrasi sudah dibajak oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dan memiliki kapital besar. Akibatnya, rakyat hanya jadi
alat. Bahkan, siapapun yang tidak memiliki kekuasaan ekonomi dan politik akan
dengan mudah jadi korban. Kebetulan, salah satu korban itu adalah Hashim
sendiri. Dia diperkarakan ke pengadilan dengan tudingan mencuri benda-benda
purbakala dari Museum radya Pustaka, Solo, Jawa tengah. “Padahal Pak Hashim
ingin melestarikan benda-benda cagar budaya,“ kata Fadli mengenang peristiwa
itu. Bila keadaan ini dibiarkan, negara hanya akan diperintah oleh para mafia.
Fadli Zon lalu mengutip kata-kata politisi inggris abad kedelapan belas, Edmund
Burke: “The only thing necessary for the triumph [of evil] is for
good men to do nothing.” Dalam terjemahan bebasnya, “kalau orang
baik-baik tidak berbuat apa-apa, maka para penjahat yang akan bertindak.“
terinspirasi oleh kata-kata tersebut, Hashim pun setuju bila ada sebuah partai
baru yang memberikan haluan baru dan harapan baru. Tujuannya tidak lain, agar
negara ini bisa diperintah oleh manusia yang memerhatikan kesejahteraan rakyat,
bukan untuk kepentingan golongannya saja. Sementara kondisi yang sedang
berjalan, justru memaksakan demokrasi di tengah himpitan kemiskinan, yang hanya
berujung pada kekacauan.
Gagasan pendirian partai pun kemudian diwacanakan di
lingkaran orang-orang Hashim dan Prabowo. Rupanya, tidak semua setuju. Ada pula
yang menolak, dengan alasan bila ingin ikut terlibat dalam proses politik
sebaiknya ikut saja pada partai politik yang ada. Kebetulan, Prabowo adalah
anggota Dewan Penasihat Partai Golkar, sehingga bisa mencalonkan diri maju
menjadi ketua umum. Namun, ketika itu Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla
adalah wakil presiden mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Mana mau
Jusuf Kalla memberikan jabatan Ketua Umum Golkar kepada Prabowo?” kata Fadli.
Setelah perdebatan cukup panjang dan alot, akhirnya
disepakati perlu ada partai baru yang benar-benar memiliki manifesto perjuangan
demi kesejahteraan rakyat. Untuk mematangkan konsep partai, pada Desember 2007,
di sebuah rumah, yang menjadi markas IPS (Institute for Policy Studies) di
Bendungan Hilir, berkumpulah sejumlah nama. Selain Fadli Zon, hadir pula Ahmad
Muzani, M. Asrian Mirza, Amran Nasution, Halida Hatta, Tanya Alwi dan Haris
Bobihoe. Mereka membicarakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART)
partai yang akan dibentuk. “Pembahasan dilakukan siang dan malam,” kenang
Fadli. Karena padatnya jadwal pembuatan AD/ART , akhirnya fisik Fadli ambruk
juga. Lelaki yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif di IPS ini harus dirawat
di rumah sakit selama dua minggu.
Fadli tidak tahu lagi bagaimana kelanjutan partai baru ini.
Bahkan dia merasa pesimistis bahwa gagasan pembentukan partai baru itu akan
terus berlanjut. Namun diluar dugaan, ketika Hashim datang menjenguk di rumah
sakit, Hashim tetap antusias pada gagasan awal untuk mendirikan partai politik.
Akhirnya, pembentukan partai pun terus dilakukan secara maraton. Hingga
akhirnya, nama Gerindra muncul, diciptakan oleh Hashim sendiri. Sedangkan
lambang kepala burung garuda digagas oleh Prabowo Subianto.
Pembentukan Partai Gerindra terbilang mendesak. Sebab
dideklarasikan berdekatan dengan waktu pendaftaran dan masa kampanye pemilihan
umum, yakni pada 6 Februari 2008. Dalam deklarasi itu, termaktub visi, misi dan
manifesto perjuangan partai, yakni terwujudnya tatanan masyarakat indonesia
yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil dan makmur serta beradab dan
berketuhanan yang berlandaskan Pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan
UUD NRI tahun 1945.
Budaya bangsa dan wawasan kebangsaan harus menjadi modal
utama untuk mengeratkan persatuan dan kesatuan. Sehingga perbedaan di antara
kita justru menjadi rahmat dan menjadi kekuatan bangsa indonesia. Namun
demikian mayoritas rakyat masih berkubang dalam penderitaan, sistem politik
kita tidak mampu merumuskan dan melaksanakan perekonomian nasional untuk
mengangkat harkat dan martabat mayoritas bangsa indonesia dari kemelaratan.
Bahkan dalam upaya membangun bangsa, kita terjebak dalam sistem ekonomi pasar.
Sistem ekonomi pasar telah memporak-porandakan perekonomian bangsa, yang
menyebabkan situasi yang sulit bagi kehidupan rakyat dan bangsa. Hal itu
berakibat menggelembungnya jumlah rakyat yang miskin dan menganggur. Pada
situasi demikian, tidak ada pilihan lain bagi bangsa indonesia ini kecuali
harus menciptakan suasana kemandirian bangsa dengan membangun sistem ekonomi
kerakyatan.
Nah, Partai Gerindra terpanggil untuk memberikan
pengabdiannya bagi bangsa dan negara dan bertekad memperjuangkan kemakmuran dan
keadilan di segala bidang.
Bermula
dari Keprihatinan, Partai Gerindra lahir untuk mengangkat rakyat dari
jerat kemelaratan, akibat permainan orang-orang yang tidak peduli pada
kesejahteraan. - See more at:
http://partaigerindra.or.id/sejarah-partai-gerindra#sthash.SKulRsrS.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar